Bank Dunia Dorong Investasi Perikanan Berkelanjutan
Pengembangan bisnis perikanan yang berkelanjutan terus didorong. Namun, koordinasi pemerintah pusat dan daerah yang masih lemah dikhawatirkan menyebabkan nelayan kecil ditinggalkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Dunia bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia mendorong pengembangan bisnis perikanan kakap dan tuna yang berkelanjutan di Laut Arafura dan Sawu. Prakarsa itu, antara lain, berupa pembiayaan Coastal Fisheries Initiative Challenge Fund sebesar 1 juta dollar AS dari Fasilitas Lingkungan Global atau GEF.
Program digarap bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Program Kelautan Berkelanjutan Indonesia (ISOP) Bank Dunia melibatkan calon pemodal dalam mengembangkan rencana bisnis dan mempromosikan peluang investasi sektor perikanan berkelanjutan, membangun kemitraan komunitas nelayan dan bisnis yang mengutamakan kelestarian, serta berbagi pengalaman dari keberhasilan investasi di masa lalu.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin, Minggu (1/11/2020), mengemukakan, pemerintah dan Bank Dunia kini tengah membahas program kelautan sejahtera sebagai upaya mendorong investasi perikanan.
Secara terpisah, Practice Manager Environment, Natural Resources and Blue Economy Bank Dunia Ann Jeannette Glauber menilai, peluang investasi penangkapan ikan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan di Indonesia masih terbatas. Industri perikanan masih menghadapi ketidakpastian usaha karena stok perikanan pesisir berisiko terhadap penangkapan ikan berlebih, keterbatasan rencana pengelolaan yang efektif, serta data dan penelitian yang tak memadai.
Padahal, Indonesia tercatat sebagai penghasil perikanan terbesar kedua di dunia. Sektor ini menghasilkan sekitar 4,1 miliar dollar AS pendapatan ekspor tahunan, menunjang lebih dari 7 juta pekerjaan, dan menyediakan lebih dari 50 persen protein hewani bagi Indonesia.
”Tujuan dari Challenge Fund adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi dan sosial dari sektor ini serta mendukung kesejahteraan dan mata pencarian orang-orang yang bergantung pada perikanan pesisir,” kata Ann Jeannette Glauber, dalam siaran pers.
Secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengemukakan, inisiatif pendanaan yang masuk untuk investasi perikanan harus mempertimbangkan stok ikan, keterlibatan pemerintah daerah dan nelayan lokal, serta penguatan pembangunan perikanan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI. Investasi penangkapan ikan yang berkelanjutan juga harus ditopang hilirisasi, seperti penguatan sistem logistik ikan nasional serta kesejahteraan nelayan kecil dan nelayan tradisional.
Inisiatif investasi perikanan di bawah 12 mil itu dikhawatirkan membuat nelayan kecil kian ditinggalkan dalam pengelolaan perikanan jika tidak diimbangi penataan dan tata kelola hulu-hilir.
Relasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan perikanan berbasis WPP belum berjalan optimal. Imbasnya, perizinan perikanan tangkap yang diterbitkan oleh pusat dan daerah tidak didasarkan pada angka jumlah tangkapan yang diperbolehkan terkait produktivitas kapal dan alat tangkap yang dipakai.
Persoalan lain, hingga saat ini belum ada kejelasan definisi nelayan kecil karena perbedaan definisi nelayan kecil dalam sejumlah peraturan perundangan. Sementara RUU Cipta Kerja menghapus definisi nelayan kecil.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam menyebutkan, nelayan yang menggunakan kapal berukuran paling besar 10 gros ton (GT) atau maksimal 5 GT menurut UU No 31/2004 tentang Perikanan jo UU No 45/2009. Selain itu, UU No 17/2008 tentang Pelayaran menyebutkan, kapal berukuran maksimal 7 GT.
”Pendefinisian yang berbeda ini menimbulkan multitafsir di level daerah dan berakibat pada pembedaan perlakuan di lapangan. Terlebih lagi menyangkut perizinan yang masih dikenakan kepada nelayan kecil,” katanya.