Pedagang di Tanah Abang Mulai Tinggalkan ”Bank Sobek”
Mulai masuknya lembaga keuangan ke pedagang keliling di Jakarta memberikan kesegaran tersendiri kepada mereka yang membutuhkan suntikan modal. Sayangnya, pinjaman ini belum menjangkau seluruh pedagang yang membutuhkan.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pedagang minuman di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, mulai beralih ke lembaga keuangan resmi untuk meminjam uang. Mereka merasa terbantu karena tidak perlu memikirkan angsuran setiap hari. Kendati demikian, belum semua pedagang mendapat informasi mengenai lembaga pinjaman resmi sehingga mereka tetap setia menjadi nasabah ”bank sobek”.
Istilah bank sobek biasanya dilekatkan bagi orang yang meminjamkan uang dengan bunga lebih dari 25 persen ke pedagang. Orang yang meminjamkan uang ini memakai kertas berwarna hijau atau kuning yang disobek setiap peminjam mengangsur cicilan.
Mia (42), pedagang minuman di depan Stasiun Tanah Abang, baru saja mendapat suntikan modal sebesar Rp 2 juta dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM), perusahaan pelat merah yang membantu pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Untuk mendapat pinjaman, Mia harus bergabung ke dalam kelompok yang minimal berisi 10 orang. Semua anggota kelompok berjenis kelamin perempuan. ”Sekitar satu minggu setelah pengajuan, dana cair. Terus, cicilan pertama dibayar setelah dua minggu pinjaman cair,” ujarnya, Senin (27/7/2020).
Mia membayar angsuran sebesar Rp 90.000 sekali seminggu. Pinjaman itu dicicil selama 25 minggu dengan total angsuran Rp 2,25 juta.
Dengan pinjaman sebesar Rp 2 juta, Mia membayar bunga Rp 250.000 atau 12,5 persen dari pinjaman. ”Dibanding bank sobek, ini bunganya ringan dan jangka waktunya lama. Kami enggak harus bayar tiap hari seperti bank sobek,” katanya.
Sebagai perbandingan, Mia saat ini tengah melunasi penjaman di bank sobek. Pinjaman sebesar Rp 500.000 ia cicil selama 24 hari. Setiap hari, ia membayar Rp 25.000. Apabila ditotal, Mia harus mengembalikan Rp 600.000. Artinya, bunga pinjaman Rp 100.000 atau 20 persen dari pinjaman.
”Sekarang angsuran bank sobek tinggal empat nomor (empat kali angsuran) lagi. Setelah ini, aku enggak makai bank sobek. Kalau di PNM ini, jika angsuran kita lancar, kita bisa meningkatkan jumlah pinjaman,” tuturnya.
Di lokasi tempat Mia menggelar lapak, ada dua pedagang lain yang satu kelompok dengan Mia. Mereka pun pernah menjadi nasabah bank sobek.
Meski berbunga rendah dan pinjaman dibayar dalam jangka panjang, ada tantangan tersendiri bagi pedagang yang meminjam uang dari PNM. Jika ada anggota kelompok menunggak angsuran, tanggung jawab atas tunggakan itu ditanggung oleh semua anggota kelompok. ”Jadi, polanya tanggung renteng gitu,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ketua kelompok harus sangat hati-hati dalam memilih anggota. Ini juga yang membuat belum semua pedagang bisa mengakses pinjaman itu. Saat ini, kata Mia, ada satu kelompok lagi yang sedang mencari anggota. Akan tetapi, mereka kesulitan menemukan anggota kelompok yang berkomitmen atas pinjaman.
Dikutip dari situs resmi, PT PNM meluncurkan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera atau PNM Mekaar pada 2015. Program ini memberikan layanan pinjaman modal untuk perempuan prasejahtera pelaku usaha ultramiktro. PNM Mekaar tidak mensyaratkan agunan fisik. Tanggung jawab terhadap pinjaman dibebankan kepada kelompok dengan skema tanggung renteng.
Belum tersosialisasi
Sayangnya, informasi mengenai PNM Mekaar belum tersampaikan ke semua pedagang. Penjual minuman, Rosadah (48), misalnya, tidak mengetahui ilhwal kelompok pinjaman itu. ”Kalau ada, saya mau juga, tuh,” ucapnya.
Saat ini, dia meminjam uang kepada dua bank sobek dengan angsuran Rp 25.000 dan Rp 50.000 per hari. Pada Senin siang, seorang karyawan bank sobek terlihat menghampiri lapaknya. ”Kalau ekonomi lesu begini, kami bisa minta tunda. Misalnya bank sobek yang setoran Rp 50.000 itu, saya sudah dua hari enggak bayar karena dagangan lagi sepi,” ujarnya.
Terlepas dari manfaat ril yang dirasakan pedagang kecil, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis Suroto menilai, PNM Mekaar tidak akan memberikan solusi jangka panjang untuk memerangi rentenir. Paradigma keuangan mikro, lanjutnya, bukan lagi soal akses kredit, melainkan tentang kendali atas kebijakan yang memungkinkan bagi setiap orang untuk turut menentukan skema dan kendali atas uang tersebut.
Menurut dia, pemerintah harus membentuk agensi keuangan sosial yang mengoordinasikan semua program keuangan mikro dari pemerintah. ”Ini bentuk lembaganya semacam koperasi, tetapi hanya sebagai
pooling kredit. Dana pemerintah bisa ditempatkan di situ sebagai modal penyertaan untuk mengendalikan dan memastikan bunganya tetap murah dan