Pariwisata domestik bisa jadi alternatif bagi pelaku usaha sektor pariwisata. Tetap diperlukan kampanye destinasi wisata yang memedulikan kesehatan, lingkungan, dan keberlanjutan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsep era normal baru versi pemerintah membuat pelaku usaha di bidang pariwisata membidik pasar dan konsumen lokal. Namun, pemulihan bisnis sektor pariwisata diyakini sangat bergantung pada daya beli masyarakat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tamu asing dan Indonesia menginap rata-rata 1,93 hari di hotel berbintang di Indonesia pada April 2020. Lama menginap ini lebih tinggi dibandingkan dengan Maret 2020, yakni 1 ,83 hari.
Data BPS menunjukkan, jumlah penumpang angkutan udara domestik yang diberangkatkan pada April 2020 sebanyak 838.100 orang atau anjlok 81,7 persen dibandingkan dengan Maret 2020. Adapun jumlah penumpang kereta api yang berangkat pada April 2020 sebanyak 5,9 juta orang atau turun 74,86 persen dibandingkan dengan Maret 2020.
Menurut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah berpotensi memperluas ruang gerak masyarakat, termasuk untuk berwisata. ”Akan tetapi, saat ini berwisata memiliki beban biaya tambahan karena ada protokol kesehatan. Daya beli masyarakat memengaruhi pergerakan untuk wisata tersebut,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (14/6/2020).
Beban biaya tambahan itu berupa kewajiban untuk uji tes Covid-19. Menurut Yusran, kewajiban ini sangat penting sehingga sebaiknya difasilitasi pemerintah agar biayanya tidak membebani masyarakat.
Dari segi pergerakan masyarakat, Yusran menilai, kunjungan ke destinasi lokal akan diminati. Bermalam di hotel tak jauh dari tempat tinggal menjadi pilihan liburan yang menarik bagi masyarakat. Dia berharap, hal ini dapat meningkatkan tingkat okupansi hotel.
Menurut data BPS, tingkat penghunian kamar di hotel berbintang pada April 2020 sebesar 12,67 persen atau merosot daripada Maret 2020 yang sebesar 32,24 persen.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah menilai, destinasi lokal dapat menjadi andalan karena perjalanan wisata masyarakat belum memungkinkan lintas provinsi. Oleh karena itu, kampanye destinasi wisata yang mempedulikan kesehatan, lingkungan, dan prinsip keberlanjutan sebagai daya tarik tetap perlu dilakukan.
Survei GlobalWebIndex Coronavirus Research yang dipublikasikan pada Mei 2020 menyebutkan, sebanyak 80 persen responden akan menunda belanja yang memerlukan pengeluaran besar, termasuk berlibur. Survei yang yang melibatkan 17.143 pengguna internet di dunia yang berusia 16-64 tahun itu juga menyebutkan, 51 persen responden menunda pengeluaran untuk berlibur dan perjalanan wisata.
Secara spesifik, survei juga menyebutkan, sebanyak 49 persen responden berminat mengunjungi destinasi wisata di negara mereka dalam 12 bulan mendatang dan 30 persen responden ingin menginap di hotel di daerahnya.
51 persen responden menunda pengeluaran untuk berlibur dan perjalanan wisata.
Wisata virtual
Di tengah tren jalan-jalan virtual mengunjungi sejumlah destinasi wisata, Co-founder UKMIndonesia.id Dewi Meisari menilai, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pariwisata dapat berkolaborasi. ”Pemandu wisata dapat mempromosikan produk-produk UMKM yang berkaitan dengan destinasi wisata yang dikunjungi secara dalam jaringan. Bahkan, dia bisa menjual paket oleh-oleh dan mengirimkan kepada peserta jalan-jalan,” tuturnya.
Dewi menilai, perajin di sektor pariwisata juga mesti peka terhadap kebiasaan konsumen di rumah untuk menghasilkan inovasi dan kreasi produk. Misalnya, perajin furnitur dapat membuat mainan yang terbuat dari kayu atau perajin tekstil dapat memproduksi masker.
Dari sisi sumber daya manusia, Dewi ingin menggandeng tenaga kerja di sektor pariwisata, baik perhotelan maupun penerbangan, sebagai promotor dagangan UMKM produksi. Menurut dia, sejumlah pelaku UMKM produksi, khususnya kerajinan khas suatu daerah, tidak memiliki waktu dan kapasitas untuk memasarkan. Peluang ini dapat dipenuhi oleh tenaga kerja di bidang pariwisata tersebut.