Langkah Jangka Panjang BI melalui Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan pada posisi 4 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa-Rabu, 18-19 Agustus 2020. Langkah ini dinilai sebagai strategi jangka panjang.
Oleh
Agnes Theodora/Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah dua bulan berturut-turut, Juni-Juli, menurunkan suku bunga acuan, pada Agustus ini Bank Indonesia menahan suku bunga acuan pada posisi 4 persen. Langkah ini dinilai sebagai strategi jangka panjang BI untuk menopang pemulihan ekonomi nasional.
Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung Selasa-Rabu, 18-19 Agustus 2020, ini juga diperkirakan sebagai upaya menghindarkan Indonesia dari resesi.
Pada Juni dan Juli, BI menurunkan suku bunga acuan masing-masing 25 basis poin atau 0,25 persen. Sejak awal tahun ini, BI telah menurunkan suku bunga acuan 1 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, keputusan BI ini dapat menahan dana asing keluar dari Indonesia dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Padahal, sebenarnya BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan. Indikator itu antara lain inflasi yang terjaga rendah.
”Artinya, di tengah kondisi saat ini, (kebijakan menahan suku bunga acuan) tidak terlalu urgen. Namun, mungkin ini yang dinamakan kebijakan mendahului kurva atau ahead the curve. Memang sekarang tidak terlalu mendesak. Akan tetapi, kalau di tengah kondisi krisis saat ini terjadi arus modal asing keluar dari Indonesia, dikhawatirkan bisa mendekatkan kita ke kondisi resesi,” kata Faisal, Kamis (20/8/2020).
Pada Rabu (19/8/2020), nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate sebesar Rp 14.786 per dollar AS. Nilai tukar ini merupakan yang terkuat dalam sepekan terakhir.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu ditutup pada posisi 5.272,81 atau melemah 0,422 persen.
Kalau di tengah kondisi krisis saat ini terjadi arus modal asing keluar dari Indonesia, dikhawatirkan bisa mendekatkan kita ke kondisi resesi.
Upaya mencegah pembalikan modal asing tersebut mengacu pada neraca pembayaran Indonesia triwulan II-2020 yang surplus 9,2 miliar dollar AS. Surplus neraca pembayaran ditopang surplus transaksi modal dan finansial yang menutup defisit transaksi berjalan.
Data di laman BI menunjukkan, transaksi finansial surplus 10,518 miliar dollar AS. Penyebabnya, aliran modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia sehingga surplus 9,76 miliar dollar AS. Kondisi ini berbalik dari triwulan I-2020 yang defisit 6,092 miliar dollar AS karena portofolio asing meninggalkan Indonesia.
Dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, langkah BI mempertahankan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas eksternal di tengah inflasi yang diperkirakan tetap rendah. ”Bank Indonesia akan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu dalam mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan,” ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, sejak awal tahun hingga Juli 2020, inflasi di Indonesia 0,98 persen. BI menargetkan inflasi 2-4 persen pada 2020.
Faisal menambahkan, di tengah kondisi krisis seperti saat ini, kebijakan moneter lebih baik diarahkan untuk menopang pembiayaan fiskal negara.
Sementara Kepala Ekonom ASEAN di HSBC Hong Kong Joseph Incalcaterra berpendapat, keputusan mempertahankan suku bunga acuan sejalan dengan komitmen BI mengintervensi pasar demi membatasi depresiasi nilai tukar rupiah. Fokus kebijakan BI pada stabilitas nilai tukar ini juga bisa dilihat sebagai upaya mengantisipasi skema berbagi beban dengan pemerintah.
Bank Indonesia akan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global.
Hingga 18 Agustus 2020, BI sudah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada 16 April 2020 sebesar Rp 42,96 triliun. Sementara pembelian SBN oleh BI di pasar perdana melalui mekanisme pembelian langsung sesuai keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada 7 Juli 2020 sebesar Rp 82,1 triliun.
Namun, menurut Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo, perlambatan pertumbuhan ekonomi masih menyediakan ruang pelonggaran moneter, termasuk memangkas suku bunga acuan. Ruang tersebut semakin luas karena posisi cadangan devisa Indonesia masih memadai jika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali melemah.
Berdasarkan data BI, cadangan devisa per 31 Juli 2020 sebesar 135,077 miliar dollar AS.