Rencana penggabungan usaha tiga bank syariah milik negara menjadi penanda babak baru upaya mengerek pangsa perbankan syariah. Total aset bank syariah hasil penggabungan diperkirakan mencapai Rp 214,6 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank BUMN syariah menuntaskan rencana penggabungan usaha untuk membentuk entitas baru dengan total aset Rp 214,6 triliun. Aksi korporasi ini diharapkan menjawab kesulitan menggenjot pangsa pasar ekonomi syariah di Tanah Air.
Ketiga bank yang akan merger adalah PT Bank Syariah Mandiri, PT BNI Syariah, dan PT BRI Syariah Tbk. Penggabungan usaha ini ditargetkan tuntas pada 1 Februari 2021 dengan BRI Syariah sebagai entitas penerima penggabungan.
Saat menyampaikan keterangan secara virtual, Rabu (21/10/2020), Ketua Project Management Office Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN Hery Gunardi menyatakan, langkah merger ketiga bank syariah menjadi harapan bagi Indonesia untuk mewujudkan perbankan syariah berskala internasional.
”Kehadiran bank syariah nasional terbesar ini diharapkan benar-benar dapat memberikan manfaat bagi orang banyak dan membawa nama Indonesia ke kancah global sebagai pusat ekonomi syariah dunia,” ujarnya.
Kehadiran bank syariah nasional terbesar ini diharapkan memberi manfaat bagi orang banyak dan membawa nama Indonesia ke kancah global sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Bank hasil penggabungan diharapkan memiliki modal dan aset yang kuat dari segi finansial, sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, maupun produk dan layanan keuangan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan penetrasi perbankan syariah yang porsi asetnya hingga Juli 2020 baru sekitar 6 persen dari total aset perbankan.
Total aset dari bank syariah hasil penggabungan ini diperkirakan mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp 20,4 triliun. Apabila dilihat dari besaran modal inti, entitas ini akan menjadi bank syariah pertama yang masuk kategori BUKU IV. Selain itu, bank syariah hasil penggabungan juga tetap akan tercatat sebagai perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode BRIS.
Komposisi pemegang saham pada hasil penggabungan bank BUMN syariah ini terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,2 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 25 persen, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar 17,4 persen, DPLK BRI-Saham Syariah sebesar 2 persen, dan publik sebesar 4,4 persen.
”Struktur pemegang saham tersebut berdasarkan perhitungan valuasi dari masing-masing bank peserta penggabungan. Seluruh proses dan tahapan-tahapan merger akan terus dikawal hingga integrasi ketiga bank syariah peserta penggabungan tuntas,” kata Hery.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri Toni EB Subari memaparkan, penggabungan kekuatan tiga bank syariah BUMN akan menghadirkan layanan dan solusi keuangan syariah yang lengkap, modern, dan inovatif dalam satu atap untuk berbagai segmen nasabah.
”Ditunjang lebih dari 1.200 cabang dan 1.700 jaringan ATM serta didukung 20.000 orang karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia, bank hasil penggabungan akan mampu memberikan layanan finansial berbasis syariah,” ujarnya.
Toni meyakini, latar belakang kompetensi ketiga bank syariah juga akan saling melengkapi sehingga bank hasil penggabungan akan memiliki layanan berbasis syariah yang komprehensif bagi semua segmen nasabah, yakni usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ritel, komesial, wholesale syariah, dan korporasi.
Direktur Utama BRI Syariah Ngatari mengatakan, pada segmen ritel, bank hasil penggabungan akan memiliki berbagai solusi keuangan dalam ekosistem syariah. Solusi itu, misalnya, terkait keperluan ibadah haji dan umrah, pendidikan, kesehatan, remitansi internasional, dan layanan dan solusi keuangan lainnya yang berlandaskan prinsip syariah.
Adapun pada segmen korporasi dan wholesale, bank syariah ini diyakini mampu masuk ke sektor-sektor industri yang belum diraih maksimal oleh perbankan syariah. Bank hasil pembangunan juga diyakini dapat turut membiayai proyek-proyek infrastruktur berskala nasional.
Nakhoda baru
Sementara itu, Darmawan Junaidi ditetapkan menjadi Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Keputusan ini disepakati dalam rapat umum pemegang saham luar biasa pada Rabu sore.
Darmawan akan mengisi posisi pucuk pimpinan Bank Mandiri setelah direktur utama sebelumnya, Royke Tumilaar, ditunjuk untuk memimpin PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Adapun Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Bank Mandiri sebelumnya, Hery Gunardi, mendapatkan mandat baru dari Kementerian BUMN untuk mengawal proses penggabungan usaha dari tiga bank BUMN syariah hingga tuntas pada Februari 2021.
Sebelumnya, Darmawan menjabat Direktur Treasury, International Banking, and Special Asset Management Bank Mandiri. Sebagai nakhoda baru Bank Mandiri, Darmawan memastikan dukungan dan keterlibatan Bank Mandiri dalam berbagai program pemulihan ekonomi nasional tidak akan surut.
Selama pandemi, Bank Mandiri telah merestrukturisasi kredit bagi debitur. Langkah ini membuat laba perusahaan turun hingga 23,94 persen, dari Rp 13,53 triliun pada semester I-2019 menjadi Rp 10,29 triliun pada semester I-2020.
”Melaksanakan arahan Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020, kami melakukan restrukturisasi kredit sehingga dari portofolio yang sudah dilakukan restrukturisasi kredit itu terdapat beberapa pengakuan pendapatan bunga yang memang perlu kami pertimbangkan untuk tidak dicatat,” kata Darmawan.
Darmawan juga menegaskan, Bank Mandiri akan menunda sejumlah aksi korporasi untuk sementara waktu meskipun permodalan mencukupi. Bank Mandiri akan menunggu waktu yang tepat untuk mendorong pertumbuhan secara anorganik.
”Penggunaan kapital untuk aksi korporasi kami tunda dulu supaya pada saat yang tepat kami bisa lebih optimal dalam melakukan inisiatif untuk tumbuh secara anorganik,” ujarnya.