Modus Kiriman Paket Asli tetapi Palsu Meresahkan Warga
Lindungi data diri Anda saat bertransaksi jual-beli daring. Sebab, penjahat bisa menyasar Anda lewat kiriman paket belanja daring ke rumah dengan sistem bayar di tempat.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga kedatangan paket belanja daring dengan sistem bayar di tempat selama pandemi. Padahal, mereka tidak membeli barang yang datang. Dugaan penyalahgunaan data pribadi untuk transaksi daring pun muncul.
Tiga bulan terakhir setidaknya lima kali Tria (39) kedatangan kurir pengantar paket ke rumahnya di Jakarta. Kurir salah satu jasa pengiriman itu mengantar paket yang sama sekali tidak dibelinya. Walakin, identitasnya tertera sebagai penerima paket dengan sistem bayar di tempat.
”Isinya aneh-aneh dengan harga mulai dari puluhan sampai ratusan ribu (rupiah). Tidak ada yang ditebus, semua saya kembalikan,” ujar Tria, Minggu (23/8/2020). Paket yang datang pada Juni-Agustus antara lain pin gawai dan pakaian dalam bayi. Untuk pakaian dalam bayi, harganya sebesar Rp 120.000 dan Rp 170.000.
Awalnya, kurir langganannya empat kali mengantar paket yang tidak dibelinya. Semua paket dikembalikan tanpa ribut-ribut. Walakin, tiga hari terakhir, ada kurir baru yang mengantarkan paket. Sang kurir memaksa asisten rumah tangga membayar paket sebagai ganti rugi.
Jengah terus kedatangan paket, ia melapor kepada jasa pengiriman paket, termasuk minta penjelasan dari layanan pengaduan di media sosial. ”Saya lapor ke jasa pengiriman, aduan ke polisi siber, dan kementerian karena ada dugaan data saya dicuri,” katanya.
Dugaan pencurian data muncul karena ia selalu memotong nama, nomor telepon, dan alamat dari bungkus paket sebelum dibuang. Sampai sekarang, tanggapan atas aduannya belum memuaskan. Belum ada tindak lanjut dari jasa pengiriman.
Kedatangan paket tidak dikenal atas namanya juga menimpa Wardah (27). Awalnya, kurir mengontak bahwa ada paket bayar di tempat atas namanya. ”Alamat rumah di paket beda, tetapi tertera identitas saya. Kurir tanya titik kenal dekat rumah,” ucap Wardah. Ia mengembalikan paket pertama setelah menjelaskan tidak ada belanja daring.
Rupanya persoalan belum usai. Sabtu (22/8/2020), kurir mendatangi rumahnya di Yogyakarta. Kali ini di paket jam tangan dari salah satu toko daring di Bandung, Jawa Barat, tertera identitas lengkapnya. ”Data benar, tetapi saya jelas tidak pernah pesan,” ujarnya. Situasi tersebut membuatnya bingung. Sebab, ini baru terjadi meskipun ia rutin belanja daring.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan, Jumat (17/7/2020), menuturkan, peran manusia dalam keamanan siber menjadi kian krusial mengingat saat ini hubungan antara manusia dan teknologi digital semakin erat pascapandemi Covid-19 melanda.
”Percuma kalau teknologinya sudah baik dan expert-nya sudah bagus, tetapi kalau orang-orang lain tidak ikut bertanggung jawab atas kesehatan keamanan siber organisasi,” kata Anton dalam webinar yang digelar oleh Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) dan Acer Indonesia.
Berdasarkan data BSSN, sudah terjadi 34 insiden pembobolan yang mengakibatkan sekitar 55 juta rekaman data terekspos. Pada 2020, jumlah itu tentu sudah akan terlampaui dengan terjadinya insiden terhadap sebuah situs perdagangan elektronik (marketplace) ketika basis data berisi 91 juta akun penggunanya berhasil dibobol. ”Saat ini bukan masalah apakah akan kena pembobolan atau tidak, tetapi kapan (pembobolan) akan terjadi,” ujar Anton.