Ekonomi Syariah Bisa Menopang Indonesia Menjadi Negara Maju
Sisi permintaan yang besar di berbagai sektor ekonomi dan keuangan syariah, apabila diintegerasikan dengan sisi pasokan secara digital, akan menciptakan sumber pertumbuhan baru untuk menopang Indonesia maju 2045.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia optimistis bahwa ekonomi dan keuangan syariah mampu menopang Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Hal ini dapat tercapai dengan catatan, sisi permintaan yang besar dapat ditangkap melalui kemampuan pasok yang semakin optimal karena digitalisasi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng menyatakan, Indonesia telah menjadi negara berpendapatan menegah atas dengan pendapatan nasional bruto per kapita 4.050 dollar AS (Rp 59 juta), naik dari sebelumnya 3.840 dollar AS (Rp 56 juta). Pertumbuhan pendapatan dapat digenjot dengan mengoptimalkan sektor ekonomi dan keuangan syariah.
Potensi itu, kata Sugeng, tecermin dari jumlah penduduk Muslim Indonesia sebagai terbesar di dunia. Terdapat 28.000 pesantren dengan lebih dari 2 juta santri. Selain itu, terdapat pula 14 bank umum syariah, 20 unit usaha syariah, 163 BPR syariah, dan 4.500 lembaga keuangan mikro syariah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Adapun dari segi aksesibilitas, jumlah ponsel mencapai 133 persen penduduk. Artinya, satu orang bisa memiliki lebih dari satu ponsel. ”Ekonomi dan keuangan Islam memiliki potensi yang sangat besar untuk didigitalisasi,” ujarnya saat membuka diskusi yang digelar bersama Pusat Statistik, Ekonomi, Riset Sosial, dan Pelatihan untuk Negara Islam (SESRIC) dalam rangkaian Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) ke-7, Kamis (29/10/2020).
Ekonomi syariah dulunya sangat terbatas pada instrumen keuangan berbasis syariah yang ditawarkan melalui bank syariah. Saat ini, lanjutnya, ekonomi syariah berkembang lebih luas dengan ruang lingkup, antara lain, rantai nilai halal, media dan rekreasi islami, pariwisata, farmasi dan kosmetik halal, serta keuangan sosial.
”Sisi permintaan yang sangat besar di berbagai sektor ekonomi dan keuangan syariah apabila terintegrasi dengan sisi pasokan menggunakan (teknologi) digital akan menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk Indonesia maju di tahun 2045,” ujarnya.
Berdasarkan State of Global Islamic Economic Report 2019-2020, belanja konsumsi ekonomi Islam global di berbagai sektor itu diperkirakan lebih dari 3 triliun dollar AS pada tahun 2024, naik dari 2,2 triliun dollar AS pada tahun 2018.
Apabila terintegrasi secara digital, pengeluaran besar-besaran di berbagai sektor ekonomi dan keuangan syariah akan jadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Langkah ini telah ditempuh sejumlah negara dengan penduduk yang bukan mayoritas Muslim, seperti Thailand, China, dan Korea Selatan.
”Thailand, misalnya, sudah mulai serius menggarap potensi ekonomi dan keuangan syariah global dengan mendeklarasikan diri sebagai negara dapur halal dunia. Sementara Korea Selatan berbenah diri untuk menjadi negara tujuan wisata ramah Muslim,” ujar Sugeng.
Sementara itu, China mengincar potensi ekonomi dan keuangan syariah dunia dengan menggarap dan menghasilkan sebagian besar produk mode Muslim melalui platform digital. ”Negara-negara anggota OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) tak boleh ketinggalan menggarap besarnya potensi ekonomi dan keuangan syariah,” kata Sugeng.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal SESRIC dari OKI Nebil Dabur menekankan bahwa negara-negara anggota OKI memiliki struktur ekonomi dan sosial yang heterogen. Kondisi ini menjadi tantangan bagi organisasi untuk membuat nota kesepahaman terkait penguatan ekonomi syariah digital yang dapat diimplementasikan di tiap negara anggota.
Meski begitu, Dabur sepakat bahwa digitalisasi bisa menjadi pintu bagi negara-negara anggota OKI yang tengah berupaya untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Untuk itu, sejumlah negara anggota OKI masih perlu belajar dari negara anggota lain, termasuk Indonesia, yang telah mulai mentransformasikan sistem ekonomi dan keuangan secara digital.
”Konteks digitalisasi ekonomi dan keuangan akan menjadi inisiatif yang sangat penting bagi kemajuan negara-negara anggota ke depan karena digitalisasi mempunyai peran yang sangat penting untuk mendorong perekonomian menjadi lebih maju lagi,” ujarnya.