Integrasi Bantuan Penting untuk Pulihkan Pelaku Usaha Mikro
Integrasi bantuan pemerintah untuk pemulihan kesehatan dan ekonomi yang tepat serta berefek ganda dibutuhkan untuk menyentuh pelaku usaha mikro dan ultramikro.
Oleh
ERIKA KURNIA/SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bantuan pemerintah untuk memulihkan perekonomian usaha mikro, kecil, dan menengah sebaiknya terintegrasi sehingga bisa menciptakan efek ganda bagi pertumbuhan UMKM.
Ekonom dan pendiri Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Hendri Saparini, berpendapat, pelaku usaha mikro dan ultramikro perlu diselamatkan dengan strategi pemerintah yang terintegrasi. Pemerintah, menurut dia, cenderung memisahkan strategi bantuan sehingga menyulitkan realisasi penyerapan di lapangan.
”Strategi untuk penyelamatan UMKM, misalnya, seolah terpisah dari strategi bantuan lain. Padahal, kalau program kesehatan, dana desa, atau bantuan sosial lain dihubungkan dengan program UMKM, itu akan menjadikan UMKM lebih cepat menyerap lapangan pekerjaan dan menciptakan nilai tambah,” kata Hendri kepada Kompas.
Selain masalah integrasi, pemerintah juga kerap lambat dalam mengeluarkan strategi yang tepat bagi masyarakat terdampak, termasuk kalangan pelaku usaha mikro dan ultramikro.
Baru-baru ini, pemerintah menganggarkan hibah berupa dana tunai senilai Rp 2,4 juta per pelaku usaha. Dana yang disebut modal kerja darurat yang dinamakan Banpres (Bantuan Presiden) Produktif itu akan disalurkan langsung ke rekening penerima untuk tambahan modal kerja (Kompas, 19 Agustus 2020).
Koperasi Syariah bmt itQan mengaku siap menyalurkan bantuan hibah tersebut kepada pelaku usaha anggotanya. Chief Executive Officer Koperasi Syariah bmt itQan, Adhy Suryadi, menyampaikan, pihaknya masih mendata anggota koperasi yang layak mendapatkan Banpres.
”Semua anggota koperasi yang memang layak mendapatkan bantuan akan kami daftarkan. Sejauh ini ada sekitar 3.000 anggota koperasi yang akan didaftarkan. Mereka berasal dari sektor perdagangan, pertanian, dan peternakan,” kata Adhy yang menaungi 15.000 anggota koperasi se-Jawa Barat.
Adhy juga mendorong pelaku usaha mikro untuk bergabung bersama koperasi karena ada berbagai bantuan yang bisa diperoleh. Misalnya, kebutuhan jasa keuangan akan terpenuhi, mulai dari simpanan, pembiayaan, asuransi, hingga pembayaran listrik dan pulsa.
Adapun pendampingan bagi pelaku usaha berupa pelatihan dan layanan konsultasi seputar bisnis usaha mikro. Pendampingan, kata Adhy, dilakukan sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha mikro.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha mikro, saat ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pun sedang menyiapkan factory sharing atau dapur bersama bagi pelaku usaha kecil dan mikro untuk meningkatkan kualitas proses produksi.
Sebab, kualitas, keamanan, dan kebersihan dalam memproses makanan atau minuman dapat dikontrol. Biaya produksi pun lebih efisien karena pembelian bahan baku dan bahan lain dapat dilakukan bersama-sama.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria br Simanungkalit menyampaikan, secara tidak langsung, konsep dapur bersama berpeluang membuka jejaring langsung dengan para UKM produsen.
”Dengan adanya factory sharing dan manajemen yang baik, Kemenkop dan UKM juga akan memfasilitasi standardisasi dan sertifikatnya sehingga semua produk UKM yang diproses di factory tersebut tersertifikasi. Kami akan memfasilitasi sertifikat global yang sesuai dengan pasar yang dituju sehingga walau dijual di pasar dalam negeri bisa bersaing dengan produk impor,” ucapnya.
Tantangan membangun dapur bersama, kata Victoria, terkait manajemen dapur bersama dan sumber daya manusianya. Para pelaku usaha kecil dan mikro harus mengubah cara pikir untuk melakukan proses produksi sesuai tuntutan standardisasi dan sertifikasi.