Problem Data Hambat Pencairan Insentif Tenaga Medis
Pemerintah masih belum mencairkan insentif untuk tenaga medis yang bertugas menangani pandemi Covid-19. Problem klasik pendataan menjadi penghambatnya.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih belum mencairkan insentif untuk tenaga medis yang bertugas menangani pandemi Covid-19. Terhambatnya pencairan insentif yang diumumkan sejak dua bulan lalu itu dipicu oleh problem pendataan.
Pada Maret 2020, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pemberian insentif untuk tenaga medis selama enam bulan periode Maret-Agustus. Besaran insentif untuk dokter spesialis Rp 15 juta per bulan, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.
Insentif tenaga medis sudah dialokasikan dalam APBN 2020 dengan total anggaran Rp 5,9 triliun. Alokasi itu belum termasuk santunan kematian bagi tenaga medis senilai total Rp 300 miliar dan bantuan operasional kesehatan (BOK) yang ditambah dari Rp 3,77 triliun menjadi Rp 13,4 triliun.
Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Putut Satyaka menyatakan, saat ini belum ada pencairan insentif untuk tenaga medis karena data penerima belum lengkap. Pemerintah pusat masih menunggu data penerima insentif yang diajukan rumah sakit/unit pelaksana teknis dan pemerintah daerah.
”Saat ini belum ada pencairan sedikit pun. Siapa yang akan dibayar, berapa hari, dan berapa bulan masih menunggu data. Beberapa data sudah masuk dan sedang dilakukan verifikasi,” kata Putut dalam telekonferensi bertajuk ”Kebijakan Dana Alokasi Khusus Non-Fisik Tahun Anggaran 2020” di Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Pencairan anggaran berulang kali terkendala masalah pendataan. Sebelumnya, pemerintah menyatakan, pencairan bantuan sosial langsung tunai dan bantuan sosial untuk penduduk miskin, rentan, dan terdampak Covid-19 sempat terkendala ketiadaan data atau data tidak valid. Bahkan, selama bertahun-tahun Indonesia berkutat pada masalah penerima bantuan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Pintar (JKN-KIS).
Baca juga : Data Penerima Bantuan Sosial Tidak Akurat, KPK Ingatkan Pemda
Menurut Putut, insentif untuk tenaga medis akan segera dicairkan setelah data penerima masuk dan selesai diverifikasi. Sejauh ini belum ditetapkan tenggat pencairan insentif, tetapi pemerintah akan mencairkan dana secepatnya melalui pemerintah daerah. Alokasi anggaran insentif untuk tenaga medis sudah tersedia.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menambahkan, saat ini Kementerian Kesehatan sudah memulai proses verifikasi data dan dokumen penerima insentif tenaga medis yang diajukan rumah sakit/unit pelaksana teknis dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
”Proses penyaluran harus melalui proses verifikasi data yang tidak mudah dan untuk penanganan Covid-19 sebagian besar terpusat di Kementerian Kesehatan,” kata Masyita.
Pemerintah tetap berkomitmen mendukung tenaga medis sebagai garda terdepan penanganan Covid-19. Namun, di sisi lain, akuntabilitas anggaran dan tata laksana pemerintah yang baik (good governance) harus terjaga. Pencairan anggaran kesehatan cukup besar sehingga perlu dikawal agar tepat sasaran.
Baca juga : Realokasi Anggaran Kementerian/Lembaga Berlanjut
Secara total, alokasi anggaran bidang kesehatan untuk penanganan pandemi mencapai Rp 75 triliun, yang antara lain terdiri dari bantuan iuran pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas 3 sebesar Rp 3 triliun, insentif tenaga medis Rp 5,9 triliun, dan belanja penanganan Covid-19Rp 65,8 triliun.
Alokasi anggaran kesehatan senilai Rp 75 triliun jauh lebih kecil dibandingkan dengan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada 2020, anggaran program PEN mencapai Rp 641,17 triliun yang mencakup, antara lain, jaring pengaman sosial, insentif perpajakan untuk dunia usaha, dan tambahan belanja kementerian/lembaga.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, prioritas anggaran penanganan Covid-19 masih condong ke ekonomi dan sosial, bukan kesehatan. Pemerintah mesti menyusun ulang prioritas anggaran penanganan Covid-19.
Alokasi anggaran untuk antisipasi di bidang kesehatan harus ditingkatkan. Bahkan, jika perlu, alokasinya lebih tinggi dari anggaran pemulihan ekonomi nasional. Kecukupan alat pelindung diri dan peralatan kesehatan di daerah harus terjamin. Penambahan anggaran kesehatan sekaligus mengantisipasi rencana pencabutan regulasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Tunggu usulan
Pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas menangani pandemi Covid-19 masih terhambat. Hal ini salah satunya karena pemerintah pusat masih menunggu usulan data penerima insentif dari daerah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, dari total Rp 5,9 triliun yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada 2020 untuk pemberian insentif bagi tenaga medis, baru sekitar Rp 4,17 miliar yang disalurkan. Proses pencairan insentif ini bergantung pada data yang diusulkan pemerintah daerah.
”Sekarang sedang proses pencairan lagi sekitar Rp 8,54 miliar. Sebagian besar yang dicairkan sudah disalurkan ke tenaga kesehatan yang sekarang bertugas di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet. Proses pencairan ini tidak bisa terburu-buru karena harus ada verifikasi dan validasi data,” tuturnya, di Jakarta, Jumat (29/5/2020).
Teknis terkait pemberian insentif tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 278 Tahun 2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19. Aturan tersebut menyebutkan, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian adalah tenaga kesehatan, baik aparatur sipil negara (ASN), non-ASN, sukarelawan Covid-19, maupun tenaga kesehatan yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan atau pimpinan institusi kesehatan.
Adapun besaran insentif yang ditentukan antara lain Rp 15 juta bagi dokter spesialis, Rp 10 juta bagi dokter umum dan dokter gigi, Rp 7,5 juta bagi bidan dan perawat, dan Rp 5 juta bagi tenaga medis lainnya. Sementara tenaga kesehatan di laboratorium akan mendapatkan insentif sebesar Rp 5 juta dan besaran santunan kematian sebesar Rp 300 juta.
Insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 ini akan diberikan terhitung mulai Maret 2020 sampai dengan Mei 2020. Ketentuan ini dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Oscar mengatakan, tidak ada jumlah yang pasti terkait dengan total penerima insentif karena data penerima ini berbasis pada data yang diusulkan oleh daerah. Setelah data tersebut diterima oleh pemerintah pusat, proses verifikasi dan validasi akan dilakukan sebelum pencarian insentif dilakukan.
”Yang pasti tidak boleh ada duplikasi dan tumpang tindih penerima. Jadi harus diteliti betul. Persoalannya bukan hanya cepat atau lambat. Namun, insentif ini betul-betul bisa dipertanggungjawabkan. Meski begitu, semakin cepat (pemberian insentif) akan semakin baik,” kata Oscar.