Sebelum ”Go Digital”, Pelaku UMKM Harus ”Go Modern”
Sebelum terjun ke pasar digital, pelaku usaha harus memastikan produk dan layanan sudah modern, mulai dari tampilan produk, kemasan, hingga layanan agar konsumen tertarik membeli.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memaksa para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM untuk bertransformasi ke dunia digital agar mampu bertahan. Namun, sebelum terjun ke pasar digital, pelaku usaha harus memastikan produk dan layanan sudah modern.
Sebab, berbeda dengan menjajakan barang di toko fisik, konsumen di pasar digital tidak dapat memegang atau mencicipi produk yang dijual secara dalam jaringan (jaringan). Untuk itu, tampilan produk dan layanan digital harus disiapkan secara matang.
Pendiri dan Direktur Utama Miumosa, Anindya Sukarni, menyampaikan, go modern berarti kita harus membenahi mulai dari sisi kemasan, tampilan foto produk, hingga layanan komunikasi. Terlebih, dengan go digital maka akses pasar akan semakin luas.
Usahanya di sektor mode yang didirikan sejak 2017, kata Anindya, telah sejak awal memfokuskan diri untuk terjun ke dunia digital. Kesadaran ini dibangun atas kondisi industri yang memang sudah memasuki Revolusi Industri 4.0.
”Kita bisa lihat industri besar sekarang juga sudah mulai preventif dengan masuk ke digital. Jadi, sebagai pelaku UMKM, kita harus menyiapkan diri. Ini baru gerbangnya, saya yakin nanti tidak dalam waktu lama kita akan berhadapan dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence),” ujarnya, Jumat (14/8/2020).
Paparan ini dibahas dalam webinar bertemakan ”Lokal untuk Nasional: Dongkrak Ekonomi Negara di Tengah Kenormalan Baru Lewat Perdagangan Digital”. Hadir pula sebagai narasumber pendiri dan Direktur Utama Surfinclo, Dani Purnama; Asisten Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Destry Annasari; serta Wakil Presiden Hubungan Pemerintah Zilingo, Faisal Fariduddin Nasution.
Menurut Anindya, untuk terjun ke pasar digital, tidak harus langsung memiliki laman khusus. Langkah awal yang terpenting adalah melakukan riset, misalnya siapa target konsumen yang ingin dijangkau, inovasi apa yang ingin dilakukan, dan kebutuhan pasar seperti apa yang ingin dipenuhi.
”Mau membuat usaha sebesar apa dan menjangkau ke mana saja, itu semua kembali pada mindset (pemikiran) dan disiplin dari kita selaku pemilik usaha. Jadi, hal pertama dalam membangun usaha, semua balik ke kita,” ucap Anindya.
Meskipun omzet sempat menurun pada tiga bulan pertama masa pandemi hingga 40 persen, keadaan usaha kini berangsur pulih. Peningkatan terjadi karena Anindya melakukan inovasi dan diversifikasi produk.
Begitu pun yang dialami oleh Dani Purnama, pelaku usaha di sektor mode yang ”terselamatkan” dengan berjualan di pasar digital, yakni di media sosial dan e-dagang. Dalam kondisi pandemi Covid-19, usahanya dikatakan tidak mengalami kerugian, malah omzet meningkat secara signifikan, hingga 10 kali lipat.
”Buat saya dalam kondisi pandemi ini, bukan siapa yang kuat dan kaya yang bisa bertahan, tetapi siapa yang berpikir kreatif. Saya baru mulai mencoba jualan daring sekitar satu tahun dan memang pesanan jadi lebih banyak karena konsumen juga sekarang beralih,” ucapnya.
Berjualan secara daring, kata Dani, memang lebih mudah untuk mendapatkan konsumen. Namun, penataan toko daring harus menarik agar konsumen mau berkunjung.
Bantuan UMKM
Faisal Fariduddin Nasution mengatakan, fenomena yang dialami oleh Miumosa dan Surfinclo menunjukkan, usaha bukan hanya dibangun dari kreativitas, melainkan juga harus berani mengambil risiko. Selain itu, pelaku usaha harus peka terhadap perubahan perilaku konsumen dan apa yang menjadi kebutuhan mereka.
Zilingo pun kini menghadirkan fitur baru, yakni Zilingo Trade yang menawarkan bantuan bisnis untuk skala usaha dari produsen hingga reseller. Platform ini bertujuan untuk memudahkan pelaku usaha merancang strategi bisnis karena dapat memilih layanan bisnis sesuai dengan kebutuhan.
”Ketika sudah terhubung dengan Zilingo Trade, kami memiliki layanan unggulan yang dapat membantu pelaku usaha. Nantinya bisa dihubungkan dengan layanan pengadaan, penjualan, pemasaran, software pabrik, finansial, dan logistik,” ujar Faisal.
Destry Annasari menyampaikan, pemerintah juga berupaya membantu penyerapan produk UMKM, salah satunya dengan menghadirkan laman khusus UMKM di katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Alokasi belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pun mencapai Rp 231 triliun yang dapat digunakan untuk membeli produk UMKM.
Selain e-katalog, juga ada pengadaan dengan penunjukan langsung di bawah Rp 50 juta, Rp 50 juta sampai Rp 200 juta, di bawah Rp 2,5 miliar, dan di bawah Rp 12 miliar. Tentunya, ada standar khusus bagi pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah yang ingin menawarkan produknya.
”Misalnya, pengadaan snack dan makan siang untuk rapat pemerintah yang berada di bawah Rp 50 juta. Setidaknya, pelaku usaha harus memiliki sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP),” kata Destry.