Pemerintah harus mampu mengatasi hambatan-hambatan utama dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi melalui intervensi khusus yang cepat serta tepat. Indonesia sebenarnya memiliki daya tahan perekonomian lebih baik.
Oleh
Wirdatul Aini
·4 menit baca
Dinamika penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang berjalan lambat tak lepas dari rangkaian persoalan yang menuntut intervensi pemerintah yang efektif. Intervensi juga akan lebih efektif jika menggandeng sektor swasta untuk berinovasi mengatasi resesi.
Sejauh ini, setidaknya ada tiga persoalan utama yang menjadi rangkaian penghambat penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Hambatan pertama menyangkut rantai birokrasi. Proses administrasi dan regulasi yang panjang menjadi salah satu penyebab lambannya penanganan.
Salah satu contoh, anggaran pemulihan ekonomi untuk sektor pembiayaan korporasi tak kunjung terealisasi. Hingga kini, bidang pembiayaan korporasi masih terkendala alur skema regulasi dan infrastruktur pendukung teknis operasional.
Kendala berikutnya terkait lemahnya pengawasan. Persoalan ini berhubungan dengan keandalan data yang dimiliki pemerintah. Harus diakui pemerintah juga berhadapan dengan akurasi data sehingga tidak sedikit terjadi kasus pemanfaatan dana yang salah sasaran.
Hal tersebut kemudian merembet pada hambatan lain, yaitu potensi penyalahgunaan dana. Aparatur pelaksana di lapangan juga dibayangi kekhawatiran akan terkena kriminalisasi terkait penyaluran dana penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Hambatan yang terjadi mengakibatkan rendahnya serapan stimulus anggaran pemerintah di sektor kesehatan dan sektor-sektor pemulihan ekonomi. Dari total stimulus fiskal sektor kesehatan senilai Rp 87,55 triliun, baru 8 persen yang terserap hingga awal Agustus.
Pada periode sama, alokasi stimulus senilai Rp 120,61 triliun untuk sektor insentif usaha baru terserap sekitar 14 persen. Adapun anggaran senilai Rp 123,46 triliun untuk sektor UMKM baru terserap 26 persen.
Respons yang tepat
Dukungan stimulus fiskal berperan besar sebagai bantalan penguatan usaha dan konsumsi rumah tangga agar tidak terpuruk lebih dalam. Lambatnya serapan stimulus anggaran, khususnya di bidang kesehatan, akan berdampak pada perekonomian.
Hasil penelitian McKinsey menunjukkan keterkaitan antara kecepatan respons penanganan pandemi Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi. Merujuk penelitian tersebut, dampak krisis kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi setiap negara bergantung pada efektivitas intervensi pada aspek kesehatan dalam menghambat penyebaran virus.
Dukungan stimulus fiskal berperan besar sebagai bantalan penguatan usaha dan konsumsi rumah tangga agar tidak terpuruk lebih dalam.
Pada level tertinggi, intervensi pemerintah suatu negara berjalan sangat efektif, sedangkan di tingkat moderat belum sepenuhnya efektif, dan paling buruk jika intervensi pemerintah sama sekali tidak berjalan efektif.
Posisi Indonesia, dari hasil riset tersebut, sebenarnya berada pada skenario kelompok negara-negara dengan level efektivitas intervensi menengah. Pada posisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diproyeksikan sebesar minus empat persen. Waktu Indonesia untuk kembali ke masa sebelum krisis diproyeksikan terjadi di kuartal IV-2021.
Perbandingan kontraksi ekonomi antara Indonesia dan sejumlah negara juga menunjukkan fakta senada. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32 persen, masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
Pertumbuhan negara ekonomi besar, seperti Amerika Serikat, tercatat negatif 9,5 persen, sedangkan Perancis minus hingga 19 persen. Sementara itu, negara tetangga, Singapura, mencatat pertumbuhan minus 12,6 persen dan Malaysia minus 8,4 persen.
Kinerja lebih baik
Dalam konteks pertumbuhan, Indonesia sebenarnya diuntungkan karena struktur ekonominya banyak bergantung pada konsumsi domestik. Hal ini berbeda dengan negara lain, misalnya Singapura, yang mengandalkan perekonomian dari luar seperti sektor pariwisata dan jasa perdagangan.
Singapura, bersama sejumlah negara lain seperti Perancis dan Amerika yang juga memiliki ketergantungan pada perdagangan luar negeri, telah lebih dulu mengalami resesi.
Berkaca dari kenyataan yang ada, Indonesia sebenarnya masih memiliki daya tahan perekonomian lebih baik ketimbang negara lain. Indonesia juga masih berpeluang lebih baik untuk membenahi kinerja ekonomi. Untuk mencapai hal ini, pemerintah idealnya mampu menjawab tiga hambatan utama dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi melalui intervensi khusus yang cepat dan tepat.
Sementara itu, dunia usaha seharusnya juga mengambil peran tanggung jawab bersama pemerintah dalam berinovasi mengatasi pandemi Covid-19. Dari sisi teknologi, inovasi ini dapat direalisasikan dalam hal perlindungan kesehatan dan peningkatan kapasitas industri layanan kesehatan.
Kerja sama di bidang regulasi dapat diwujudkan sektor swasta dalam bentuk memberikan masukan dan mengomunikasikan kebijakan pemerintah. Tanggung jawab sosial sektor swasta dapat juga diwujudkan bersama pemerintah dalam hal mobilisasi dana bantuan sosial, atau mengembangkan pelatihan dan keterampilan bagi pekerja terdampak Covid-19.
Pada akhirnya, kerja sama sektor swasta dan pemerintah diteruskan lewat rumusan bersama bangunan model bisnis yang berkelanjutan. Hal ini pun sangat diperlukan agar pandemi Covid-19 tidak mendisrupsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Problem sumber daya manusia dan potensi persoalan sosial sebagai modal pembangunan berkelanjutan selayaknya menjadi bagian pertimbangan model bisnis ke depan.