Pekerja Informal Kurang Terakomodasi Kartu Prakerja
Baru sebagian kecil pekerja informal yang masuk sebagai peserta program Kartu Prakerja. Padahal, mereka juga kehilangan sumber pendapatan.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku sektor informal yang kehilangan pendapatan akibat Covid-19 masih luput dari perlindungan pemerintah. Program Kartu Prakerja yang akan dibuka lagi seharusnya fokus pada sektor yang kerap menjadi tulang punggung perekonomian negara pada saat krisis.
Namun, tata kelola seleksi peserta harus diprioritaskan.
Dari hasil penyisiran Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, sejak pendaftaran program dibuka pada April 2020, baru sedikit pekerja informal yang menjadi peserta. Pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) sebagai pelaku sektor informal hanya sekitar 1 persen dari 680.918 peserta atau 7.396 orang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari 2020, sebanyak 56,99 juta orang atau 43,5 persen dari jumlah penduduk bekerja, bekerja pada kegiatan formal. Sementara, sekitar 74,04 juta orang atau 56,50 persen bekerja pada kegiatan informal.
Data Kartu Prakerja menunjukkan, perserta terbanyak adalah pekerja formal yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 392.338 orang atau 58 persen dari total peserta serta pencari kerja sebanyak 244.531 orang atau 35 persen. Adapun peserta yang masih bekerja sebanyak 6 persen atau 36.653 orang.
Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky, Minggu (12/7/2020), mengatakan, pekerja informal diharapkan mendaftar secara mandiri melalui laman Kartu Prakerja. ”Ada 11,2 juta pendaftar via situs. Kami mengecek nomor induk kependudukan mereka ke BPJS. Kalau bukan peserta BPJS, berarti mereka pekerja informal. Sisanya berdasarkan deklarasi mereka saat mendaftar,” kata Panji.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari mengatakan, hanya 16 persen pekerja yang menjadi peserta BP Jamsostek. Masih banyak pekerja yang terhitung sektor informal dan tidak terlindungi jika sumber nafkah mereka hilang.
Jumlah pelaku sektor informal banyak dan lokasinya tersebar sehingga sulit didata. ”Ada banyak sektor informal, tetapi harus mengacu ke data siapa? Kami tidak bisa hanya bersandar ke data institusi formal, harus membuka pintu ke masyarakat umum,” ujarnya.
Panji menambahkan, untuk gelombang ke-IV Kartu Prakerja, pemerintah masih akan fokus menjaring pekerja berdasarkan usulan Kemenaker. Dari total 1,7 juta orang pekerja dalam data Kemenaker itu, hanya ada 318.959 orang pekerja informal yang terdata.
Untuk gelombang ke-IV Kartu Prakerja, pemerintah masih akan fokus menjaring pekerja berdasarkan usulan Kemenaker.
Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 18-20 Juni 2020 terhadap 1.978 responden di 34 provinsi di Indonesia menunjukkan, pandemi Covid-19 berdampak paling signifikan terhadap rumah tangga dengan mata pencarian sebagai sopir, ojek, pedagang warung, kaki lima, dan buruh. Pendapatan mereka di bawah Rp 4 juta per bulan.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal mengatakan, dukungan terhadap sektor informal semakin relevan kendati perekonomian kembali dibuka. Menurut dia, fase normal baru tidak serta-merta memulihkan kondisi pekerja informal.
Pelaku UMK yang secara finansial terbatas harus menghadapi beban tambahan biaya operasional karena kembali beraktivitas. Sementara, permintaan pasar masih turun.
”Tanpa bantuan sosial, tidak mungkin pelaku UMK dan pekerja informal bisa bertahan,” katanya.
Revisi perpres
Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, mengatakan, salah satu masalah dalam program Kartu Prakerja adalah isu pendaftaran dan penyaluran program yang belum tepat sasaran. Ketika banyak pekerja informal tak mendapat bantuan, pekerja yang masih memiliki pekerjaan justru lolos sebagai penerima manfaat.
Menurut Alamsyah, seharusnya Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja yang baru saja direvisi memperbaiki tata kelola seleksi peserta. Dengan demikian, seleksi bisa lebih teliti dan ketat dalam menjaring peserta.
Ia menyayangkan perpres hasil revisi yang seolah-olah menimpakan kesalahan kepada peserta. Pasal Pasal 31C perpres itu menyebutkan, penerima Kartu Prakerja yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan tetapi telah menerima bantuan biaya pelatihan dan insentif wajib mengembalikan uang itu kepada negara.
Jika peserta tidak mengembalikan dalam waktu 60 hari, manajemen pelaksana Kartu Prakerja dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada penerima yang bersangkutan. ”Saya kira jika ingin melakukan perbaikan seharusnya adil, harus ada juga perbaikan mekanisme seleksi agar lebih ketat dan teliti,” katanya.
Sementara itu, mayoritas rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas program Kartu Prakerja dinilai telah diakomodasi dalam perpres terbaru. Beberapa persoalan yang ditemukan dalam kajian KPK terkait proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan, dan pelaksanaan program.
”Secara umum, revisi perpres telah memasukkan mayoritas poin-poin dari rekomendasi KPK,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding.
KPK berharap, rekomendasi KPK akan dituangkan lebih lanjut dalam revisi peraturan menteri koordinator bidang perekonomian, yang saat ini juga tengah disusun.