Kesehatan Jadi Titik Penting di Sektor Transportasi
Berbagai hal perlu disesuaikan dalam normal di bidang transportasi.
Seminar bertajuk ”Kolaborasi Merespons Dampak Pandemi Covid-19 dan Strategi Pemulihan pada Tatanan Normal Baru di Sektor Transportasi” digelar secara virtual pada Selasa (2/6/2020). Acara ini digelar Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Pada seminar itu, Tim Tenaga Ahli Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan pemikiran tentang Perubahan Perilaku Penyelenggaraan Sektor Transportasi; Mengutamakan Nilai Kemanusiaan untuk Ekonomi Lebih Baik.
Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM Agus Taufik Mulyono memaparkan sejumlah tantangan transportasi umum pasca-pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ada tiga dampak Covid-19 terhadap keberlangsungan mobilisasi yang tidak bisa segera diselesaikan.
Pertama, kota adalah yang terdampak paling parah. Pemulihan perekonomian wilayah sangat bergantung pada kedisiplinan dan kepatuhan penduduk kota dan semua pihak untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19, terutama dalam mobilisasi dan transportasi.
Kedua, transportasi umum perkotaan dihantam dari berbagai sisi. ”Jumlah penumpang menurun drastis akibat penjagaan jarak fisik. Pendapatan menurun, sedangkan biaya operasional meningkat karena tuntutan penerapan protokol kesehatan,” kata Agus.
Ketiga, indikasi penurunan subsidi transportasi umum. Hal ini terkait pemasukan pendapatan pemerintah pusat dan daerah yang menurun, sedangkan pengeluaran pelayanan meningkat. Dampaknya, bisa terjadi perpindahan ke angkutan orang ataupun barang yang liar.
Agus menuturkan, Covid-19 telah mengubah paradigma lama, baik secara teori ilmiah maupun kasus di lapangan. Hal yang diharapkan adalah transportasi berkelanjutan, berkesinambungan, berkeselamatan, ramah lingkungan, berkeadilan, bermoral, beretika, humanis, santun, serta beradab manusiawi.
”Itu semua menjadi ’ambyar’ setelah ada Covid-19. Lalu siapa panglima transportasi? Ternyata, di luar dugaan, panglima transportasi kita adalah kesehatan,” kata Agus.
Pada suasana seperti ini, dia menuturkan, menuju normal baru nanti harus dimulai perencanaan dan pemikiran dalam menyusun masukan kebijakan bagi pemerintah menuju transportasi humanitarian. ”Yakni, transportasi yang sehat, bersih, humanis, nyaman, selamat, dan adil,” ujar Agus.
Selain kajian yang disampaikan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, UGM juga mengusulkan dua kajian penting di Indonesia. Pertama, kajian peran transportasi perkeretapian untuk mempercepat distribusi logistik kemanusiaan atau bahan pangan berbasis bencana pandemik.
”(Hal ini) karena kita belum punya model bagaimana menangani bencana pandemik dalam mendistribusikan secara cepat kebutuhan logistik kemanusiaan,” ujar Agus.
Usulan kedua UGM adalah kajian transportasi humanitarian dengan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik dalam mengantisipasi kondisi normal baru pascapandemi Covid-19.
Disiplin ilmu tersistem yang terlibat adalah teknik sipil dan lingkungan (transportasi); arsitektur dan perencanaan (humanitarian); ekonomi bisnis (ekonomi wilayah); teknologi pertanian (logistik pangan), dan sosial politik (sosiologi, pengembangan sosial, kebijakan publik).
Selain itu juga disiplin ilmu kesehatan masyarakat (kesehatan publik); farmasi (kebutuhan obat); budaya (sejarah, wisata, antropologi); psikologi (tekanan sosial); matematika dan ilmu pengetahuan alam (matematika dan statistik); hukum (kepastian regulasi); dan geografi (perencanaan penggunaan lahan).
Baca juga : Tantangan Hadapi Pandemi Covid-19 Tak Mudah
Agus menambahkan, dua kebijakan utama di masa pandemi sudah dikeluarkan, yakni PSBB dan larangan mudik. Keduanya berimplikasi pada tingkat penyebaran Covid-19 dan ekonomi.
”Semua negara bilang normal baru. Akan tetapi, ingat, Indonesia adalah Indonesia. Marilah kita buat kebijakan-kebijakan sesuai gesture dan budaya Indonesia, yakni humanitarian,” kata Agus.
Dia mengatakan, pada masa normal baru nanti diperlukan kebijakan lanjut untuk tujuan kemanusiaan atau humanitarian dan pertahanan ekonomi. ”Kebijakan harus bersifat inovatif sehingga kedua tujuan berjalan berdampingan, tidak saling dikorbankan,” ujar Agus.
Menata ulang
Di sesi tanggapan, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, pelaku usaha perlu membuka diri atau menata ulang bisnis secara struktural, mendasar, dan menyeluruh.
”Kami perlu strategi baru, visi dan misi baru, yang mengadopsi inovasi dan teknologi. Kami juga perlu merumuskan ulang produk, branding, pemasaran, dan bahkan struktur keuangan perusahaan,” kata Yukki.
Yukki menyampaikan, survei kecil di internal DPP ALFI yang beranggotakan 3.412 anggota, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing, itu menunjukkan pandangan bahwa situasi akan kembali ke normal pada akhir tahun 2020, bahkan pada 2021.
”Kami, untuk kembali ke normal, juga menyusun beberapa konsep yang kami sebut Indonesia Transport System. Ada berbagai pilar, mulai manusia, logistik, kemakmuran ekonomi, hingga keberlanjutan pembangunan,” kata Yukki.
Kompleksitas angkutan barang tidak setinggi angkutan orang. Meski demikian, regulasi harus dievaluasi untuk kepentingan bersama yang lebih baik. Apalagi, pada 2025, Indonesia akan masuk era ASEAN Connectivity. ”Jadi, menurut pendapat saya, sekalian saja. Kita memerlukan redesain ulang kebijakan transportasi di Indonesia,” katanya.
Deputi Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Ridwan Djamaluddin menyebutkan, pandemi Covid-19 memaksa manusia mengubah cara hidup. ”Teknologi menjadi kunci. Kita akan sangat mengandalkan teknologi. Manusia juga semakin independen,” katanya.
Transportasi merupakan sektor yang menjadi pengendali laju infeksi Covid-19. Disiplin dan perilaku masyarakat menerapkan protokol kesehatan pun menjadi kunci untuk mencegah penularan virus.
Transportasi merupakan sektor yang menjadi pengendali laju infeksi Covid-19
Ridwan mencontohkan, terkait aspek hukum, ketika diberlakukan larangan mudik, saat dibuat surat edaran dari gugus tugas ataupun kementerian belum terpikirkan praktik pemalsuan surat perjalanan dinas dan pemalsuan surat keteragan negatif Covid-19. ”Hal-hal seperti ini tidak mudah, tapi merupakan realitas kehidupan sehari-hari,” katanya.