Program tabungan perumahan rakyat dinilai perlu dikelola secara transparan agar dana yang dihimpun dari masyarakat itu tidak disalahgunakan. Tabungan perumahan tersebut perlu menjangkau pekerja informal.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020. PP ini seperti petunjuk teknis bagi Badan Pengelola Tapera dalam melaksanakan tugas.
Adapun BP Tapera dibentuk tiga tahun setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat diundangkan pada Maret 2016.
Dalam PP No 25/2020, yang ditandatangani Presiden di tengah kondisi pandemi Covid-19, disebutkan tentang pengelolaan tapera. Pengelolaan yang meliputi pengerahan dana, pemupukan dana, dan pemanfaatan dana untuk menjamin tujuan tapera tercapai secara efektif dan efisien.
Pada bagian penjelasan PP No 25/2020 yang dikutip pada Minggu (7/6/2020) disebutkan, tujuan pengelolaan tapera adalah menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.
”Tapera disiapkan sebagai salah satu alternatif sumber dana murah jangka panjang dalam rangka pembiayaan perumahan,” demikian sebagian isi penjelasan PP No 25/2020.
Menanggapi PP No 25/2020 itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menyatakan siap mendukung Tapera. Tapera diharapkan menekan angka kekurangan rumah (backlog) di Indonesia. Tapera juga diharapkan mendorong pasokan rumah bersubsidi semakin meningkat dan merata.
”Tapera diharapkan bisa mengisi kelangkaan kuota rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Di samping itu, menjangkau pembiayaan perumahan untuk pekerja berpenghasilan tidak tetap,” kata Daniel.
Tapera disiapkan sebagai salah satu alternatif sumber dana murah jangka panjang dalam rangka pembiayaan perumahan
Ia menambahkan, selama ini tidak ada kepastian kuota pembiayaan rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Pada 2017, penyaluran FLPP untuk pemenuhan 225.000 unit dan pada 2018 sebanyak 252.000 unit. Namun, pada 2019, pemerintah mengalokasikan FLPP hanya 68.800 unit sehingga kebutuhan pembangunan rumah tidak terpenuhi.
Pada tahun ini, pemerintah menyalurkan dana FLPP sebesar Rp 11 triliun untuk pembiayaan 102.500 rumah bersubsidi. Namun, anggaran itu masih dipotong Rp 2 triliun untuk menutupi tambahan pembiayaan FLPP sebesar 15.000 unit pada 2019. Akibatnya, dana Rp 9 triliun dinilai masih kurang untuk memenuhi pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
Pasal 63 PP No 25/2020 menyebutkan, dana tapera salah satunya bersumber dari dana FLPP sebagai tabungan pemerintah pada BP Tapera. Adapun Pasal 64 menyebutkan, pengalihan dana FLPP ke dalam dana Tapera dilaksanakan paling lambat pada 2021.
Menurut Daniel, kebutuhan pembangunan rumah bersubsidi berkisar 200.000-250.000 unit per tahun. Pengembang siap memasok rumah sesuai permintaan. Namun, permintaan harus ditopang kuota pembiayaan rumah bersubsidi yang memadai.
Permintaan harus ditopang kuota pembiayaan rumah bersubsidi yang memadai.
Transparan
Pengembang berharap program tabungan perumahan rakyat dikelola secara transparan untuk pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pengelolaan dana tapera diharapkan tidak membuka celah penyalahgunaan uang rakyat.
Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida mengemukakan, dana rakyat yang dihimpun ke dalam tabungan perumahan rakyat perlu dikelola secara transparan untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Pengelolaan dana lewat manajemen aset dikhawatirkan berujung kekacauan pengelolaan anggaran.
Ia menilai, tapera sebaiknya dikelola untuk pembiayaan sekunder perumahan dengan melibatkan BUMN Sentra Multigriya Finansial sehingga menghasilkan dana murah untuk penyaluran KPR. Selain itu, bisa dikelola perbankan untuk memperluas cakupan KPR bersubsidi.
”Tapera diperuntukkan untuk menghimpun dana murah untuk program KPR jangka panjang. Diharapkan dana ini justru tidak beralih ke investasi jangka panjang yang tidak jelas dan melenceng,” katanya.
Totok berpendapat, tabungan perumahan rakyat akan menambah potongan gaji bagi pekerja ataupun potongan iuran bagi perusahaan. Total seluruh potongan atau iuran bulanan untuk pekerja sebesar 6,5 persen, sedangkan pengusaha 18,74 persen. Potongan itu mencakup, antara lain, jaminan hari tua, BPJS Ketenagakerjaan, dana pensiun, cadangan pesangon, serta Tapera.
Sementara itu, kekurangan rumah (backlog) didominasi kelompok masyarakat berpenghasilan tidak tetap (non-fixed income), termasuk pelaku usaha mikro kecil menengah, pekerja informal, dan karyawan kontrak. Kelompok masyarakat ini diharapkan bisa tersentuh pembiayaan. Komposisi pekerja dengan berpenghasilan tidak tetap mencapai 85 persen dari total pekerja.
Mengutip komisioner BP Tapera, Adi Setianto, 13 juta pekerja ditargetkan bisa menjadi peserta Tapera. Program ini diharapkan mengurangi angka kekurangan rumah di Indonesia dengan menjadi solusi penyediaan pembiayaan perumahan jangka panjang dengan sumber dana murah.