Penurunan Investasi Turut Membuat Pembayaran Klaim Melambat
Pandemi Covid-19 memengaruhi pendapatan premi industri asuransi jiwa sepanjang paruh pertama 2020. Kondisi ini membuat industri perlu mengantisipasi gangguan arus kas.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri asuransi jiwa mencatatkan penurunan total pendapatan dan investasi sepanjang semester I-2020. Situasi ini terjadi seiring dengan besarnya dampak pandemi Covid-19 terhadap pasar modal sebagai instrumen investasi utama industri asuransi jiwa. Hal ini turut memengaruhi perlambatan pembayaran klaim.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan, kinerja investasi industri asuransi sangat dipengaruhi oleh portofolio investasi yang terkait dengan ekonomi makro, termasuk instrumen investasi yang ada di pasar modal.
”Penempatan investasi asuransi jiwa di pasar modal itu besar sehingga sangat memengaruhi hasil kinerja industri,” ujarnya dalam AAJI Media Chat ”Industri Asuransi Jiwa: Strategi di Awal Pemulihan Ekonomi Nasional” yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (25/9/2020).
Penempatan investasi asuransi jiwa di pasar modal itu besar sehingga sangat memengaruhi hasil kinerja industri. (Budi Tampubolon)
Berdasarkan data AAJI, pendapatan premi industri asuransi jiwa pada semester I-2020 sebesar Rp 88,02 triliun, turun 2,5 persen dari semester I-2019 yang senilai Rp 90,25 triliun. Hasil investasi industri asuransi juga turun hingga minus 191,9 persen dari semester I-2019 yang sebesar Rp 22,82 triliun menjadi minus Rp 20,97 triliun pada semester I-2020.
Anjloknya pendapatan premi dan investasi itu memengaruhi total pendapatan asuransi jiwa pada semester I-2020 senilai Rp 72,57 triliun. Pendapatan tersebut anjlok hingga 38,7 persen dari pendapatan semester I-2019 yang senilai Rp 118,30 triliun.
Di tengah tren penurunan itu, pembayaran klaim dan manfaat juga turun hingga 1,9 persen, dari semester I-2019 senilai Rp 65,77 triliun menjadi Rp 64,52 triliun pada semester I-2020.
Budi menegaskan, meskipun terdapat perlambatan tingkat pembayaran klaim, industri asuransi jiwa tetap memperhatikan kualitas arus kas untuk membayar klaim-klaim jatuh tempo dan mengantisipasi peningkatan klaim.
”Kami tetap berkomitmen memenuhi tanggung jawab kepada masyarakat melalui pembayaran klaim meski kondisi pandemi pun turut memengaruhi perubahan kinerja pembayaran klaim,” kata Budi.
Pengamat asuransi Kapler A Marpaung menilai, manajemen aset menjadi kunci industri asuransi jiwa mengejar kinerja positif di tahun ini. Sebab, aset industri di pasar modal akan sulit dicairkan sementara waktu seiring dengan penurunan nilai yang masih berpotensi terus terjadi hingga akhir tahun.
”Dalam kondisi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh industri, antara lain menambah modal disetor jika tingkat penurunan rasio penurunan solvabilitas dirasa mengancam kesehatan keuangan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Kapler, industri asuransi pun dapat mempertimbangkan restrukturisasi aset, khususnya aset yang diperkenankan (admitted asset) untuk menjaga kualitas keuangan. Perusahaan-perusahaan pun dapat meninjau kembali produk-produknya sembari menyusun strategi optimalisasi kinerja.
”Dampaknya tentu saja ada perlambatan dalam pembayaran klaim atau polis-polis jatuh tempo atau penebusan sehingga perlu dimitigasi,” ujarnya.
Manajemen aset menjadi kunci industri asuransi jiwa untuk mengejar kinerja positif di tahun ini. Sebab, aset industri di pasar modal akan sulit dicairkan sementara waktu seiring dengan penurunan nilai yang masih berpotensi terus terjadi hingga akhir tahun. (Kapler A Marpaung)
Pemanfaatan teknologi
Budi mengatakan, di tengah situasi pandemi, industri asuransi jiwa tetap melaksanakan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam memanfaatkan teknologi untuk menunjang bisnis. AAJI juga menyambut baik relaksasi dari otoritas terhadap proses penjualan produk asuransi melalui konferensi video dan tanda tangan digital.
”Relaksasi sebagai pengganti metode konvensional ini tentunya sangat membantu mendorong penetrasi penjualan premi di tengah upaya memutus mata rantai penularan Covid-19,” kata Budi.
Kepala Eksekutif Pengawas Institusi Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan Riswinandi menekankan, industri asuransi perlu mencari titik keseimbangan antara pemanfaatan teknologi informasi dan mitigasi risiko yang menyertai. Pandemi telah mendorong perubahan perilaku konsumen dalam penggunaan teknologi untuk memperoleh layanan jasa keuangan, termasuk membeli produk asuransi.
Demi mengatasi risiko ketidaksesuaian penjualan produk, perusahaan asuransi juga perlu ikut meningkatkan literasi produk-produk asuransi kepada masyarakat Indonesia sekaligus kapasitas teknologi informasi dalam mendukung layanan penjualan.
Kebanyakan kasus ketidaksesuaian penjualan, lanjut Riswinandi, terjadi akibat perusahaan asuransi memasarkan produk dengan spesifikasi yang kompleks, sementara platform teknologi informasi yang digunakan tidak dilengkapi dengan fitur optimal dalam hal interaksi kepada nasabah.
”Jika ini tidak ditangani dengan baik, maka menimbulkan risiko reputasi yang dapat merugikan industri asuransi secara keseluruhan. Terutama di tengah berbagai sentimen negatif yang menerpa industri ini beberapa tahun terakhir,” katanya.