Pada 1 Juli 2020, penggunaan kartu kredit wajib menggunakan PIN. Ketentuan ini diimplementasikan untuk meningkatkan perlindungan bagi pengguna kartu kredit seiring meningkatnya penggunaan transaksi secara elektronik.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transaksi nontunai kini semakin marak digunakan oleh masyarakat dalam melakukan pembayaran. Seiring dengan hal itu, kesadaran menjaga keamanan kartu kredit dengan menggunakan personal identification number harus lebih digencarkan.
Awalnya, Bank Indonesia berencana akan mulai menerapkan implementasi penggunaan personal identification number (PIN) 6 digit sejak Januari 2015. Namun, hal tersebut kemudian ditunda dan akan berlaku efektif pada 1 Juli 2020.
Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/25/DKSP, seluruh kartu kredit yang diterbitkan penerbit kartu kredit di Indonesia wajib aktivasi PIN sebelum 1 Juli 2020. Ketentuan ini bertujuan memperkuat perlindungan bagi konsumen kartu kredit melalui peningkatan keamanan kartu.
Setelah berlaku efektif, pengguna kartu kredit tidak boleh lagi menggunakan tanda tangan sebagai sarana verifikasi dan otentikasi transaksi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia Steve Marta menyampaikan, dalam survei yang dilakukan YouGov pada 4-6 Juni 2020, sebagian besar pemegang kartu kredit (81 persen) menyatakan sudah terinformasi dengan baik mengenai tenggat pemberlakuan PIN. Namun, 1 dari 4 pemegang kartu kredit Indonesia masih belum mengaktifkan PIN kartu kredit.
Survei ini diikuti oleh 2.112 responden dengan usia di atas 18 tahun untuk mengetahui pemahaman konsumen Indonesia terkait mekanisme pemberlakuan penggunaan PIN pada kartu kredit. Sebanyak 449 responden di antaranya memiliki satu atau beberapa kartu kredit.
”Mereka yang belum aktivasi itu alasannya karena tidak ada waktu (49 persen), lebih memilih otorisasi tanda tangan (36 persen), tidak penting (29 persen), dan tidak tahu cara aktivasi (13 persen). Padahal, aktivasi PIN itu bisa dilakukan dengan mobile banking dan dalam waktu singkat,” kata Steve, Selasa (23/6/2020).
Paparan ini dibahas dalam webinar Wajipin bertemakan ”Siapkah Kamu dengan Masa Depan Nontunai?”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Presdir PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman dan lifestyle influencer Jonathan End.
Lebih lanjut, kata Steve, selama tiga bulan terakhir, pemegang kartu kredit di Indonesia yang bertransaksi menggunakan pembayaran digital mencapai 75 persen, penggunaan kartu debit atau kredit sebesar 62 persen, dan transfer bank 51 persen. Sementara penggunaan uang tunai sebesar 49 persen.
”Secara teknis, kami akan terus berupaya meningkatkan keamanan agar kemungkinan dibobol itu semakin sulit. Namun, memang edukasi PIN ini juga harus terus dilakukan karena risiko dari penyalahgunaan kartu kredit juga bisa datang dari keteledoran pemegang kartu dengan memberikan PIN kepada orang lain,” kata Steve.
Riko Abdurrahman juga mengatakan, konsumen Indonesia mulai merasakan kenyamanan berbelanja secara dalam jaringan (daring). Pembayaran nontunai juga dinilai akan terus meningkat setiap tahun.
Hasil penelitian Kantar Covid-19 Barometer pada 27-31 Maret 2020 menunjukkan, transaksi perdagangan secara elektronik (e-commerce) di Indonesia diprediksi meningkat hingga 56 persen. Mereka pun dinilai akan tetap melanjutkan berbelanja daring di masa mendatang.
”Belanja daring dinilai mampu menghadirkan pengalaman yang lebih positif dibandingkan dengan tatap muka. Peralihan ini juga terjadi karena adanya pandemi Covid-19 yang memaksa orang-orang untuk tetap di rumah,” ucap Riko.
Seiring dengan era kenormalan baru, kebiasaan transaksi nontunai juga sudah mulai terbentuk dan akan terus melekat. Kondisi ini terlihat dari 62 persen responden yang sudah menggunakan transaksi nontunai saat berbelanja ke supermarket dan mal.
”Mereka lebih memilih untuk membayar dengan kartu kredit dan aplikasi (dompet digital) daripada menggunakan uang tunai. Sebesar 62 persen responden juga menyatakan akan tetap memilih pembayaran elektronik,” kata Riko.
Tips transaksi digital
Jonathan End mengingatkan, sering kali masyarakat Indonesia itu ”hobi” membagikan hal-hal yang sebenarnya bersifat personal karena ada iming-iming give away. Meskipun memang tidak secara langsung memberikan PIN, mereka memberikan data personal yang mengindikasi ke PIN.
”Misalnya, nama orangtua, tanggal lahir, atau bahkan tanggal jadian sama pacar. Secara sukarela, orang-orang itu dengan mudahnya akan curhat hal-hal personal yang ternyata membocorkan PIN-nya sendiri. Ini yang harus kita hindari,” kata Jonathan.
Beberapa tips yang dapat digunakan untuk membuat PIN yang aman, antara lain, hindari urutan angka dan repetisi karena berpotensi sudah terekspos secara daring. Misalnya, PIN 123456 itu 11,68 persen sudah diketahui publik atau PIN 123123 yang 1,37 persen berisiko bisa dibobol.
Selain itu, kata Jonathan, dalam membuat PIN, sebaiknya tidak sama dengan nomor PIN anggota keluarga lain. Sebab, apabila salah satu anggota keluarga PIN-nya disalahgunakan, ada potensi anggota keluarga lainnya akan menjadi korban.
Jangan juga PIN itu dicatat di kertas dan kemudian ditaruh di dompet yang sama. Kalau dompetnya hilang, si pencuri akan dengan mudah menguras tabungan korban karena tahu PIN-nya.
”Kalau kita ngasih tahu PIN ke orang lain, itu sama saja kayak meninggalkan kunci pintu rumah, tetapi kuncinya ditaruh di pintunya. Diharapkan dengan kita tahu cara-cara ini, enggak sembarang memberikan PIN, maka kartu kita akan lebih aman,” kata Jonathan.