Kebijakan ekspor benih lobster dinilai akan menghalangi pengembangan budidaya lobster di Tanah Air. Pemerintah harus memastikan masa ekspor dibatasi dan pengawasan ketat untuk mencegah kebocoran ekspor benih.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan ekspor benih bening lobster dinilai belum mampu mencegah penyelundupan benih. Pemerintah menetapkan kuota penangkapan benih bening lobster 139.475.000 ekor setiap tahun. Namun, kapasitas keramba untuk budidaya lobster masih minim.
Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendy Wong menyebutkan, jumlah keramba jaring apung (KJA) kerapu dan lobster yang masih aktif di Indonesia hanya berkisar 10.000 unit. Jumlah KJA itu dinilai tidak mampu menyerap kuota tangkapan benih tahun ini. Sebaliknya, peluang ekspor benih terbuka lebar.
Daya tebar benih lobster rata-rata 250 ekor untuk KJA berukuran 3 x 3 meter. Dengan kapasitas itu, jumlah benih lobster yang mampu dibudidayakan hanya 2,5 juta ekor atau 1,79 persen dari kuota tangkapan benih setahun. Sementara untuk bisa menyerap 70 persen dari kuota tangkapan benih, butuh setidaknya 400.000 KJA tahun ini.
”Dengan dibukanya keran ekspor benih lobster, tidak ada yang memotivasi pelaku usaha untuk membesarkan lobster di dalam negeri. Pembudidaya lobster akan dibenturkan dengan kepentingan ekspor benih yang memberikan keuntungan instan,” kata Effendy, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan tanggal 4 Mei 2020. Ketentuan itu menggantikan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 56/2016 yang antara lain mengatur larangan penangkapan dan/atau pengeluaran benih lobster.
Effendy menilai Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu kembali ke amanat Presiden RI Joko Widodo untuk membangkitkan perikanan budidaya di dalam negeri. Kebijakan ekspor benih lobster akan menguntungkan Vietnam yang mengandalkan pasokan benih dari Indonesia untuk dibesarkan sehingga memberi nilai tambah.
Ekspor benih lobster akan menguntungkan Vietnam yang mengandalkan pasokan benih dari Indonesia.
Sebaliknya, lobster hasil budidaya di Indonesia dipastikan kalah bersaing dengan Vietnam dalam mengisi pasar China. Produk Vietnam masuk ke China melalui jalan darat, sedangkan produk Indonesia harus menggunakan pesawat dan kena pajak impor hingga 20 persen.
Di tempat terpisah, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengemukakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan tanggal 17 Februari 2020 untuk meminta ekspor benih lobster dihindari. Apabila ekspor benih tetap dipaksakan, harus ditetapkan batas waktu keran ekspor benih lobster demi mendukung budidaya di dalam negeri.
Pemerintah wajib memastikan peta jalan pengembangan budidaya lobster, serta penguatan kelembagaan nelayan benih lobster dalam koperasi sebagai mitra pemerintah dalam penyediaan benih.
Kebijakan ekspor benih lobster tidak akan bisa berdampingan dengan budidaya lobster. Vietnam lebih memilih membeli benih dari Indonesia, dan menjual hasil budidaya ke pasar internasional.
”Kebijakan ekspor benih lobster berpotensi melemahkan budidaya karena tidak ada kepastian peta jalan. Tahapannya pun tidak jelas. Semangat (mengembangkan budidaya lobster) sudah melenceng,” katanya.
Pembudidaya lobster di Desa Ketapang Raya, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Dedy Sopian, mengemukakan, pihaknya berharap pembudidaya tidak kesulitan memperoleh benih jika ekspor benih lobster dibuka. Pembukaan ekspor benih tidak bisa membendung upaya masyarakat ikut menangkap benih untuk ekspor. ”Berkembang pemikiran di masyarakat, kalau tidak ikut menangkap (benih), akan jadi penonton di lautnya sendiri,” ujarnya.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, mengemukakan, penyelundupan benih lobster masih terus berlangsung. Lokasi penangkapan masih di lokasi sentra dan jalur tradisional penyelundupan benih lobster, yaitu di Lombok, Surabaya, Semarang, Jambi, dan Riau.
Dalam kurun Februari-Mei 2020, tercatat 6 kali penyelundupan benih lobster yang digagalkan aparat kepolisian dan bea cukai. Total benih lobster selundupan tersebut sekitar 137.000 benih dengan nilai Rp 17,5 miliar. Pasar gelap penyelundupan benih lobster akan terus berlangsung sekalipun kebijakan ekspor benih dibuka. Kebocoran ekspor benih memerlukan penindakan hukum yang tegas.
”Pengawasan perlu diperkuat, dengan melibatkan masyarakat, untuk mencegah penyelundupan. Penindakan terhadap penyelundupan harus diikuti dengan hukuman yang maksimal,” katanya.