Agar Tapera dapat membantu ASN membeli rumah, ASN perlu diberi insentif agar bunga kredit yang dikenakan tidak terlalu tinggi, sekitar 8 persen per tahun atau setidaknya di bawah 10 persen.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tabungan Perumahan Rakyat diharapkan dapat membantu aparatur sipil negara untuk memiliki rumah. Karena itu, skema pembiayaan atau kredit pemilikan rumah diminta tidak memberatkan aparatur sipil negara.
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (4/6/2020), mengatakan, skema mengiur tiap bulan untuk bantuan perumahan bagi aparatur sipil negara (ASN) bukanlah hal baru. Sebelum Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dibentuk, penghasilan ASN telah dipotong oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS).
”Sejak Bapertarum, (penghasilan) PNS sudah dipotong meski besaran potongannya kecil. Karena kecil, relatif tidak terasa, bantuan yang diterima juga tidak terasa. Akhirnya banyak PNS tidak mengambil jatah untuk membeli rumah. Jadi sebenarnya tidak terlalu berdampak bantuan itu bagi ASN,” kata Zudan.
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat mengharuskan kembali aparatur ASN membayar iuran. Saat ini, besaran iuran masih akan dikoordinasikan lintas kementerian.
Melalui aturan itu, Badan Penyelenggara (BP) Tapera akan mulai menarik iuran kepada ASN, prajurit TNI dan Polri, pegawai badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, serta karyawan swasta untuk dikelola sebagai tabungan perumahan. Iuran akan diambil dari upah bulanan para peserta sebesar 3 persen, yakni 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen dari pekerja.
Menurut Zudan, agar Tapera dapat membantu ASN membeli rumah, salah satu yang diperlukan adalah tenor atau jangka waktu kredit pemilikan rumah (KPR) mesti panjang. Semisal, tenornya sampai 30 tahun. Selain itu, ASN perlu diberi insentif agar bunga kredit yang dikenakan tidak terlalu tinggi, sekitar 8 persen per tahun atau setidaknya di bawah 10 persen.
Hal itu dapat dilakukan melalui kerja sama dengan bank tertentu, seperti bank pemerintah. Dengan demikian, beban peserta atau ASN dapat menjadi lebih ringan.
”Itu akan sangat membantu karena banyak ASN kita yang masih belum punya rumah. Mereka masih mengontrak, seperti ada ASN golongan III,” ujar Zudan.
ASN perlu diberi insentif agar bunga kredit yang dikenakan tidak terlalu tinggi, sekitar 8 persen per tahun atau setidaknya di bawah 10 persen.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dwi Wahyu Atmaji menambahkan, penetapan besaran iuran membutuhkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu). Setelah itu, aturan baru bisa diberlakukan bagi seluruh ASN aktif. Pada tahap awal, terdapat sekitar 4,3 juta peserta Tapera.
”Setahu saya, hanya perlu Permenkeu untuk menentukan besaran iurannya. Sebelum terbit Permenkeu, Menteri Keuangan sekaligus berkoordinasi dengan Menpan dan RB,” kata Wahyu.
Sebelumnya, Menpan dan RB Tjahjo Kumolo mengatakan masih berkoordinasi dengan instansi lain terkait penerapan PP Tapera. Pada Pasal 15 Ayat (5) PP No 25/2020, dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran iuran peserta diatur oleh menteri yang membawahkan bidang kepesertaan, termasuk Menpan dan RB.