Waspadai Penipuan, UMKM Harus Tingkatkan Kemampuan
Pasar digital yang menjadi lapak baru di tengah pandemi Covid-19 semakin diminati pelaku UMKM. Meski memudahkan kegiatan traksaksi, pelaku UMKM harus tetap waspada terhadap penipuan berkedok pemesanan produk.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
Pasar digital yang sedang naik daun di tengah pandemi coronavirus disease atau Covid-19 membuat pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah konvensional mulai mengalihkan lapaknya. Peralihan yang harus disertai dengan kemampuan memahami dunia digital.
Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencatat, selama masa pandemi Covid-19, ada peningkatan jumlah pelaku usaha yang bertransformasi ke digital, dari 13 persen menjadi 25 persen. Artinya secara jumlah, ada sekitar 16 juta pelaku UMKM dari total 64,19 juta pelaku usaha yang sudah masuk dalam pasar digital.
Yuni Widyastuti (45), pelaku UMKM di daerah Depok, Jawa Barat, yang sudah sekitar lima tahun berjualan strudel dan bolen, dalam dua tahun terakhir mulai merambah ke pasar digital. Namun, ia mengakui ketidakpahaman dengan seluk-beluk dunia digital membuatnya menjadi korban penipuan saat bertransaksi secara dalam jaringan (daring).
Penipu yang mengaku sebagai pembeli dengan inisial SSA, kata Yuni, menggunakan pembayaran melalui dompet digital (e-wallet). Ia pun tidak memahami prosesnya dan kemudian mengikuti arahan SSA sampai akhirnya terkuras Rp 9,2 juta dari tabungannya.
”Selama ini saya tahu-nya hanya mobile banking yang untuk transfer atau menerima bukti transfer dari pembeli. Jadi benar-benar enggak tahu kalau ada dompet digital,” ujar Yuni saat dihubungi Kompas, Kamis (11/6/2020).
Melalui pengalaman ini, Yuni menyadari pentingnya memahami istilah-istilah dalam transaksi digital. Salah satunya kode one time password (OTP) yang tidak boleh diberikan kepada siapa pun.
”Sekarang saya jadi belajar terus untuk mengenal apa itu dompet digital, apa itu OTP, supaya enggak kena tipu lagi. Soalnya, penjualan online ini sangat membantu usaha, tetapi memang kita pun harus waspada,” katanya.
Yuni kemudian membagikan pengalamannya kepada para pelaku UMKM lain. Pengalaman yang merupakan pelajaran berharga ternyata membuahkan hasil untuk menyelamatkan pelaku UMKM lain.
Tuti Purwanti (40), pelaku UMKM di daerah Depok, pada awal Juni 2020 juga mendapatkan pesanan minuman herbal dari SSA. Melalui pesan Whatsapp, Tuti diminta mengisi nomor seri ATM penerima, jumlah pembayaran, dan kode SMS penerima.
“Saya langsung ingat pengalaman Ibu Yuni yang dibagikan lewat grup Whatsapp UMKM se-Kota Depok. Kemudian saya samakan foto profil, nomor telepon, dan alamat (SSA), ternyata sama,” kata Tuti.
Menurut Tuti, pelaku usaha harus tetap waspada, jangan sampai terlena dengan pesanan tanpa memverifikasi ulang. ”Kita jangan ceroboh dan harus terus membuka diri untuk mengetahui perkembangan teknologi karena sekarang kita berjualan di pasar digital,” ucapnya.
Tak hanya melalui Whatsapp, SSA juga mencoba mencari korban lain melalui Instagram. Pengalaman ini dialami Nurdiansyah (35), pelaku UMKM yang menjual seblak dan baso aci dengan domisili di Tangerang.
Nurdiansyah menceritakan, SSA mengirim pesan secara langsung ke akun Instagramnya untuk order seblak. Tak langsung menyetujui pesanan, Nurdiansyah menelusuri akun tersebut dan tidak ada foto profil ataupun unggahan foto.
”Saya langsung teringat ada postingan dari pelaku UMKM lain yang kena tipu dengan nama pelaku yang serupa dengan orang yang memesan seblak. Kemudian saya tanya teman UMKM dan ternyata benar bahwa akun tersebut digunakan untuk menipu,” kata Nurdiansyah.
Pelatihan
Ketua Asosiasi UMKM Ikhsan Ingratubun menyampaikan, pandemi Covid-19 memang menggiring pelaku usaha masuk ke dunia digital. Dengan demikian, pelaku UMKM harus benar-benar paham kegiatan penjualan dan pembelian secara daring.
Pelatihan dan pembinaan bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan kemampuan pun sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, serta desain dan teknologi.
”Pelaku UMKM harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan diri tentang berbagai aplikasi keuangan yang ada agar tidak menjadi korban penipuan. Kalau punya kelompok-kelompok sesama UMKM itu lebih bagus karena dapat saling berbagi pengalaman,” kata Ikhsan.
Menurut Ikhsan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, diminta lebih menitikberatkan program bagi UMKM melalui pelatihan dan pembinaan daring. Sarana dan infrastruktur internet pun harus lebih masif dibangun agar pelaku usaha yang berada di daerah pelosok dapat terhubung.
Sebagai informasi, dalam rangka melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah telah menganggarkan Rp 677,2 triliun hingga akhir 2020. Dari jumlah tersebut, Rp 123,46 triliun di antaranya untuk sektor UMKM dalam bentuk subsidi bunga, penempatan dana untuk restrukturisasi, dan mendukung modal kerja UMKM.