Selain membantu UMKM, penyaluran stimulus bagi UMKM yang tepat dapat memperbaiki daya beli masyarakat sekaligus mengakselerasi perekonomian nasional yang lesu akibat pandemi Covid-19.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggaran stimulus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang totalnya Rp 123,4 triliun harus dipastikan sampai ke UMKM. Penyaluran dana yang tepat sasaran akan membantu UMKM, memperbaiki daya beli masyarakat, dan mengakselerasi perekonomian nasional yang lesu akibat pandemi Covid-19.
”Saat ini, usaha mikro dan kecil itu hanya butuh dana stimulus modal kerja. Apabila semua dana yang Rp 123 triliun itu dapat tersalur ke UMKM, baik secara langsung atau lewat koperasi yang sudah berjalan baik, maka puluhan juta UMKM akan terbantu di sisi modal kerja,” kata Direktur Induk Koperasi Usaha Rakyat (Inkur) dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (28/6/2020).
Sebagai asumsi, seandainya total dana yang sekitar Rp 123 triliun tersebut diberikan ke 20 juta UMKM, masing-masing UMKM akan mendapat sekitar Rp 6 juta. Dukungan sebesar itu akan sangat membantu UMKM yang saat ini sedang kesulitan modal kerja akibat pandemi Covid-19.
Saat ini, pelaku UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil, sangat butuh dana stimulus modal kerja. ”Sekarang ini, mereka tidak punya lagi modal kerja. Mereka hanya butuh modal kerja,” kata Suroto.
Penyaluran dukungan modal kerja bagi UMKM akan lebih konkret dan berdampak pada akselerasi perekonomian. ”Kalau lewat bank, susah diharapkan sebab bank pasti overprudent karena tahu sektor riil, kan, sedang terdampak pandemi,” katanya.
Sebagai gambaran, dari total anggaran Rp 123,46 triliun yang disiapkan untuk UMKM, pemerintah membaginya ke dalam beberapa program. Perinciannya, subsidi bunga Rp 35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp 78,78 triliun, dan belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp 5 triliun. Selain itu juga penjaminan untuk modal kerja (stop loss) Rp 1 triliun, Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah Rp 2,4 triliun, dan pembiayaan investasi koperasi melalui Lembaga Penyaluran Dana Bergulir Rp 1 triliun.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada Sabtu (27/6/2020) mengunjungi Koperasi Produksi Susu dan Peternakan Sapi Perah (KPS) Bogor di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Humas Kementerian Koperasi dan UKM dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, pada kunjungan tersebut Teten didampingi Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) Supomo beserta jajaran. Mereka menyosialisasikan program restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan LPDB-KUMKM.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak pelaku UMKM kesulitan mengembangkan usaha. ”Saya diminta Presiden Joko Widodo untuk menghidupkan kembali koperasi dan UMKM di sektor riil,” kata Teten.
Kementerian Koperasi dan UKM mengantisipasi dampak ekonomi terburuk dengan mengeluarkan SK Menkop Nomor 15 Tahun 2020 pada April 2020. SK Menkop tersebut tentang Restrukturisasi Pinjaman/Pembiayaan kepada Koperasi dan UMKM Penerima Dana Bergulir LPDB-KUMKM.
Kedatangan Teten ke Bogor untuk memantau program restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan tersebut. ”Mudah-mudahan program ini bisa membantu membangkitkan koperasi dan UKM di Indonesia,” katanya.
Menurut Ketua KPS Bogor Zamroni Burhan, peternak sapi sangat merasakan dampak pandemi Covid-19. Salah satunya hambatan distribusi pakan akibat pembatasan akses di sejumlah wilayah yang menerapkan PSBB.
Sebagai gambaran, pakan ternak ada yang berupa ampas tahu dan ampas tempe. Ada juga bahan baku konsentrat yang berasal dari bungkil kelapa sawit dan bungkil kopi dari Pulau Sumatera.
Zamroni Burhan menuturkan, keterbatasan persediaan konsentrat memengaruhi produksi susu. Berkurangnya jenis menu pakan menurunkan produksi susu. Produksi susu yang di Januari-Maret 2020 sebanyak 12 ton, misalnya, turun menjadi tinggal 8 ton.
Sebelumnya, pendapatan peternak Rp 10 juta per bulan dengan cicilan pinjaman Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. Saat ini pendapatan mereka pun turun hingga Rp 5 juta per bulan.
Restrukturisasi pinjaman dari LPDB-KUMKM selama 1 tahun, berupa penangguhan pembayaran, berdampak pada menurunnya cicilan anggota. ”Harapannya, dengan restrukturisasi ini, anggota mampu bertahan dan tetap optimistis melanjutkan usaha,” katanya.