Tak Semua Perusahaan Bisa Sediakan Angkutan untuk Karyawan
Tidak semua pelaku usaha mampu menyediakan fasilitas transportasi bagi karyawannya di tengah tuntutan menjalankan protokol kesehatan di era normal baru. Imbauan menyediakan fasilitas itu menjadi tantangan tersediri.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terhitung mulai 8 Juni 2020, pemerintah mengaktifkan kembali sejumlah kegiatan industri dan perkantoran dengan protokol kesehatan ketat, salah satunya imbauan bagi pelaku usaha untuk menyediakan fasilitas transportasi bagi karyawannya. Hal ini menjadi tantangan bagi sejumlah pelaku usaha.
Imbauan untuk menyediakan fasilitas transportasi pergi-pulang dari hunian ke tempat kerja bagi pegawai tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan (SK Menkes) Nomor Hk.01.07/Menkes/328/2020. Transportasi umum masih berisiko menjadi area penularan Covid-19.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta W Kamdani, tidak semua pelaku usaha dan industri dapat memberikan dan menyediakan fasilitas transportasi itu. ”Pengadaan fasilitas transportasi ini membutuhkan modal,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (7/6/2020).
Oleh sebab itu, pelaku usaha cenderung menerapkan sistem pergiliran sif kerja. Contohnya, jam masuk kerja yang tak seragam. Harapannya, sistem ini dapat mengurangi kepadatan perjalanan karyawan.
Terkait dengan jumlah tenaga kerja yang masuk ke kantor dan acuan kapasitas terisi 50 persen, Shinta mengatakan, aturan teknisnya bergantung pada jenis dan sektor usaha masing-masing. Tiap pelaku usaha melihat aspek fungsi dan deskripsi kerja. Apabila ada fungsi dan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan tidak dari kantor, pelaku usaha akan menerapkan kerja dari tempat tinggal bagi karyawan yang bersangkutan.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal juga menyatakan, perusahaan juga menerapkan sistem jam masuk kerja yang tak serentak. Tujuannya mengurangi kepadatan perjalanan karyawan.
Meskipun demikian, kata Awaludin, Perum Bulog telah mengkaji titik-titik krusial dalam proses bisnisnya untuk menyikapi kenormalan baru dalam menghadapi pandemi Covid-19. Titik-titik krusial yang dimaksud ialah proses bisnis yang melibatkan pertemuan dengan perwakilan pihak lain atau yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia Tutum Rahanta menyebutkan, aktivitas yang dimulai 8 Juni diperuntukkan bagi ritel yang berdiri sendiri atau tidak berada di pusat perbelanjaan. Aktivitas ritel di pusat perbelanjaan akan mulai pada 15 Juni.
Tutum menyatakan, pelaku ritel sadar adanya potensi penularan Covid-19 di transportasi umum. ”Oleh sebab itu, pemerintah (dan penyelenggaran transportasi umum) mesti meningkatkan jumlah armada sebanyak dua kali lipat atau memperbanyak frekuensi perjalanan untuk menghindari penumpukan atau kerumuman penumpang,” tuturnya saat dihubungi, Minggu.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 dierbitkan untuk menyiapkan dunia usaha dan dunia kerja menyambut transisi kehidupan normal baru. Dalam regulasi itu, pelaku usaha dan industri diminta menyiapkan protokol kesehatan baru yang lebih ketat untuk tetap beroperasi di tengah pandemi.
Perusahaan, antara lain, diminta mewajibkan pekerja menggunakan masker, membersihkan area kerja dengan cairan disinfektan selama empat jam sekali, serta meminta pekerja yang baru kembali dari perjalanan dinas dari daerah atau negara yang terjangkit Covid-19 untuk mengarantina diri secara mandiri.
Perusahaan juga diminta menyediakan fasilitas cuci tangan, membentuk tim penanganan Covid-19, serta menyediakan transportasi khusus bagi pekerja untuk pergi-pulang ke kantor dari tempat tinggal.