Tren Pengiriman Makanan Meningkat, Jasa Logistik Mengakomodasi
Pelaku usaha logistik perlu segera beradaptasi dengan lonjakan pengiriman makanan siap saji dan makanan olahan menjelang Lebaran. Prinsip keamanan penanganan diutamakan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, tren pengiriman makanan siap saji dan bahan makanan untuk keluarga dan kerabat meningkat pesat menjelang Lebaran. Pelaku industri logistik diminta beradaptasi menerapkan penanganan dan pengiriman makanan yang sesuai standar keamanan.
Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengemukakan, terjadi peningkatan volume pengiriman makanan jadi dan kue untuk Lebaran di masa pandemi Covid-19. Semakin banyak pengiriman makanan dan bahan makanan segar melalui layanan logistik, yakni GoSend dan GoBox. Pihaknya juga berkolaborasi dengan penyedia layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang serta pelaku usaha nasional dan daerah sebagai mitra pengiriman.
Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan GoFood untuk mengirimkan makanan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pada 2019, pada minggu terakhir Ramadhan, GoSend mencatat kenaikan volume pengiriman 30 persen, dengan kontribusi terbesar berupa pengiriman makanan jadi dan kue-kue. Hal ini seiring dengan tradisi saling mengirim makanan di tengah masyarakat.
Di tengah peningkatan volume pengiriman makanan, lanjut Nila, Gojek tetap fokus mengutamakan keamanan dan kesehatan mitra pengemudi, toko, serta pelanggan. Di antaranya, penerapan konsep pembatasan sosial dalam prosedur layanan, serta pengiriman dan penerimaan barang tanpa kontak fisik langsung.
Jasa logistik
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita mengemukakan, dengan adanya larangan mudik di tengah penerapan pembatasan sosial skala besar (PSBB), pengiriman makanan dan bahan makanan melalui jasa logistik meningkat rata-rata 80-100 persen. Dalam dua pekan terakhir, pengiriman makanan didominasi makanan siap saji dan makanan olahan siap masak.
Tren lonjakan pengiriman makanan harus segera diakomodasi perusahaan logistik. Saat ini, persiapan perusahaan logistik cenderung sangat terbatas terkait jasa pengiriman makanan dan bahan makanan, sedangkan kesehatan menjadi prioritas utama dalam kondisi PSBB. Penanganan makanan membutuhkan, antara lain, fasilitas pendingin di rantai pasokan, selain masalah higienis.
”Banyak perusahaan logistik yang tidak siap menangani makanan karena butuh penanganan khusus, terutama makanan beku. Hal ini menjadi pembelajaran bagi perusahaan untuk lebih siap menangani (pengiriman) makanan dan bahan makanan,” katanya.
Zaldy menambahkan, tren pengiriman makanan dan bahan makanan yang naik selama PSBB merupakan kesempatan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berjualan kembali. Sekitar 90 persen pengiriman makanan dan bahan makanan didominasi oleh UMKM, termasuk petani dan nelayan.
“Pandemi covid merupakan kesempatan untuk memutus rantai suplai yang panjang pada perdagangan luar jaringan,” katanya.
Banyak perusahaan logistik yang tidak siap menangani makanan, karena butuh penanganan khusus.
Paramita, warga Pondok Kopi, Jakarta Timur, mengemukakan, ia mengirimkan daging beku sebanyak 2 kilogram untuk kerabatnya, Irah, di Tangerang, Banten, sebagai bahan masakan rendang di saat Lebaran. Di tengah PSBB, pembelian dan pengiriman daging secara daring semakin praktis karena toko penjual daging menggratiskan biaya kirim.
”Setiap Lebaran, kerabat saya selalu masak rendang untuk keluarga. Dengan kiriman ini, tali silaturahmi tetap terjaga meski di tengah PSBB,” katanya.