Mendapat Tekanan Ganda, Peternak Rakyat Terancam Bangkrut
Selain daya beli masyarakat yang turun akibat pandemi Covid-19, harga jual ayam terancam anjlok karena suplainya terindikasi berlebih. Situasi itu menjadi tekanan ganda bagi peternak unggas rakyat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menekan daya beli masyarakat sehingga berpotensi berdampak pada penurunan permintaan daging ayam. Oleh sebab itu, harga daging ayam di tingkat peternak terancam anjlok.
Kekhawatiran itu dinyatakan peternak yang tergabung di Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) dalam dialog bersama Kementerian Pertanian, Selasa (28/7/2020). Dialog ini merupakan hasil dari aksi damai yang digelar oleh PPRN.
Ketua PPRN Alvino Antonio mengatakan, fluktuasi harga daging ayam di tingkat peternak menunjukkan adanya indikasi kelebihan suplai. ”Apalagi, kami melihat gejala penurunan permintaan masyarakat (terhadap daging ayam),” katanya saat dihubungi, Selasa (28/7/2020).
Saat ini harga ayam pedaging hidup di tingkat peternak berkisar Rp 14.000-Rp 15.000 per kilogram. Akhir pekan lalu, harganya menyentuh Rp 12.000-Rp 13.000 per kilogram.
Dengan demikian, angka itu berada di bawah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Regulasi itu menyebutkan, harga acuan pembelian daging ayam di tingkat peternak Rp 19.000-Rp 21.000 per kilogram.
Oleh karena itu, Alvino meminta pemerintah mengendalikan suplai daging ayam di pasar. Salah satu caranya ialah mengatur perusahaan peternakan terintegerasi (integerator) mengurangi produksinya dan melarang penjualan di pasar tradisional.
Dalam praktiknya, Alvino berharap, pemerintah mengawasi pelaksanaan pengaturan dan pengendalian suplai daging ayam di ranah perusahaan integrator. Apabila ada integrator yang tak patuh, pemerintah mesti mengenakan sanksi.
Menurut Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi Yeka Hendra Fatika, penurunan permintaan disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sayangnya, penurunan permintaan ini tidak dibarengi dengan strategi pengendalian suplai.
Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Yeka menuturkan, data rekaman penetasan yang diatur (setting hetching record/SHR) di tingkat integrator saat ini berkisar 52 juta-58 juta ekor per minggu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Mei setelah Lebaran 2020 yang sekitar 32 juta-48 juta ekor per minggu dan harga daging ayam di tingkat peternak pada periode ini tergolong stabil.
Yeka berpendapat, kenaikan data SHR tersebut menjadi alarm jatuhnya harga daging ayam di tingkat peternak. Dalam hal ini, pemerintah mesti menyiapkan strategi intervensi sebagai langkah antisipatif.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Sugiono menyatakan, pemerintah telah menyiapkan langkah yang berorientasi pada stabilisasi perunggasan nasional.
Dalam jangka pendek, Kementerian Pertanian akan mengoptimalkan pemantauan data SHR sebagai acuan penawaran dan permintaan ayam pedaging potong (final stock/FS) aktual setiap minggu.
Dari data itu, Kementerian Pertanian akan mengambil langkah antisipatif guna mengendalikan produksi FS melalui afkir dini indukan ayam pedaging (parent stock/PS). Selain itu, pemerintah meminta perusahaan perunggasan, termasuk badan usaha milik negara, untuk menyerap ayam pedaging hidup dari peternak skala usaha mikro, kecil, dan menengah apabila adanya suplai berlebih ataupun harga di bawah acuan.