Penolakan Warga Ambon terhadap Tes Cepat Covid-19 Jadi Pelajaran Berharga
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon menyatakan, aksi penolakan tes cepat dipengaruhi oleh provokasi dari oknum tertentu. Sementara warga menuduh ada ketidakberesan dalam penanganan Covid-19.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon menyatakan, aksi penolakan tes cepat Covid-19 di Kelurahan Silale dipengaruhi oleh provokasi dari oknum-oknum tertentu. Sementara warga menuduh ada ketidakberesan dalam penanganan Covid-19 di daerah itu. Penolakan tersebut harus dijadikan pelajaran berharga.
”Ada misinformasi dan juga provokasi. Waktu itu petugas hendak memeriksa tiga orang yang terlibat kontak erat dengan salah satu pasien. Ternyata isu yang beredar adalah akan dilakukan rapid test untuk semua warga di salah satu RT (rukun tetangga),” ujar juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon, Joy Adriaansz, di Ambon, Rabu (10/6/2020).
Aksi penolakan terjadi pada Kamis (4/6/2020) pagi. Warga menolak dengan cara memalang lorong masuk menuju permukiman. Mereka berdiri menghadang petugas sambil berteriak meminta petugas pulang. Mereka membawa alat peraga berupa poster yang bertuliskan pengusiran. Aksi beberapa menit itu akhirnya dapat direndam oleh aparat keamanan.
Ada misinformasi dan juga provokasi. Waktu itu petugas hendak memeriksa tiga orang yang terlibat kontak erat dengan salah satu pasien. Ternyata isu yang beredar adalah akan dilakukan rapid test untuk semua warga di salah satu rukun tetangga.
Pada Sabtu, tiga orang yang batal dites itu datang ke Puskesmas Valentine untuk menjalani pemeriksaan. Tiga orang itu adalah keluarga pasien atas nama A (21) yang menurut hasil tes swab dinyatakan positif Covid-19. ”Tiga orang itu tidak jadi ikut tes cepat, tetapi langsung tes swab. Hasilnya belum keluar,” kata Joy.
Joy meminta masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah dalam menekan laju peningkatan kasus Covid-19 di Ambon. Ambon menjadi titik terparah. Dari 315 kasus di Maluku, 248 kasus di antaranya terdapat di Ambon. Angka reproduksi (R0) di Ambon saat ini 1,5. Artinya, satu pasien berpotensi menulari 1,5 orang.
Namun, menurut penelusuran Kompas, penolakan tes cepat juga disebabkan banyak faktor, salah satunya efek sosial yang timbul atas hasil tes. Menurut pengalaman warga, banyak orang dengan hasil reaktif akan dikucilkan. ”Ada kegelisahan. Warga masih menganggap bahwa virus korona ini seperti aib,” ujar Mato (42), warga Kelurahan Silale.
Setiap warga yang hasil tesnya reaktif diminta untuk mengikuti karantina terpusat di tempat yang disediakan pemerintah. Pelayanan petugas di tempat karantina, seperti makanan, mengecewakan. Selama masa karantina, mereka juga tidak bisa bekerja. Banyak dari mereka adalah buruh serabutan dan pekerja dengan upah harian, sementara mereka memiliki tanggungan keluarga.
Selain itu, banyak juga warga yang mengaku terlalu lama menunggu hasil tes swab. Paling cepat satu minggu. ”Hasil tes swab warga sampai dua atau tiga minggu, sementara hasil tes swab salah satu istri pejabat hanya dua hari. Ini kan tidak adil,” kata Muin (42), keluarga dari salah satu pasien positif Covid-19 di Kelurahan Waehaong.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengatakan, penanganan Covid-19 di Kota Ambon terus dievaluasi setiap hari, termasuk juga pelaksanaan pembatasan kegiatan masyarakat yang sudah memasuki hari ketiga pada Rabu hari ini. ”Terkadang penerapan saat pelaksanaan di lapangan berbeda dengan rencana ideal,” katanya.