Dapat Insentif Gaji, Pekerja Gunakan untuk Konsumsi dan Menabung
Insentif gaji yang diberikan pemerintah kepada pekerja dari kalangan pegawai negeri sipil dan swasta ditanggapi positif. Tambahan penghasilan tersebut akan digunakan untuk konsumsi dan menabung.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Insentif gaji yang diberikan pemerintah kepada pekerja dari kalangan pegawai negeri sipil dan swasta ditanggapi positif. Tambahan penghasilan tersebut oleh sebagian pekerja lebih ingin digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, sementara lainnya hanya ingin menggunakannya untuk menabung.
Pemerintah menyepakati pemberian insentif atau subsidi gaji di masa pandemi Covid-19 melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional.
Ada gaji ke-13 tanpa tunjangan kinerja yang diberikan kepada pegawai negeri sipil (PNS) level pejabat eselon III ke bawah, yang cair hari ini, Senin (10/8/2020). Ada juga insentif gaji senilai Rp 600.000 yang akan diberikan kepada pekerja swasta selama empat bulan.
Yuni Adriani, tenaga kesehatan dari kalangan PNS yang bekerja di satu puskesmas di wilayah Jakarta Timur, mengatakan, bersyukur dengan masih adanya gaji ke-13 walau tanpa tunjangan kinerja.
Artinya, pada bulan ini ia akan mendapatkan gaji bulanan secara utuh dan gaji tambahan senilai gaji pokok Rp 4,5 juta.
”Menurut rencana, untuk biaya anak saya yang baru masuk kuliah Rp 8 juta per semester. Tapi, gaji itu saja masih kurang,” ujar ibu tiga anak tersebut saat dihubungi Kompas hari ini.
Tenaga kesehatan lain, Ni Luh Agustini, yang bekerja sebagai pegawai kontrak di puskesmas di Badung, Bali, justru lebih ingin menabung jika insentif tersebut ia dapatkan. Sebab, gaji yang diterimanya selama ini masih cukup untuk memenuhi kebutuhannya yang masih lajang.
Dengan latar belakang D-3, bidan tersebut mendapat gaji pokok sesuai dengan upah minimum kabupaten senilai Rp 3,2 juta. ”Kalau dapat, menurut rencana, mungkin aku tabung. Selama pandemi aku tersadar, berapa pun penghasilan kita ternyata tetap cukup untuk kebutuhan pribadi. Selama pandemi juga aku masih bisa nabung,” katanya.
Pekerja swasta seperti Menda Clara juga berencana menabung jika ia mendapatkan insentif gaji. Insan media tersebut mengakui, pandemi membuatnya khawatir akan kesempatan kerja di masa mendatang sejalan dengan tidak jelasnya situasi ekonomi di masa pandemi Covid-19.
”Kalau dapat nanti disimpan saja. Anggap uang itu enggak ada, ditabung. Kalau mendesak baru dipakai. Zaman lagi susah, enggak berani neko-neko,” ujarnya.
Selama pandemi ini, ia bersyukur pendapatannya yang di bawah Rp 5 juta tersebut tidak dikenai pengurangan. Namun, masa pandemi membuat pengeluarannya banyak dihabiskan untuk membeli keperluan perlindungan kesehatan, seperti masker medis dan vitamin. Kebutuhan lain, seperti jajan dan pakaian baru, dikurangi untuk memastikan keamanan serta efisiensi.
Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede menilai, kebijakan insentif gaji tersebut perlu dioptimalkan untuk mencegah penurunan konsumsi. Pada triwulan II-2020, konsumsi rumah tangga tumbuh negatif 5,51 persen, mengikuti pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, minus 5,32 persen.
Menurut BPS, penurunan tertinggi terjadi di sektor restoran dan hotel (-16,53 persen) serta sektor transportasi dan komunikasi (-15,33 persen). Sementara sektor yang tetap tumbuh positif adalah perumahan dan perlengkapan rumah tangga (2,36 persen) serta kesehatan dan pendidikan (2,02 persen).
”Dilihat dari dua sisi, pertumbuhan konsumsi melambat karena kalangan menengah ke bawah mengalami penurunan daya beli, sementara menengah ke atas menunda konsumsi. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus bisa lebih optimal memperbaiki kondisi ini,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad mengkhawatirkan insentif gaji tersebut tidak akan serta-merta meningkatkan konsumsi masyarakat, seiring belum pastinya masa depan perekonomian.
”Para pekerja bakal menyimpan uang karena pada dasarnya kemampuan finansial mereka mencukupi untuk kebutuhan harian. Kalau jadi simpanan menghadapi resesi, tentu saja ekonomi akan mandek atau stagnan,” ujar Tauhid (Kompas, 10/8/2020).
Insentif untuk pekerja bergaji Rp 5 juta, menurut Tauhid, bukan penghasilan orang miskin yang perlu dibantu. Pegawai dengan penghasilan di bawah Rp 2,3 juta dianggap lebih berhak, apalagi jika pemerintah tidak ingin terjadi lonjakan kemiskinan akibat Covid-19. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), upah buruh rata-rata Rp 2,92 juta.
”Penghasilan yang rendah membuat kebutuhan mereka hanya dapat dipenuhi dalam beberapa hari dan minggu. Lewat tambahan uang, sumber penghasilan mereka bisa dialihkan untuk non-makanan, seperti pendidikan-kesehatan,” ujarnya.