Pameran dan Pemasaran Properti Makin Bergeser ke Virtual
Tren pemasaran properti mulai bergeser ke virtual di tengah pandemi Covid-19. Namun, pola konvensional tetap tidak bisa ditinggalkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ajang pameran untuk memperkenalkan dan memasarkan produk-produk properti mulai bergeser ke virtual. Tren pameran virtual diprediksi akan terus berlanjut pascapandemi Covid-19, terutama dengan kondisi masyarakat yang semakin tanggap digital.
Pameran virtual yang mengandalkan akses internet mulai digarap beberapa bank. Bank Tabungan Negara, misalnya, tengah menggelar Indonesia Properti Virtual Expo (IPEX) 2020 pada 22 Agustus-30 September 2020. IPEX Virtual itu diikuti sekitar 200 pengembang perumahan subsidi dan nonsubsidi dengan jumlah sekitar 500 proyek perumahan.
Pameran properti virtual menurut rencana juga akan digelar beberapa bank, seperti Bank Central Asia dan Bank Mandiri.
Corporate Secretary PT Intiland Tbk Theresia Rustandi mengemukakan, ada 1.001 macam perjalanan konsumen dalam pencarian properti saat ini. Pameran secara digital sangat diperlukan karena internet telah menjadi salah satu sumber informasi bagi konsumen. Pameran virtual juga menawarkan gimmick khusus bagi konsumen.
Akan tetapi, pengembang tidak bisa sepenuhnya mengandalkan pameran virtual. Kebutuhan konsumen untuk melihat ke lokasi properti tetap penting. Oleh karena itu, tetap diperlukan upaya kolaboratif antara pameran digital dan pola konvensional. Pemasaran secara daring dan luring tetap harus jalan bersamaan, baik bekerja sama dengan agen pemasaran, media sosial, maupun laman daring.
Ia menambahkan, untuk mendukung pemasaran secara virtual, produk properti ditayangkan tiga dimensi (3D) dan 4D untuk memudahkan konsumen mendapatkan gambaran unit rumah yang ditawarkan. Setelah info didapat, konsumen bisa memutuskan untuk melihat lokasi.
”Di lokasilah, konsumen memutuskan mau membeli atau tidak. Namun, sebelum ke lokasi, pembeli sudah mencari informasi di internet dan mengumpulkan data terkait properti yang ingin dibeli,” katanya, Kamis (3/9/2020).
Secara terpisah, Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Wahyu Sulistio mengemukakan, pameran properti virtual akan menjadi solusi yang terbaik untuk menjembatani pengembang dan konsumen di tengah keterbatasan akses ke produk sebagai dampak pandemi Covid-19. Selain itu, perilaku konsumen saat ini kian terakses dengan layanan digital. Pemasaran secara digital juga akan memperluas jangkauan pemasaran properti hingga ke banyak daerah.
”Kita tidak mungkiri, tren (pemasaran) ke depan mengarah ke virtual. Dengan adanya pandemi Covid-19, semua hal dipaksa virtual. Hal ini akan mempercepat masa transisi ke pola pemasaran virtual,” katanya.
Di lain pihak, ia mengakui pergeseran ke virtual tetap tidak bisa meninggalkan pola konvensional. Karakteristik konsumen properti tetap memerlukan cek fisik sebelum membeli. Selama ini, penjualan melalui kanal konvensional juga tetap mendominasi pemasaran. Pengembang kemungkinan tetap akan mengombinasikan virtual dan kunjungan fisik selepas pandemi Covid-19.
”Karakteristik konsumen di usia lebih mapan tetap memerlukan interaksi fisik. Konsumen butuh merasakan dan melihat lingkungan dari properti yang dibeli. Feel harus dapat sebelum memutuskan beli produk properti,” ujar Wahyu.
Menurut Wahyu, promosi yang ditawarkan melalui pameran virtual juga dinilai akan lebih menarik guna menggerakkan pasar properti di tengah pandemi. Saat ini, sebagian masyarakat dengan dana lebih cenderung menyimpan dana di bank ketimbang membelanjakan uangnya untuk investasi. Di sisi lain, permintaan kredit pemilikan rumah turun akibat melemahnya daya beli. ”Target kami membidik orang yang punya dana lebih untuk membeli properti,” katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menilai, pergeseran pameran dan pemasaran properti ke arah digital tengah berlangsung. Pameran virtual memperluas informasi yang bisa diperoleh publik. Hal ini menjadi tantangan pengembang untuk memenangkan hati konsumen dengan informasi yang disampaikan secara digital. Meski demikian, pembelian properti tetap tidak bisa terlepas dari pola konvensional, termasuk dalam cara pembayaran dan proses akad kredit.
”Dengan cara digital, konsumen disuguhkan banyak pilihan dan bisa membandingkan produk properti seluas-luasnya sebelum menentukan pilihan. Namun, konsumen juga wajib mengetahui rekam jejak pengembang dan legalitas pembangunan,” katanya.