Ekosistem Digital Selamatkan UMKM dari Dampak Pandemi
Pandemi Covid-19 menghentikan kelangsungan hidup UMKM karena aktivitas jual beli menurun. Untuk menyelamatkan UMKM, yang menjadi penopang perekonomian nasional, ekosistem digital perlu dikenalkan lebih jauh.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menghentikan kelangsungan hidup usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM karena aktivitas jual beli menurun. Untuk menyelamatkan UMKM, yang menjadi penopang perekonomian nasional, ekosistem digital perlu dikenalkan lebih jauh.
Menurut survei Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada 10 Juni 2020 lalu, 40 persen UMKM akan berhenti beroperasi selama pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Dalam survei terhadap 195.009 UMKM tersebut, permasalahan yang dipicu pandemi antara lain penurunan penjualan atau permintaan (23,10 persen), distribusi (19,50 persen), dan permodalan (19,45 persen).
Head of PMO Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Djauhari Sitorus, Selasa (21/7/2020), mengatakan, dampak pandemi membuat banyak UMKM beradaptasi dengan tren konsumen. Tren itu seperti perubahan pola konsumsi, ketakutan untuk keluar rumah, hingga kekhawatiran menggunakan uang tunai untuk bertransaksi.
”Kondisi ini menuntut UMKM untuk promosi lebih agresif secara online, menjual produk mereka secara cepat melalui sistem pengiriman barang, dan mengedepankan protokol kesehatan,” ujanya dalam webinar peluncuran program Edukasi Literasi Digital untuk Akselerasi Pengembangan UMKM oleh Whatsapp dan UKM Indonesia.
Menurut dia, saat ini ada tambahan 300.000 pelaku UMKM yang go digital terhitung sejak Mei 2020. Jumlah itu menambah daftar sekitar 8,3 juta unit usaha (13 persen) dari total 64,19 juta unit UMKM yang terhubung dengan platform digital.
Platform digital terbukti membantu UMKM bertahan di tengah pembatasan sosial akibat pandemi. Hal ini dirasakan department store The Goods Dept, yang normalnya menjalankan 80 persen bisnis melalui toko fisik di mal.
Pendiri dan CEO The Goods Dept, Anton Wirjono, pada kesempatan sama mengatakan, penjualan daring mampu membalik kerugian akibat penutupan toko menjadi keuntungan. Ekosistem digital pun dimanfaatkan untuk mengencangkan promosi, distribusi penjualan, dan pembayaran.
”Saya merasakan sendiri transformasi digital itu yang menyelamatkan kita. Kita sekarang enggak bisa menunggu orang lewat di depan toko kita, tetapi kita menjangkau mereka, misalnya dengan cari influencer. Untuk bisnis, saya konversi banyak hal,” tuturnya.
Pemanfaatan ekosistem digital sebelum pandemi bahkan meminimalkan kerugian pada usaha roti berbahan bekatul milik Ismiyati dari Semarang, Jawa Tengah.
Penjualan produk bernama Super Roti itu, menurut dia, tetap positif. Selain karena tren konsumsi makanan sehat di tengah pandemi, hal itu juga dipengaruhi konektivitas digital yang sudah dibangun sebelumnya.
Salah satu platform digital yang ia gunakan adalah aplikasi pesan untuk bisnis, seperti Whatapp (WA) Business. Aplikasi pengirim pesan yang dimiliki Facebook itu menghadirkan fitur khusus untuk pelaku usaha menampilkan produk, selain berkomunikasi langsung dengan konsumen.
”Dengan WA Business, saya terbantu untuk memanfaatkan fitur QR code yang ditampilkan di kartu nama. Dengan demikian, konsumen bisa melihat katalog dan otomatis kami enggak perlu capek-capek mengedukasi karena tinggal klik, orang sudah bisa tahu produk dan muatan yang terkandung di dalamnya,” tuturnya.