Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan III tahun 2020 mengalami kontraksi 1,40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pemeritah diminta untuk mendorong UMKM dan pembangunan infrastruktur.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada triwulan III tahun 2020 mengalami kontraksi 1,40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini lebih baik dibanding triwulan II tahun 2020, dimana secara year on year (yoy), pertumbuhan ekonomi Sumsel terkontraksi hingga 1,53 persen. Penguatan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan infrastruktur menjadi penting untuk mendorong pemulihan ekonomi di daerah.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Endang Tri Wahyuningsih, Kamis (5/11/2020) mengatakan pada triwulan III tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan masih terkontrasi sebesar 1,40 persen dibanding periode yang sama tahun 2019. Adapun nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 118, 29 triliun.
Sumber kontraksi terbesar dari sisi lapangan usaha disumbangkan oleh sektor pertambangan (-0,91 persen), pertanian (-0,65 persen), perdagangan dan transportasi lain (-0,20 persen), pergudangan (-0,19), serta sektor akomodasi dan air minum (-0,15).
Beberapa dari pelaku UMKM terpaksa gulung tikar dan tidak bisa lagi melanjutkan usahanya (Masayu Lela)
Walau terkontraksi, pertumbuhan ekonomi Sumsel ini melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi di pulau sumatera yakni terkontraksi 2,22 persen dan pertuumbuhan ekonomi nasional yang terkontraksi 3,49 persen.
Meski begitu, ujar Endang, kondisi perekonomian di Sumsel membaik dibanding triwulan II tahun 2020. “Jika dibandingkan dengan triwulan lalu (Q to Q) , pertumbuhan ekonomi Sumsel mencapai 4,12 persen,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi ini terjadi karena sejumlah sektor strategis di Sumsel sudah mulai pulih. Beberapa hal yang mencolok adalah mulai membaiknya kegiatan ekspor komoditas unggulan seperti karet, kayu bulat, batubara, dan bubur kertas.
Endang menuturkan, perbaikan ekonomi ini mulai terlihat sejak pemerintah daerah menerapkan kebijakan era kebisaan baru dan menghapuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terutama di Palembang. Pada triwulan ke III inilah aktivitas ekonomi tetap berjalan dibarengi dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
“Mobilitas masyarakat ke tempat rekrekasi, hotel, restoran, dan di kawasan permukiman sudah lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya,” ucap Endang.
Endang mengungkapkan, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV, pemerintah diharapkan mendorong konsumsi rumah tangga dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Itu karena pengeluaran konsumsi rumah tangga menjadi penyokong PDRB tebesar di Sumsel dengan kontribusi 62,21 persen.
Selain itu, ungkap Endang, pemerintah juga perlu mendorong keberlangsungan sektor pertanian, UMKM, dan pembangunan infrastruktur yang bermuara pada terserapnya tenaga kerja.
Berdasarkan kajian BPS, jumlah pengangguran di Sumsel per Agustus 2020 mencapai 238.400 orang atau meningkat meningkat 48.200 orang jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu."Peningkatan jumlah pengangguran ini juga disebabkan oleh lesunya perekonomian akibat pandemi," ucapnya.
Gulung tikar
Ketua Asosiasi Kemitraan UMKM Indonesia (Akumindo) Sumatera Selatan Masayu Lela mengatakan ada sekitar 8.700 pelaku UMKM di Sumsel yang terdampak covid-19. “Beberapa dari pelaku UMKM terpaksa gulung tikar dan tidak bisa lagi melanjutkan usahanya,” ucap Masayu. Hal ini disebabkan karena mereka kekurangan modal.
Bantuan modal dari pemerintah pusat yakni berupa bantuan modal sebesar Rp 2,4 juta memang memberikan angin segar. Hanya saja tidak semua pelaku usaha mikro dapat mendapatkannya. Mereka terkendala pengajuan proposal ke perbankan dan tidak memenuhi persyaratan.
Untuk di Palembang sendiri, dari 1.450 pelaku usaha mikro hanya 400 yang mendapatkan fasilitas tersebut. “Mereka tentu membutuhkan bimbingan dan pendampingan,” ujarnya.
Menanggapi masalah ini, Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru menuturkan, pihaknya sudah menyediakan Rp 4,4 triliun untuk pelaku UMKM di Sumsel agar dapat bangkit dari keterpurukan di tengah pandemi. “Sampai saat ini, dana baru terserap sebesar Rp 2 triliun,” ucapnya.
Selain itu, dirinya juga mengimbau pemerintah kabupaten/kota untuk benar-benar menggunakan anggaran seoptimal mungkin sebagai stimulan pendorong ekonomi daerah. Herman mengakui adanya dana mengendap sebesar Rp 8,8 triliun, namun dana itu adalah sikulasi keuangan daerah. “Di sana ada pendapatan transfer dari pusat dan daerah, adanya belanja yang belum dibayarkan,” ucapnya.
Berdasarkan kajian BPS, realisasi belanja APBD pemerintah provinsi pada triwulan III tahun 2020 mengalami peningkatan 33 persen dibanding triwulan II. Sebaliknya, belanja APBD pemerintah kabupaten dan kota menurun 8 persen dan penyerapan APBD Desa menurun 55 persen.
Herman menjelaskan belum optimalnya penyerapan anggaran di kabupaten/ kota karena mereka sulit menyesuaikan penyerapan anggaran yang mengacu pada hasil refokusing Covid-19. “Dan saya memaklumi itu, namun jangan sampai stagnan," katanya.
Untuk itu dia berharap pemerintah dapat mempergunakan anggaran semaksimal mungkin sehingga aktivitas ekonomi dapat kembali menggeliat.