Insentif Listrik Belum Berdampak bagi Usaha Menengah
Insentif listrik dinilai tak signifikan bagi pelaku usaha kelas menengah. Sementara, industri juga berharap insentif dalam bentuk lain.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memperpanjang subsidi listrik dengan skema tertentu, yang salah satunya menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, hingga September 2020. Akan tetapi, perpanjangan subsidi tersebut dinilai tak berdampak pada pelaku usaha skala menengah.
Bagi pelanggan dengan kategori daya 450 VA, subsidi tersebut berupa penggratisan biaya listrik. Untuk pelanggan yang menggunakan daya 900 VA, subsidi berupa pemotongan 50 persen dari biaya listrik yang dipakai.
Menurut Co-founder UKMIndonesia.id Dewi Meisari, perpanjangan subsidi listrik tersebut dapat berdampak signifikan pada usaha skala mikro dan kecil.
”Sementara, untuk skala menengah, penggunaan daya listriknya biasanya di atas ketentuan tersebut. Akibatnya, subsidi ini tak terasa dampaknya bagi pelaku usaha menengah,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (5/7/2020).
Namun, Dewi menilai, hal itu dapat dikompensasi dengan penguatan sosialisasi tarif khusus bisnis bagi pelaku UMKM yang sudah ada. Berdasarkan informasi dan penghitungan yang dia himpun, tarif khusus bisnis ini lebih rendah 20 persen dibandingkan dengan tarif listrik rumah tangga.
Penguatan sosialisasi itu, menurut Dewi, perlu dibarengi dengan fleksibilitas persyaratan bagi UMKM.
”Syaratnya berupa adanya surat kepemilikan usaha, ada aktivitas bisnis di lokasi saat survei lapangan, dan ada papan nama usaha di depan rumah. Salah satu anggota kami ada yang sudah mencobanya dan gagal lantaran tidak memiliki papan nama usaha di depan rumahnya. Hal ini perlu disikapi dengan, misalnya, memajang sertifikat atau stiker tanda usaha di depan rumah,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar tengah memproses kembali pengajuan permohonan relaksasi tarif listrik kepada pemerintah. Menurut Sanny, relaksasi ini dapat berdampak pada daya industri untuk menjaga tenaga kerja yang dimiliki.
Salah satu relaksasi yang dibutuhkan ialah penghapusan tarif minimum pada rentang jam tertentu. Sanny mengatakan, sejumlah industri beroperasi tak sampai pada batas waktu minimal tersebut di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, tambah Sanny, pelaku industri membutuhkan keringanan pada tarif beban puncak.
”Biasanya, penggunaan listrik pada pukul 18.00-22.00 lebih mahal dibandingkan dengan periode jam lainnya. Padahal, pada masa pandemi, industri mesti memanfaatkan sif malam demi memenuhi ketentuan pembatasan jarak secara fisik,” katanya.
Pelaku industri membutuhkan keringanan pada tarif beban puncak.