Pemerintah memperluas program subsidi bagi pekerja. Basis data yang digunakan umumnya terkait dengan pekerja formal. Padahal, 55 persen pekerja di Indonesia ada di bidang informal.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah di bidang ketenagakerjaan sejauh ini masih lebih banyak ditujukan kepada pekerja formal yang ada di dalam data pemerintah dan BP Jamsostek. Situasi ini memunculkan kekhawatiran penyaluran bantuan sosial tak merata.
Selain itu, ada kekhawatiran perbedaan bantuan sosial antara pekerja di sektor informal dan sektor formal.
Padahal, struktur ketenagakerjaan di Indonesia didominasi pekerja informal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Februari 2020, jumlah pekerja informal mencapai 70,04 juta orang atau 56,5 persen. Gambaran ini sejalan dengan dengan kondisi global. Data Organisasi Buruh Internasional (ILO), 62 persen dari pekerja di seluruh dunia atau 2 miliar orang bergerak di sektor informal.
Pekerja informal ini umumnya bergerak di jenis pekerjaan serabutan yang bergantung pada pemasukan harian. Mereka antara lain penarik becak, pedagang kaki lima, buruh pabrik, kuli bangunan, petugas kebersihan, juga pegawai kontrak yang dibayar harian.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Minggu (9/8/2020), mengatakan, penyaluran bantuan yang tidak merata terlihat pada penyerapan peserta gelombang 1-3 program program Kartu Prakerja dan kini dalam program terbaru subsidi gaji Rp 31 triliun untuk 13,8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta.
Kuota peserta di program Kartu Prakerja sebanyak 5,6 juta orang belum banyak menyerap pekerja informal. Berdasarkan data Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, sejak program itu dibuka pada April 2020, baru 1 persen pelaku usaha mikro dan kecil (informal) yang menjadi peserta program. Persentase ini setara 7.396 orang dari total 680.918 peserta.
Kuota peserta di program Kartu Prakerja sebanyak 5,6 juta orang belum banyak menyerap pekerja informal.
Program itu juga bergantung pada data pekerja yang terkena dampak pandemi Covid-19 di Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, data itu gagal menangkap kondisi pekerja informal secara menyeluruh. Dari total 3,06 juta pekerja yang kena dampak pandemi Covid-19, hanya 10,4 persen pekerja informal yang terdata. Sisanya adalah pekerja formal yang terkena pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan.
Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan program baru untuk menyubsidi pekerja lewat pemberian tambahan gaji bagi 13 juta pekerja. Program ini bergantung pada data BP Jamsostek.
Timboel mengatakan, pendataan pekerja informal sebenarnya tidak sulit. Data pekerja informal di sektor transportasi bisa bersumber dari perusahaan rintisan transportasi dalam jaringan, sementara data pelaku usaha atau pedagang level ultra mikro, mikro dan kecil bisa mengacu pada data dinas terkait.
Perusahaan BUMN, seperti PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) yang bertugas menyalurkan bantuan pembiayaan ke pelaku UMKM, juga mengumpulkan data pelaku sektor informal. Data itu tinggal diintegrasikan dan dikoordinasikan menjadi satu.
”Penambahan kuota Kartu Prakerja menjadi 800.000 peserta sebaiknya diarahkan untuk pekerja informal agar adil,” katanya.
Head of Communication Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Louisa Tuhatu mengatakan, dari kuota peserta Kartu Prakerja sebanyak 5,6 juta orang sampai dengan akhir tahun, ada daftar putih (white list) yang diprioritaskan untuk pekerja formal ataupun informal yang terkena dampak pandemi Covid-19. Daftar putih itu mengacu pada data yang disusun berbagai kementerian/lembaga.
”Kuota akan diprioritaskan untuk data white list ini. Akan tetapi, Kartu Prakerja itu, kan, sifat dasarnya by demand. Dengan kata lain, orang tetap harus aktif mendaftar untuk bisa masuk,” kata Louisa.
Ia mengatakan, yang bisa dilakukan pemerintah adalah memberi karpet merah untuk pendaftar dalam daftar putih pemerintah itu serta mengumumkan dan menyosialisasikan program Kartu Prakerja secara lebih gencar ke publik. ”Untuk pekerja informal yang tidak dalam akses data putih, kami arahkan ke dinas-dinas untuk mengisi dan mendaftar,” katanya.
Beralih informal
Lebih lanjut, dari hasil evaluasi manajemen pelaksana, peserta Kartu Prakerja pada gelombang 1-3 yang berasal dari latar belakang pekerja formal kini banyak yang beralih ke sektor informal dengan membuat usaha kecil-kecilan di tengah kesulitan mencari pekerjaan saat pandemi.
”Dulu, kan, desain awal program ini untuk upskilling. Kalau sekarang ini akhirnya jadi menciptakan pekerjaan, jadi arahnya berwirausaha,” ujar Louisa.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menambahkan, manajemen pelaksana tengah menjajaki kerja sama dengan BP Jamsostek untuk turut mendata pekerja informal (pekerja bukan penerima upah) di luar pekerja formal yang didaftarkan perusahaan. ”Hal ini bisa dilakukan dengan cepat karena kami sudah mengomunikasikan ini secara mendalam,” katanya.
Manajemen pelaksana tengah menjajaki kerja sama dengan BP Jamsostek untuk turut mendata pekerja informal.
Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin mengatakan, untuk lebih banyak menggaet pekerja di sektor informal, pendaftaran Kartu Prakerja juga dilakukan melalui luring (offline). Pemerintah daerah, khususnya dinas ketenagakerjaan, akan membantu dalam proses pendaftaran luring.
Pemohon harus datang langsung ke kantor dinas dan mengisi formulir pendaftaran secara manual. Formulir akan dikirimkan ke kementerian bersangkutan dan diteruskan ke manajemen pelaksana untuk kemudian diproses seleksinya. ”Harapannya, lebih banyak pekerja terdampak yang terdaftar, berhubung selama ini salah satunya terkendala pendaftaran daring,” kata Rudy.