Pembayaran Mitra Prakerja Tunggu Evaluasi
Tim Teknis Kartu Prakerja mengusulkan agar dibentuk tim untuk mengevaluasi program tersebut. Hasil kajian dan rekomendasi KPK dapat menjadi bahan evaluasi.
Tim Teknis Kartu Prakerja mengusulkan agar dibentuk tim untuk mengevaluasi program tersebut. Hasil kajian dan rekomendasi KPK dapat menjadi bahan evaluasi.
JAKARTA, KOMPAS —Tim Teknis Kartu Prakerja merekomendasikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membentuk tim evaluasi program tersebut. Tugas tim ini, antara lain, merekomendasikan pembayaran yang dapat dilakukan atau tidak boleh dilakukan pemerintah kepada platform digital mitra Kartu Prakerja.
”Kami menyarankan untuk membentuk tim evaluasi guna memverifikasi (platform digital mitra Kartu Prakerja) mana yang bisa dibayarkan dan mana yang tidak,” kata Ketua Tim Teknis Kartu Prakerja yang juga Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Feri Wibisono, Jumat (19/6/2020).
Jika hasil evaluasi tim tersebut menyatakan pembayaran perlu dilakukan, maka pemerintah akan melakukannya. Demikian sebaliknya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengapresiasi usulan evaluasi ini karena merupakan langkah positif untuk melihat dan memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi pada program Kartu Prakerja.
Agar proses evaluasi bisa optimal, Tauhid berharap hasil kajian dan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditindaklanjuti.
Sebelumnya, KPK menemukan ada potensi konflik kepentingan dan kerugian negara dalam program Kartu Prakerja. Konflik kepentingan dalam program senilai Rp 20 triliun ini, antara lain, berpotensi terjadi dalam hubungan antara platform digital mitra Kartu Prakerja dan penyedia pelatihan (Kompas, 19/6/2020).
Dibahas
Tentang adanya potensi konflik kepentingan, menurut Feri, hal itu telah dibahas oleh tim kerja dan sudah ada analisis serta rekomendasinya.
Terkait dengan rekomendasi KPK agar Komite Cipta Kerja meminta pendapat hukum ke Jamdatun, Feri mengungkapkan, Kemenko Perekonomian sudah melaksanakan rekomendasi tersebut. Namun, ia tidak dapat memberi tahu isi pendapat hukum tersebut karena sifatnya rahasia.
Dalam program Kartu Prakerja, Jamdatun juga menjadi ketua tim teknis. Tugas tim ini adalah meninjau tata kelola pelaksanaan program, termasuk memberi pendapat hukum soal pengadaan barang dan jasa. Anggota tim tersebut adalah KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kemenko Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan, dan beberapa lembaga lain.
Sementara itu, Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta menuturkan, pihaknya telah memberikan pernyataan resmi terkait program Kartu Prakerja, yakni program itu dianggap bukan pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, program itu tidak berpedoman pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun, diatur dalam peraturan tersendiri, yakni Pepres No 36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja serta Permenko Perekonomian No 3/2020.
”Namun, kami menyarankan Kartu Prakerja tetap mengedepankan asas pengadaan barang dan jasa,” kata Setya.
Saat ini, pelaksanaan program Kartu Prakerja ditunda karena akan dilakukan evaluasi. Penundaan dilakukan setelah program ini berjalan tiga gelombang. Tercatat ada 10,4 juta orang pendaftar, tetapi yang lolos hanya 680.000 orang.
Peserta harap kejelasan
Penerima Kartu Prakerja asal Bandung, Jawa Barat, Awan Wahyu Ishaq Gunawan (28), berharap ada perbaikan yang signifikan dalam program ini, termasuk dalam komunikasi dengan para peserta program. ”Jika ada masalah, lebih baik disampaikan agar kami merasa didengarkan. Setidaknya kami merasa tenang dan tidak perlu bertanya-tanya lagi,” katanya.
Saluran siaga (hotline) yang disediakan pemerintah dalam program ini, lanjut Awan, tak optimal. Sebab, informasi yang diberikan karyawan saluran
siaga tidak memuaskan. Padahal, untuk tersambung dengan saluran siaga itu, butuh puluhan kali percobaan.
Pelayanan admin media sosial Kartu Prakerja juga tidak mampu menenangkan para peserta program ini. Di akun Instagram Prakerja.go.id, ia kerap menuliskan komentar di unggahan foto mereka, tetapi komentarnya selalu dihapus.
Menurut Awan, komentar para peserta Kartu Prakerja di akun Prakerja.go.id dapat dijadikan gambaran pandangan mereka terhadap program ini. ”Orang-orang yang berkomentar di sana hampir semua mencurahkan kekecewaannya terhadap program ini,” tuturnya.
Penerima Kartu Prakerja, Dicky Prastya (24), berharap program Kartu Prakerja segera dilanjutkan. ”Covid-19 membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Otomatis yang kini banyak dibutuhkan adalah uang tunai. Menurut saya, bagusnya Kartu Prakerja tetap dilanjutkan karena saya butuh dana. Namun, terkait platform-platform pelatihan, bisa ditinjau ulang,” tuturnya
Maulana Alfa Rizki (33), yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada April 2020, mengeluh karena belum berhasil mendaftar sebagai peserta program Kartu Prakerja. ”Sejak pendaftaran Kartu Prakerja dibuka, saya coba ikut daftar, tetapi gagal terus. Saya harap pemerintah dapat segera mengevaluasi karena korban PHK seperti saya semakin sulit cari kerja,” tutur Maulana yang kini bekerja serabutan untuk bertahan hidup.
Tauhid Ahmad berharap, selama proses evaluasi program Kartu Prakerja, bantuan sosial (bansos) bagi korban PHK tetap diberikan. Namun, bansos ini harus dipisahkan dari beragam bansos lain. Perlu juga pembeda antara data penganggur dan korban PHK. Verifikasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan data dari asosiasi pengusaha dan asosiasi pekerja yang kemudian diverifikasi ulang oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
(ILO/NIA/IRE/SHR/PDS/FRD/FAI)