Pandemi Covid-19 berdampak terhadap kondisi ekonomi. Penerimaan pajak merosot.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tekanan terhadap perekonomian domestik masih cukup dalam. Kedalaman tekanan ekonomi tecermin pada proyeksi berlanjutnya perlemahan pertumbuhan penerimaan pajak.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pasti mempertimbangkan trajektori penyebaran dan status Covid-19. Sejauh ini trajektori penyebaran dan status Covid-19 di Indonesia belum mengalami relaksasi yang berimplikasi pada penurunan kegiatan ekonomi.
Dampak PSBB terhadap penurunan kinerja ekonomi terefleksi dalam kinerja APBN per April 2020. Realisasi penerimaan perpajakan pada Januari-April 2020 hanya Rp 434,3 triliun atau tumbuh negatif 0,9 persen. Penerimaan pajak terkontraksi paling dalam, yaitu minus 3,1 persen menjadi Rp 376,7 triliun.
”Penurunan kegiatan ekonomi akan mengurangi setoran penerimaan pajak. Ke depan ada kemungkinan penerimaan pajak melemah lagi,” kata Suahasil dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Penurunan kegiatan ekonomi selama PSBB Maret-April 2020 tecermin dalam realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan Rp 80,80 triliun atau tumbuh negatif 15,23 persen. Kontraksi penerimaan PPh badan sejalan dengan perlambatan realisasi PPh karyawan sebesar Rp 48,38 triliun atau tumbuh 4,12 persen secara tahunan.
Ditilik dari realisasi per sektor, penerimaan pajak dari hampir semua sektor melemah pada April 2020. Perlemahan paling dalam adalah realisasi penerimaan pajak dari sektor perdagangan Rp 73,92 triliun atau turun 4,83 persen, serta sektor transportasi dan pergudangan Rp 16,97 triliun atau turun 2,95 persen.
Suahasil mengatakan, tekanan terhadap ekonomi saat ini cukup dalam. Oleh karena itu, perkembangan ekonomi akan diamati secara hati-hati dengan mempertimbangkan variabel di luar standar, bukan hanya produksi semen dan penjualan kendaraan bermotor. Variabel lain itu, misalnya, konsumsi listrik setiap daerah.
”Di situasi krisis seperti saat ini variabel yang diperhatikan untuk menghitung proyeksi perekonomian menjadi lebih sensitif,” kata Suahasil.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), awal April, memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 dalam skenario berat 2,3 persen, sementara berdasarkan skenario sangat berat bisa minus 0,4 persen.
Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan perekonomian RI akan tumbuh 0,5 persen pada tahun ini. Proyeksi tersebut mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, sejauh ini pemerintah belum memutuskan adanya pelonggaran PSBB secara nasional atau untuk daerah tertentu. Pelonggaran PSBB akan ditempuh jika tiga syarat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terpenuhi.
Ketiga syarat pelonggaran PSBB, menurut WHO, adalah angka reproduksi virus atau Ro bisa di bawah 1 selama dua minggu, maksimum 60 persen tempat tidur di rumah sakit tersedia untuk perawatan pasien Covid-19, dan kapasitas tes laboratorium cukup dengan jumlah tes per 1 juta penduduk sebanyak 3.500.
”Peta jalan pelonggaran PSBB akan ditempuh bertahap sesuai kesiapan daerah,” kata Suharso dalam telekonferensi pers di Jakarta, Kamis (21/5/2020).
Suharso menambahkan, sejauh ini belum ada kajian dampak pelonggaran PSBB terhadap perekonomian. Meski demikian, pelonggaran PSBB justru perlu dilakukan secara bertahap agar perekonomian kembali pulih. DKI Jakarta menjadi provinsi paling memungkinkan untuk pelonggaran PSBB dan percepatan pemulihan ekonomi.
Sejauh ini belum ada kajian dampak pelonggaran PSBB terhadap perekonomian.
Research Manager Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar berpendapat, rendahnya pertumbuhan penerimaan pajak membuktikan kegiatan ekonomi tengah mengalami gangguan serius akibat Covid-19. Pemungutan pajak tahun ini kemungkinan besar akan sangat berat sehingga potensi penerimaan pajak yang tidak tercapai (shortfall) lebih besar.
”Tahun 2020 menjadi tahun yang sulit bagi perekonomian Indonesia. Pendapatan negara akan menurun cukup dalam, sementara kebutuhan negara justru naik,” ujar Fajry.
Penurunan penerimaan pajak dapat diantisipasi dengan mengoptimalkan penerimaan dari transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Pemerintah telah menetapkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk digital dari luar negeri. Namun, efektivitas pemungutan perlu memperhatikan komunikasi dan keadilan antarpelaku usaha.