Skema berbagi beban antara pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan menjadi solusi guna meringankan beban fiskal pemerintah. Apakah langkah tersebut benar-benar bisa mengurangi defisit anggaran?
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
Skema berbagi beban atau burden sharing pembayaran bunga Surat Berharga Negara (SBN) antara pemerintah dan Bank Indonesia seolah-olah menjadi solusi guna meringankan beban fiskal mahaberat yang harus ditanggung pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Dalam skema tersebut, BI akan menanggung seluruh beban bunga SBN yang diterbitkan untuk membiayai kebutuhan menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni bidang kesehatan, perlindungan sosial, sektoral kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah.
SBN yang akan diterbitkan untuk keperluan ini pada 2020 dialokasikan Rp 397,56 triliun dengan tingkat kupon sebesar BI 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR). Dengan suku bunga BI7DRR yang saat ini sebesar 4 persen dan kewajiban BI membeli seluruh SBN yang diterbitkan, maka tanggungan BI akan mencapai Rp 15,9 triliun selama setahun.
BI juga akan menanggung sebagian beban bunga SBN yang diterbitkan untuk membiayai nonpublic goods terkait pemulihan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Skemanya, pemerintah akan menanggung bunga 1 persen poin di bawah suku bunga acuan BI, sedangkan BI akan menanggung selisih bunga pasar dengan porsi pemerintah.
SBN untuk pembiayaan UMKM dijual sesuai mekanisme pasar dengan BI bertindak sebagai penawar nonkompetitif di pasar perdana. Adapun untuk SBN yang diterbitkan untuk pembiayaan-pembiayaan lain, seluruh bunganya ditanggung pemerintah.
Sampai dengan pertengahan September 2020, BI telah membeli SBN yang diterbitkan untuk membiayai kebutuhan menyangkut hajat hidup orang banyak sebesar Rp 99,08 triliun atau 25 persen dari yang dianggarkan.
Skema berbagi beban akan memengaruhi neraca keuangan BI. Beban bunga SBN yang ditanggung BI akan mengurangi surplus neraca BI atau bahkan membuat neraca BI menjadi defisit.
Pada kondisi normal, neraca BI biasanya surplus. Penghasilan BI dari operasi moneter, seperti pendapatan bunga, transaksi aset keuangan, dan selisih kurs transaksi valas, kerap lebih besar dari beban operasi moneter.
Pada 2012-2019, neraca BI selalu surplus, rata-rata Rp 31,22 triliun per tahun. Pada 2019, surplus neraca BI Rp 33,35 triliun. Pada 2020, beban yang ditanggung BI dari skema berbagi beban mungkin belum akan mencapai puncaknya sehingga dampaknya hanya akan mengurangi surplus BI.
Namun, pada 2021, beban BI akibat berbagi beban dan penurunan hasil investasi akan semakin besar. Oleh karena itu, Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan neraca BI bakal defisit Rp 21,8 triliun pada tahun depan.
Bagi pemerintah, skema berbagi beban memang akan mengurangi beban fiskal, terutama pembayaran bunga utang. Tanpa berbagi beban dengan BI, pembayaran bunga utang tahun ini diperkirakan Rp 335,16 triliun atau melonjak 21,6 persen dibandingkan dengan tahun 2019.
Bunga utang melonjak dari penanganan dampak Covid-19 karena pemerintah menambah utang baru tahun ini, yakni Rp 1.220,46 triliun. Dengan proyeksi itu, posisi utang pemerintah pada akhir 2020 menjadi Rp 5.784,4 triliun atau setara dengan 34,4 persen produk domestik bruto (PDB). Rasio ini naik signifikan dibandingkan dengan akhir 2019 yang sekitar 30 persen PDB.
Dengan sebagian beban bunga SBN ditanggung BI, maka pembayaran bunga utang dalam APBN 2020 akan berkurang dari proyeksi sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, per Agustus 2020, realisasi pembayaran bunga utang sebesar Rp 196,5 triliun.
Apakah beban bunga utang yang berkurang akan menurunkan defisit anggaran yang tahun ini diproyeksikan Rp 1.039 triliun? Ternyata tidak. Pembayaran bunga utang yang mengecil memang akan menurunkan total belanja negara, tetapi tidak serta-merta mengurangi defisit APBN. Sebab, skema berbagi beban tidak hanya berdampak pada sisi belanja negara, tetapi juga pada penerimaan negara.
Berdasarkan UU BI, bank sentral harus menyetor sisa surplus kepada pemerintah. Setiap tahun, BI selalu berkontribusi terhadap penerimaan negara. Pada 2019, BI menyetor Rp 30,1 triliun kepada pemerintah.
Skema berbagi beban mengurangi surplus neraca BI sehingga setoran BI ke pemerintah otomatis berkurang. Dengan demikian, skema berbagi beban sebenarnya tidak berdampak apa pun terhadap anggaran negara. Dengan kata lain, beban fiskal akan sama saja dengan atau tanpa berbagi beban.