Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan aturan untuk mengatur aktivitas masyarakat sesuai protokol kesehatan setelah pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar berakhir Senin (8/6/2020).
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Setelah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Surabaya berakhir pada Senin, 8 Juni 2020, pemerintah kota setempat mulai menyusun peraturan untuk mengatur aktivitas publik agar sesuai dengan protokol kesehatan. Warga diminta tidak lengah dan terus saling mengingatkan agar mematuhi protokol kesehatan.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto, di Surabaya, Selasa (9/6/2020), mengatakan, pihaknya sedang menyusun peraturan wali kota sebagai acuan dalam mengatur aktivitas kegiatan masyarakat saat pandemi Covid-19. Peraturan itu mengatur secara teknis kegiatan agar sesuai dengan protokol kesehatan. ”Mungkin dalam dua hari ini aturan bisa diterbitkan,” katanya.
Pengawasan akan diperketat agar tidak ada yang melanggar. Sanksi juga disiapkan bagi pelanggar.
Irvan menyebutkan, warga bisa kembali menjalankan aktivitas dengan memperhatikan protokol kesehatan. Kegiatan seperti makan di rumah makan dan ojek daring yang dilarang saat PSBB kini kembali diperbolehkan dengan mengikuti protokol kesehatan. Untuk mengatur kegiatan-kegiatan itu, Pemkot Surabaya telah mengundang sejumlah perwakilan dari dunia usaha untuk merumuskan aturannya.
”Pengawasan akan diperketat agar tidak ada yang melanggar. Sanksi juga disiapkan bagi pelanggar,” ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengingatkan, meskipun Surabaya tidak lagi menerapkan PSBB, warga harus tetap mengikuti protokol kesehatan karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Warga tidak boleh lengah dalam menerapkan protokol kesehatan dan diminta agar saling mengingatkan satu sama lain apabila terjadi pelanggaran.
”Kalau kemarin selama PSBB sudah ikuti protokol, kini harus lebih disiplin. Jangan lengah karena pandemi Covid-19 ini belum berakhir,” ucap Risma.
Jangan lengah
Beberapa tempat usaha sudah mulai menerapkan protokol kesehatan, seperti memasang pembatas mika di kasir dan membatasi jumlah pengunjung. Salah satunya di pusat perbelanjaan yang mewajibkan semua pengunjung mengenakan masker, melewati bilik disinfektan dan pemeriksaan suhu tubuh, membedakan jalur pengunjung, serta membatasi jumlah pengunjung masuk ke gerai.
Di tempat usaha, pengawasan akan dilakukan berlapis. Pengelola pusat perbelanjaan wajib memastikan semua gerai mengikuti protokol kesehatan. Jika pengelola tidak menindak pelanggar, pengelola pusat perbelanjaan akan mendapat sanksi.
Begitu pula di perkampungan, warga agar mengingatkan satu sama lain. Jika ada warga yang tidak mengenakan masker, petugas yang berjaga di gerbang kampung harus tegas melarang masuk karena setiap keluar dari rumah warga sudah diwajibkan mengenakan masker.
Namun, belum semua warga mematuhi protokol kesehatan. Warga Dukuh Kupang, Fitria Madia, mengatakan, warga sekitar terkadang tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Dia juga masih melihat warga berkerumun tanpa memperhatikan jarak minimal 2 meter. ”Saya memilih menjauhi kerumunan karena khawatir terjadi penularan,” katanya.
Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga Bagong Suyanto menilai, pendekatan komunitas dalam mengingatkan warga mematuhi protokol kesehatan perlu diperkuat. Kesadaran akan muncul ketika sering diingatkan oleh komunitasnya daripada paksaan oleh petugas.
”Jika ada insentif atau penghargaan, kemungkinan kepatuhan lebih baik daripada memaksa dengan ancaman hukuman,” ucapnya.