Penyalahgunaan data pribadi belum tertangani dengan baik. Misalnya penyalahgunaan data pribadi saat belanja daring mulai dari tingkat mitra pedagang, perbankan, hingga logistik.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan aduan penyalahgunaan data pribadi masih lamban, sementara kejahatan yang menggunakan data pribadi masih meresahkan warga. Pelaku kejahatan memanfaatkan celah keamanan, seperti sistem cash on delivery atau bayar di tempat ketika belanja daring.
Sejumlah warga mengalami hal itu selama pandemi. Mereka sudah melapor kepada jasa pengiriman. Walakin, respons terhadap aduan tidak memuaskan. Salah satunya aduan Tria (39) kepada jasa pengiriman. Warga Jakarta itu mengadukan lima paket bayar di tempat dari toko daring berbeda. Aduan lewat kanal media sosial baru mendapat respons setelah berjam-jam terkirim.
”Ribet karena ditanya nomor resi kiriman. Padahal, saya tidak pesan barang yang datang dan tidak ada pemberitahuan (nomor resi kiriman) dari sistem ke kontak seluler,” ucap Tria, Senin (24/8/2020).
Jasa pengiriman memohon maaf atas ketidaknyaman yang terjadi. Belum ada perkembangan lebih lanjut atas aduannya. Adapun lima paket bayar di tempat sudah dikembalikan kepada jasa pengiriman. Sempat terjadi adu mulut dengan kurir karena permintaan ganti rugi jasa pengantaran paket.
Wardah (27) juga kedatangan dua paket bayar di tempat. Warga Yogyakarta ini mengembalikan semua paket tanpa ada debat dengan kurir. Walakin, dirinya bertanya-tanya penyebab dari kejadian tersebut. ”Baru terjadi kali ini walaupun saya sering belanja daring,” kata Wardah. Ia memutuskan tidak mengadukan kejadian itu kepada jasa pengiriman. Sebab, paket bisa dikembalikan. Keduanya menduga terjadi penyalahgunaan data pribadi oleh toko daring. Caranya penjual memanfaatkan celah layanan bayar di tempat.
Bayar di tempat
Layanan bayar di tempat dari jasa pengiriman berlaku untuk penjual daring. Layanan itu memungkinkan pembeli membayar langsung lewat kurir setelah serah terima paket, baik dengan uang kes maupun uang elektronik.
Ada sejumlah syarat dan ketentuan layanan. Salah satu jasa pengiriman mewajibkan lampiran fotokopi buku tabungan yang tertera nomor rekening, sudah terdaftar sebagai anggota minimal satu bulan, prioritas untuk penjual daring di luar platform e-dagang, dan maksimal harga barang Rp 5.000.000.
Syarat dan ketentuan lainnya ialah biaya hanya dikenakan untuk transaksi yang sukses terkirim dengan bukti laporan pada sistem. Adapun kiriman yang gagal akan dikembalikan langsung kepada penjual setelah ada konfirmasi dari penjual. Alamat pengembalian kiriman sesuai dengan instruksi yang diterima dari penjual. Apabila tidak ada instruksi pengembalian, berlaku penanganan sesuai ketentuan jasa pengiriman.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, Februari silam, di Jakarta, menyampaikan, masih banyak pengguna internet di Indonesia yang belum sadar hak privasi data. Contohnya cukup banyak pengguna internet mengumbar foto kartu keluarga dan tidak kritis mempertanyakan penggunaan data pribadi di kartu tanda penduduk.
”Apakah perlu item data pribadi yang termuat di KTP harus sebanyak itu? Item yang tercantum bagian data pribadi harus dilindungi,” katanya.
Praktik lain ialah berbelanja di laman pemasaran. Ada konsekuensi berupa data pribadi konsumen, seperti alamat tempat tinggal, nomor layanan seluler, dan rekening perbankan, dipertukarkan. Pertukaran bisa terjadi mulai dari tingkat mitra pedagang, perbankan, hingga logistik.
Karena itu, literasi hak privasi data yang melibatkan pemerintah, swasta, dan komunitas masyarakat perlu digiatkan. Penekanan literasi, pertama-tama, dengan membangun kesadaran bahwa internet seperti ruang kaca yang siapa pun bisa melihat dan akan selalu ada jejak digitalnya.
Jajak pendapat Kompas, pertengahan Juli 2020, memperlihatkan, hampir semua responden (91 persen) khawatir data pribadi mereka bocor dan penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Kekhawatiran semakin besar lantaran sebagian besar data pribadi terekam melalui akun-akun media sosial dan akun aktivitas jual-beli daring.
Keterhubungan data digital itu memiliki kerentanan tinggi. Apalagi, jika pihak tak bertanggung jawab meretas atau mengakses untuk hal ilegal, seperti kejahatan. Publik berharap ada sanksi pidana dan denda terhadap pihak-pihak yang meretas atau menyalahgunakan data pribadi secara ilegal.
Berdasarkan data BSSN, sudah terjadi 34 insiden pembobolan yang mengakibatkan sekitar 55 juta rekaman data terekspos. Pada 2020, jumlah itu tentu sudah akan terlampaui dengan terjadinya insiden terhadap sebuah situs perdagangan elektronik (marketplace) ketika basis data berisi 91 juta akun penggunanya berhasil dibobol.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Anton Setiyawan, Jumat (17/7/2020), menuturkan, peran manusia dalam keamanan siber menjadi kian krusial mengingat saat ini hubungan antara manusia dan teknologi digital semakin erat pascapandemi Covid-19 melanda. ”Saat ini bukan masalah apakah akan kena pembobolan atau tidak, tetapi kapan (pembobolan) akan terjadi,” kata Anton dalam webinar yang digelar oleh Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) dan Acer Indonesia.