Neraca Pembayaran Surplus Besar, tetapi Gambarkan Kerentanan
NPI pada triwulan II-2020 ini kelihatan bagus, yaitu surplus sebesar 9,2 miliar dollar AS, tetapi bukanlah surplus yang sehat.
Oleh
Hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan II-2020 surplus sebesar 9,2 miliar dollar AS setelah defisit 8,5 miliar dollar AS pada triwulan I-2020. Kendati surplus besar, Neraca Pembayaran Indonesia itu menggambarkan kerentanan struktur ekonomi nasional.
Bank Indonesia (BI), Selasa (18/8/2020), merilis, membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ditopang oleh penurunan defisit transaksi berjalan, serta besarnya surplus transaksi modal dan finansial. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2020 sebesar 2,9 miliar dollar AS atau 1,2 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,7 miliar dollar AS (1,4 persen dari PDB).
Adapun transaksi modal dan finansial pada triwulan II-2020 surplus cukup signifikan, yakni sebesar 10,5 miliar dollar AS, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 3 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan, penurunan defisit transaksi berjalan itu bersumber dari surplus neraca perdagangan barang akibat penurunan impor yang dipengaruhi melemahnya permintaan. Defisit neraca pendapatan juga mengecil karena berkurangnya pembayaran imbal hasil kepada investor asing yang sejalan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020 yang tecermin pada penurunan kinerja perusahaan dan investasi.
Sementara defisit neraca jasa sedikit meningkat karena didorong oleh defisit jasa perjalanan akibat penurunan jumlah wisatawan mancanegara, turunnya jasa transportasi akibat penurunan ekspor dan impor, serta berkurangnya remitansi pekerja migran Indonesia.
Adapun surplus transaksi modal dan finansial, lanjut Onny, ditopang oleh aliran masuk investasi portofolio meningkat dalam bentuk penerbitan obligasi global (global bond) oleh pemerintah dan korporasi serta pembelian Surat Utang Negara (SUN).
”Berlanjutnya aliran masuk modal asing tersebut dipengaruhi oleh likuiditas global yang meningkat, imbal hasil instrumen keuangan domestik yang tetap menarik, dan terjaganya keyakinan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia,” ujarnya melalui siaran pers.
Rentan
Sejumlah ekonom menilai, kendati surplus besar, NPI ini mencerminkan kerentanan ekonomi nasional. Dalam kondisi normal, NPI biasanya surplus atau defisit tidak terlalu besar. Namun, di tengah pandemi ini, NPI justru surplus besar.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengemukakan, dalam kondisi normal, NPI sebenarnya memperlihatkan kerapuhan struktur ekonomi nasional. Selama ini, ekonomi Indonesia ditopang oleh investasi asing, ekspor komoditas, dan impor.
Pada masa pandemi ini, ekspor dan impor turun cukup drastis. Sementara itu, investasi portofolio meningkat drastis lantaran ditopang oleh penerbitan obligasi global, terutama SUN, guna menopang pemulihan ekonomi nasional.
”NPI pada triwulan II-2020 ini kelihatan bagus, tetapi bukanlah surplus yang sehat. Impor yang turun drastis menandakan penurunan pergerakan ekonomi, terutama industri. Investasi portofolio meningkat tajam, yang ditopang obligasi global, menunjukkan kebergantungan Indonesia terhadap investor asing,” katanya.
Jika kondisi kembali normal, lanjut Faisal, NPI akan kembali seperti semula, yaitu defisit atau surplus yang tidak terlalu besar. Ini terjadi karena struktur ekonomi Indonesia masih rapuh.
Jika kondisi kembali normal, NPI akan kembali seperti semula, yaitu defisit atau surplus yang tidak terlalu besar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, berpendapat, surplus NPI pada triwulan II-2020 ditopang oleh penerbitan obligasi global pemerintah dan penurunan impor. Penurunan impor ini menunjukkan bahwa surplus perdagangan yang terjadi adalah semu.
Surplus transaksi modal dan finansial yang ditopang oleh investor asing yang mencari investasi aman di obligasi global pemerintah itu bagus. Sebab, kalau itu tidak terjadi, rupiah pasti melemah.
”Ini memang menjadi solusi, tetapi ke depan akan mematikan. Ketika ekonomi mulai pulih, maka defisit transaksi berjalan akan langsung melebar lagi, bahkan bisa lebih lebar dari sebelum pandemi karena struktur NPI tetap sama,” ujarnya.
Bhima menambahkan, ketika kembali normal, maka permintaan impor akan meningkat, khususnya impor migas dan impor bahan baku dan barang modal untuk industri. Di sisi lain, dari sisi finansial, ketika perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dan emiten publik mulai mengalami profit, maka dividen akan di transfer ke negara asal investasi.
”Risikonya tentu ke pelemahan nilai tukar dalam jangka panjang. Kebutuhan valuta asing yang cukup besar akan digunakan untuk membiayai NPI,” katanya.
BI mencatat, kinerja investasi portofolio neto pada triwulan II-2020 surplus sebesar 9,8 miliar dollar AS, berbalik arah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar 6,1 miliar dollar AS. Perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh arus masuk investasi portofolio di sisi kewajiban sebesar 9,9 miliar dollar AS yang berbalik arah dari arus keluar sebesar 6 miliar dollar AS pada triwulan sebelumnya.
Dalam laporan NPI triwulan II-2020 itu, BI menyebutkan meningkatnya aliran masuk neto dana asing selama triwulan II 2020 terutama bersumber dari penerbitan obligasi global pemerintah sebesar 4,1 miliar dollar AS dan global sukuk sebesar 2,4 miliar dollar AS.
Porsi kepemilikan asing pada instrumen SUN berdenominasi rupiah meningkat dari 54,5 miliar dollar AS pada triwulan I-2020 menjadi 63,6 miliar dollar AS pada triwulan II-2020 kendati secara persentase turun dari 38,3 persen menjadi 36,1 persen dari total nilai SUN.