Enggartiasto: Pandemi Covid-19 Jadi Momen Benahi Industri Nasional
Saat pandemi covid-19, industri nasional terganggu karena tergantung pada bahan baku impor. Ketergantungan itu harus diminimalkan dengan menggenjot produksi dalam negeri, baik dari bahan baku hingga bahan jadi.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat perekonomian semua negara di dunia mengalami kelesuan. Tidak ada negara yang betul-betul aman secara ekonomi karena semua terhubung dalam satu rantai pasok global yang saling bergantung satu sama lain. Namun, kondisi itu harus menjadi momen bagi Indonesia untuk membenahi sistem industri nasional.
”Jadi, jika komoditas tertentu di suatu negara terganggu, dampaknya juga dirasakan oleh negara lain karena keterhubungan global supply chain (rantai pasok) yang sangat erat,” kata Enggartiasto Lukita, Menteri Perdagangan periode 2014-2019, saat berbicara di webinar bertajuk ”Mempersiapkan Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12, Selasa (20/6/2020) di Jakarta.
Enggar memberi contoh, pabrik otomotif Indonesia saat ini mengalami kesulitan. Hal itu terjadi karena meskipun produksi mobil dilakukan di Indonesia, sebagian besar komponen dipasok dari negara lain, seperti dari Wuhan, China. Maka sejak Wuhan dikarantina, mereka mengalami kesulitan. Menurut Enggar, ketergantungan ini juga terjadi di industri lain, baik di industri makanan-minuman, otomotif, maupun kesehatan.
”Ketergantungan terhadap pasokan dari negara lain ini harus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah dan pengusaha harus bersinergi untuk membenahinya. Pandemi ini harus jadi momentum untuk melakukan evaluasi. Pelajarannya, ke depan ketergantungan itu harus diminimalkan dengan menggenjot produksi dalam negeri, baik dari bahan baku maupun bahan jadinya, sehingga secara ekonomi, kita bisa mandiri dan betul-betul kuat,” kata Enggar.
Dibandingkan dengan banyak negara yang mengalami resesi, kata Enggar, Indonesia cukup beruntung karena pertumbuhan Indonesia masih positif. Di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, pertumbuhan ekonominya sudah negatif. Keberuntungan itu harus dijaga dengan memperkuat faktor-faktor penopang.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, industri alas kaki di Indonesia merupakan salah satu yang terpukul dampak pandemi Covid-19 karena pasokan sebagian bahan bakunya terganggu dan permintaan pasar juga turun drastis. Sekitar 500 ribu pekerja di industri alas kaki terpaksa dirumahkan meskipun tidak semua di-PHK.
Industri farmasi mengalami peningkatan permintaan, tetapi terganggu ketersediaan bahan baku yang harus diimpor dari luar negeri. Harganya juga naik 400 persen sehingga memengaruhi harga jual. Di sisi lain, aliran dana juga terhambat karena ada utang BPJS yang belum dibayar ke rumah sakit sehingga berdampak juga pada pembayaran dari rumah sakit ke industri farmasi.
Ruslan juga mengingatkan agar para pelaku industri nasional mau memproduksi bahan baku sehingga industri pengolahan tidak tergantung pada bahan baku impor. Komoditas bahan mentah juga harus bisa diolah di dalam negeri sebelum diekspor sehingga Indonesia mendapat nilai tambah. Dengan demikian, industri Indonesia mampu bertahan dan terus tumbuh pada saat penuh tekanan seperti saat ini.
Menurut Enggar, pemerintah dan dunia usaha juga perlu bersinergi untuk memperbesar ekspor ke negara-negara lain. Saat ini, banyak negara memproteksi perekonomian dalam negeri masing-masing dan mengurangi impor. Namun, peluang ekspor Indonesia masih tetap terbuka karena rantai pasok di negara-negara lain tetap memerlukan komoditas dan barang produksi Indonesia.
”Sinergi pemerintah dan pengusaha ini sangat penting. Pemerintah tidak bisa hanya membuka pasar terus membiarkan pengusaha bergerak sendiri. Pemerintah juga harus membantu dan mendorong pengusaha, baik dalam mencari peluang pasar hingga memasok barang,” kata Enggar.
Enggar mengakui tidak mudah menjaga ekonomi di masa pandemi. Namun, jika semua pihak bersinergi, terutama pemerintah dan pengusaha, kesulitan ekonomi bisa diatasi. ”Kita harus siap untuk kondisi ini. Tentu tak hanya memasrahkan tanggung jawab kepada pemerintah. Kita, semua komponen bangsa, harus bergerak bersama dan bersinergi. Kita tidak bisa berpangku tangan,” kata Enggar.
Pasar tradisional
Enggar meminta pemerintah menjaga perputaran ekonomi di tingkat bawah. Salah satunya dengan menjaga pasar tradisional. Ekonomi rakyat, kata Enggar, sebagian besar digerakkan oleh pasar tradisional. Saat ini, dalam kondisi pandemi, pasar tradisional harus tetap berjalan tetapi dengan protokol kesehatan yang ketat.
”Misalnya, diatur jalan dan jaraknya. Pasar tradisional memang membutuhkan keahlian khusus untuk mengaturnya, tetapi ini harus dilakukan karena pasar jantung ekonomi rakyat. Harus ada pendaftaran pedagang, pengaturan PKL (pedagang kaki lima), misalnya dengan sistem ganjil genap, jadi penjualnya digilir. Sistem serupa juga bisa dipakai di pasar modern. Intinya, protokol kesehatan harus diterapkan, tetapi ekonomi juga berjalan,” kata Enggar.