Selama masa pandemi Covid-19, harga minyak mentah anjlok dan konsumsi BBM menurun drastis. Situasi itu menyebabkan Pertamina merugi pada kinerja keuangan semester I-2020.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memaklumi kerugian PT Pertamina (Persero) pada semester I-2020 sebesar 767,9 juta dollar AS atau setara Rp 11,2 triliun. Penyebab utama kerugian tersebut adalah harga minyak dunia yang merosot dan permintaan bahan bakar minyak di dalam negeri yang anjlok selama masa pandemi Covid-19.
Sementara pemerintah masih utang sekitar Rp 100 triliun kepada Pertamina.
”Soal kerugian Pertamina, secara umum kami bisa memaklumi karena semua perusahaan migas mengalami hal serupa. Meskipun harga minyak mentah turun, harga BBM tak bisa turun lantaran permintaan di dalam negeri sedang lemah,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat dimintai pendapatnya dalam rapat kerja di Komisi VII DPR, Rabu (26/8/2020), tentang kerugian yang dialami Pertamina.
Arifin menambahkan, penyebab lain kerugian Pertamina adalah kebijakan harga jual BBM yang tak sesuai dengan harga formula atau harga keekonomian. Sejak 2016, pemerintah tak mengubah atau tak menyesuaikan harga jual BBM, khususnya jenis premium dan solar bersubsidi. Indikator penentu harga BBM jenis tersebut adalah harga minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan inflasi.
Melemahnya harga minyak mentah dunia memukul pendapatan dari sektor hulu perusahaan yang menyumbang 80 persen dari total pendapatan Pertamina.
Berdasarkan laporan keuangan Pertamina semester I-2020, kerugian tahun berjalan perusahaan sebesar 767,917 juta dollar AS. Sementara nilai penjualan dan pendapatan usaha lain sebesar 20,4 miliar dollar AS. Total aset yang dibukukan per akhir Juni 2020 sebesar 70,2 miliar dollar AS.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini yang hadir dalam rapat kerja dengan Komisi VII menuturkan, dampak kerugian bagi Pertamina saat ini lebih buruk dibandingkan dengan saat krisis-krisis sebelumnya. Pelemahan harga minyak mentah dunia memukul pendapatan dari sektor hulu perusahaan yang menyumbang sekitar 80 persen dari total pendapatan Pertamina. Selain itu, posisi rupiah yang melemah terhadap dollar AS turut memperburuk kinerja keuangan Pertamina.
”Basis pencatatan keuangan Pertamina menggunakan dollar AS. Selain itu, piutang kepada pemerintah juga sangat berdampak signifikan terhadap arus kas perusahaan. Namun, kinerja keuangan kami menunjukkan posisi yang positif untuk periode Juli 2020 ke Agustus 2020. Semoga sampai akhir tahun ini kondisinya pulih menjadi positif,” ujar Emma.
Secara nasional, konsumsi BBM turun 13 persen pada semester I-2020 dibandingkan dengan periode serupa tahun lalu.
Melalui siaran pers, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, pandemi Covid-19 di Indonesia yang terjadi sejak Maret 2020 menyebabkan permintaan BBM nasional merosot. Kebijakan pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar dan kebijakan bekerja dari rumah mengakibatkan penjualan BBM turun hingga 50 persen di sejumlah kota besar di Indonesia. Secara nasional, konsumsi BBM turun 13 persen pada semester I-2020 dibandingkan dengan semester I-2019.
”Sampai dengan Juni 2020, konsumsi BBM nasional sebesar 117.000 kiloliter per hari. Bandingkan dengan konsumsi awal 2019 sampai dengan Juni 2019 yang sebanyak 135.000 barel per hari. Namun, kami optimistis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif mengingat harga minyak dunia mulai naik dan juga konsumsi BBM, baik industri maupun retail, meningkat,” ujar Fajriyah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Ramson Siagian berpendapat, kebijakan pemerintah menahan harga jual BBM di masa pandemi Covid-19 tepat. Saat itu, banyak desakan agar pemerintah menurunkan harga jual BBM lantaran harga minyak dunia merosot hingga di bawah 20 dollar AS per barel pada April. Pemerintah tak menurunkan harga jual BBM lantaran permintaan di pasar domestik turut melemah.
”Apabila harga BBM saat itu diturunkan, padahal permintaan juga turun drastis, keuangan Pertamina akan semakin babak belur,” kata Ramson.