Pemerintah mengakui upaya menurunkan kasus penularan Covid-19 tidak bisa mengesampingkan masalah penurunan daya beli. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tumbuh 0 persen lebih rendah dari skenario.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aspek kesehatan dan ekonomi bukan pilihan bagi pemerintah. Keduanya menjadi prioritas kebijakan yang akan dieksekusi secara bertahap dan hati-hati selama masa pandemi Covid-19.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Selasa (9/6/2020), menuturkan, tidak ada kebijakan dilematis antara memilih kesehatan atau ekonomi dalam kondisi saat ini. Upaya menurunkan kasus penularan Covid-19 tidak bisa mengesampingkan masalah penurunan daya beli.
Dampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 12 minggu terhadap penurunan daya beli cukup signifikan. Rata-rata perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengurangi jam kerja hingga 50 persen pegawainya.
”Pemutusan dan pengurangan jam kerja ini memengaruhi ekonomi rakyat,” ujarnya dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Riset Bappenas menunjukkan, penurunan daya beli di 17 subsektor manufaktur mencapai Rp 40 triliun selama PSBB periode pertengahan Maret hingga awal Juni 2020. Penurunan daya beli itu akibat pengurangan jam kerja terhadap separuh tenaga kerja atau sekitar 5 juta orang.
”Hanya karena kehilangan jam kerja selama PSBB efek berantainya luar biasa,” katanya.
Menurut Suharso, dunia akan menghadapi era normal baru karena pandemi Covid-19 diperkirakan berlangsung lama. Di satu sisi, mobilitas dan interaksi antarmanusia akan berkurang untuk mengendalikan penyebaran virus. Namun, di sisi lain, penurunan mobilitas diupayakan tidak mengurangi jam kerja.
Beberapa negara sudah menerapkan sistem pengupahan berdasarkan jam, bahkan menit selama bekerja. Jam kerja dinilai menjadi hitungan paling tepat untuk berbagai kondisi mulai dari era digital, konvensional, hingga saat mobilitas terbatas.
”Ini menjadi solusi agar ekonomi bisa tetap tetap bergerak dan kasus penularan Covid-19 berkurang. Mobilitas rendah bukan berarti jam kerja turun. Ini yang mesti kita rebut dan bicarakan bersama,” kata Suharso.
Suharso menambahkan, pemerintah masih mengupayakan pemulihan ekonomi berbentuk V (V shape). Kontraksi ekonomi diperkirakan terjadi pada triwulan II dan III-2020. Namun, pertumbuhan ekonomi kembali positif pada triwulan IV-2020 seiring pelonggaran PSBB dan pembukaan kegiatan ekonomi secara bertahap.
Pekan lalu, Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri berpendapat, PSBB memang tidak mungkin lama. Namun, pelonggaran PSBB harus dibarengi kesiapan seluruh elemen dan kalkulasi kebijakan yang akurat. Persiapan itu bukan hanya dari aspek ekonomi, melainkan juga kesehatan dan sosial masyarakat.
Selama ini, isu yang digulirkan pemerintah adalah kapan PSBB dilonggarkan atau protokol normal baru diberlakukan. Padahal, yang dibutuhkan investor saat ini adalah program yang jelas agar pelonggaran PSBB dan penerapan protokol normal baru bisa mempercepat pemulihan ekonomi.
”Indonesia saat ini seperti sedang maraton. Napas perekonomian memang harus dijaga jangan sampai hilang karena bisa ambruk. Kalau ekonominya ambruk, sosial masyarakatnya juga jatuh,” kata Yose.
Bank Dunia, dalam Laporan Prospek Ekonomi Global, yang dirilis Senin (8/6/2020) malam, kembali mengoreksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini menjadi minus 5,2 persen. Bank Dunia menyebut hal ini merupakan resesi terparah sejak Perang Dunia II. Kontraksi ekonomi juga dipengaruhi arus modal keluar tertinggi sejak tahun 1870.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di negara maju diperkirakan merosot menjadi minus 7 persen akibat gangguan di sisi permintaan, penawaran, perdagangan, dan pembiayaan. Adapun pertumbuhan ekonomi rata-rata negara berkembang menjadi minus 2,5 persen, atau kontraksi pertama dalam 60 tahun terakhir.
”Langkah pertama yang harus ditempuh negara-negara di dunia adalah mengatasi masalah kesehatan dan darurat ekonomi. Di luar itu, komunitas global harus bersatu mencari jalan bersama untuk mempercepat pemulihan ekonomi agar tidak semakin banyak orang jatuh miskin dan menganggur,” ujar World Bank Group Vice President for Equitable Growth, Finance and Institutions Ceyla Pazarbasioglu, dalam keterangan tertulisnya.
Langkah pertama yang harus ditempuh negara-negara di dunia adalah mengatasi masalah kesehatan dan darurat ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 0 persen. Proyeksi terbaru ini lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,1 persen. Dalam skenario buruk, Bank Dunia memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh minus 3,5 persen pada 2020. Kedalaman kontraksi ekonomi sangat dipengaruhi kondisi global.
Meski demikian, perekonomian Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia Timur dan Pasifik yang mayoritas tumbuh minus, seperti Malaysia minus 3,1 persen, Filipina minus 1,9 persen, dan Thailand minus 5 persen. Pertumbuhan ekonomi Vietnam masih positif 2,8 persen.
Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi global akan kembali pulih pada 2021. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan diperkirakan sebesar 4,2 persen. Ekonomi negara maju akan tumbuh 4,2 persen dan negara-negara berkembang 4,6 persen.
Namun, pertumbuhan ekonomi pada 2021 bisa mencapai angka tersebut jika pandemi Covid-19 dapat terus ditekan. Jika pandemi terus berkepanjangan, prospek pertumbuhan ekonomi menjadi semakin tidak pasti. Ini dapat semakin menekan kondisi fiskal setiap negara, perdagangan global, dan rantai pasok global.