Belajar dari Kasus Jouska, Masyarakat Perlu Mawas Diri
Satgas Waspada Investasi memutuskan untuk memblokir situs, aplikasi, dan media sosial Jouska, sekaligus menghentikan aktivitas bisnis perusahaan yang bergerak di bidang perencanaan keuangan itu.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·5 menit baca
Jouska sebagai entitas perencana keuangan jadi perbincangan setelah pengakuan klien terkait amblesnya dana mereka yang dikelola oleh Jouska. Tidak sekadar mengadu di media sosial, masyarakat yang merasa dirugikan pun melayangkan laporan kepada Satgas Waspada Investasi.
Belakangan, seusai melakukan pertemuan virtual dengan pemilik dan pengurus Jouska, Jumat (24/7/2020) petang, Satgas Waspada Investasi langsung memutuskan untuk memblokir situs, aplikasi, dan media sosial Jouska, sekaligus menghentikan aktivitas bisnis dari perusahaan yang bergerak di bidang perencanaan keuangan ini.
Kepala Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, keputusan tersebut diambil karena Jouska sebagai entitas bisnis perencana keuangan diduga telah bekerja sama dengan dua entitas lain, yakni PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa, yang melakukan kegiatan perusahaan sekuritas tanpa izin.
Tongam memaparkan, izin Online Single Submission (OSS) yang dipegang Jouska terbatas untuk kegiatan jasa pendidikan. Dengan kata lain, Jouska bahkan tidak punya legalitas memberi nasihat kepada pihak klien mengenai penjualan atau pembelian efek untuk memperoleh imbalan jasa.
Harus diakui, sisi negatif dari meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi adalah terbukanya peluang bagi sejumlah entitas untuk menghimpun dan mengelola dana masyarakat secara ilegal. Untuk itu, masyarakat perlu mawas serta penuh kesadaran dalam melakukan berbagai keputusan investasi.
Menurut Head Of Investment Research at PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana, belajar dari kasus yang membelit Jouska, sebelum melakukan keputusan investasi, ada baiknya calon investor memahami legalitas dan rekam jejak dari lembaga yang mereka pilih untuk mengurus portofolio.
”Sederhananya, jika Jouska melabeli perusahaannya sebagai penasihat keuangan, maka investor tidak boleh memercayakan Jouska untuk memberikan layanan pembelian atau penjualan efek,” ujarnya.
Investasi pada instrumen pasar modal semestinya dilakukan melalui perusahaan sekuritas atau manajer investasi (MI). Dalam melakukan pekerjaannya, setiap sekuritas pasti melaporkan setiap aksi yang diambil terhadap portofolio kliennya. Selaku klien, investor juga harus peduli dan memahami setiap laporan yang secara berkala disampaikan oleh sekuritas.
Sementara itu, penasihat keuangan akan membantu merencanakan investasi yang sebenarnya bisa membantu proyeksi ke depan. Fungsi dari perusahaan sekuritas dan penasihat keuangan sebenarnya bisa saling melengkapi dalam proses mencapai tujuan finansial melalui pengelolaan keuangan secara terintegrasi dan terencana.
Investasi pada instrumen pasar modal semestinya dilakukan melalui perusahaan sekuritas atau manajer investasi.
”Perencana keuangan membantu merencanakan investasi yang membantu proyeksi ke depan. Tetapi, fungsi investasi untuk pembelian saham di reksa dana, misalnya, harus menggunakan jasa MI,” ujar Wawan.
Chairman dan Presiden Asosiasi Perencana Keuangan (International Association of Register Financial Consultant/IARFC) Indonesia Aidil Akbar Madjid menyampaikan, perencana keuangan independen dan firma perencana keuangan tidak terikat atau terafiliasi dengan institusi atau produk keuangan mana pun.
Jika melihat dari sudut pandang praktisi, lanjutnya, perencanaan keuangan merupakan proses koordinasi dalam bekerja bersama dengan klien untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan hidup spesifik klien.
”Perencana keuangan tidak dalam kapasitas untuk mengelola uang klien ataupun melakukan transaksi jual-beli portofolio, apalagi melakukannya dengan kuasa penuh meskipun telah diberi kuasa oleh nasabah,” ujar Aidil.
Untuk dapat mengelola uang nasabah dan transaksi jual-beli, dibutuhkan lisensi khusus, yaitu wakil manajer investasi dan wakil perantara pedagang efek yang bekerja di perusahaan efek. Pemilik dua lisensi itu tidak bisa mendaku diri sebagai independen.
Siap merugi
Di luar kasus Jouska, investasi diperlukan sebagai bagian dari perencanaan keuangan untuk mencapai tujuan finansial di masa depan. Namun, terkadang orang lupa bahwa setiap jenis investasi memiliki risikonya masing-masing, mulai dari risiko rendah hingga risiko tinggi.
Menurut Wawan, instrumen saham merupakan salah satu instrumen investasi yang berisiko karena volatilitas harga saham per lembar yang bisa berubah setiap waktu. Pergerakan saham ditentukan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor global seperti ada pandemi saat ini hingga sekadar rumor di sebuah perusahaan.
”Jadi, secara risiko, investasi saham itu risiko cukup tinggi, karena namanya perusahaan, sejelek-jeleknya bangkrut hingga sahamnya tidak lagi tercatat di papan bursa,” ucapnya.
Wawan pun merekomendasikan saham-saham dari perusahaan yang diproyeksi kinerjanya masih akan stabil dalam jangka panjang alih-alih tergiur pada saham-saham yang harganya melonjak tajam dalam sekejap. Bagaimanapun, instrumen saham dari perusahaan blue chip masih menjadi pilihan tepat untuk investasi jangka panjang, sama seperti investasi emas.
Perencana keuangan dari ZAP Finance, Prita Hapsari Ghozie, menilai, secara umum masyarakat khawatir apabila investasi yang mereka miliki mengalami risiko fluktuasi jangka pendek sehingga secara psikologis nilai aset akan terlihat anjlok.
Padahal, lanjut Prita, statistik membuktikan bawa untuk sejumlah instrumen investasi tertentu, seperti saham berfundamental baik, meskipun mengalami penurunan dalam jangka pendek, hasil investasi tetap akan positif dalam jangka panjang.
Secara umum, masyarakat khawatir apabila investasi yang mereka miliki mengalami risiko fluktuasi jangka pendek.
”Risiko berikutnya yang dikhawatirkan masyarkat adalah risiko gagal bayar atas modal awal investasi. Contohnya, berinvestasi dalam bentuk modal usaha, kemudian tak sepeser pun modal awal dapat kembali,” lanjutnya.
Menurut Prita, apabila profil risiko seorang investor tergolong konservatif hingga moderat, kemungkinan besar mereka tidak akan terlalu sanggup menghadapi kedua risiko tersebut. ”Tipe investor konservatif akan lebih cocok dengan produk investasi minim risiko, seperti deposito perbankan atau SBN (Surat Berharga Negara) Ritel,” ujarnya.
Sebelumnya, Pendiri sekaligus CEO Jouska Aakar Abyasa Fidzuno menyatakan, pihaknya bekerja di ranah edukasi dan memberi saran kepada klien untuk berinvestasi. Sebelum memberi saran investasi, pihak Jouska memastikan untuk menjelaskan setiap risiko investasi yang mungkin akan terjadi kepada klien sesuai prosedur kerja perencana keuangan.
Dia membantah informasi yang mengatakan bahwa akun investasi para klien dipegang olehnya untuk mentransaksikan sendiri rekening nasabah tanpa ada persetujuan terlebih dahulu. ”Kami tidak memiliki kapasitas dan wewenang untuk mentransaksikan rekening nasabah karena lingkup kerja Jouska hanya sebatas pemberi nasihat perencanaan keuangan,” ujarnya.