Selain pandemi Covid-19, faktor iklim dinilai bakal mendongkrak angka kemiskinan global tahun ini. Bank Dunia memperkirakan 88 juta-115 juta orang terjerumus ke kemiskinan kronis.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 dinilai bukan satu-satunya faktor yang akan meningkatkan angka kemiskinan kronis pada 2020 dan 2021. Kemiskinan di negara-negara yang bermasalah dengan perubahan iklim berpotensi lebih tinggi, termasuk Indonesia.
Dalam laporan kemiskinan dan kemakmuran bersama edisi Oktober 2020, yang dirilis Bank Dunia, disebutkan, sebanyak 88 juta-115 juta orang akan terjerumus ke kemiskinan kronis pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Pada 2021, penduduk yang jatuh ke kemiskinan kronis akan meningkat lagi berkisar 23 juta-35 juta orang.
Pandemi Covid-19 bukan satu-satunya faktor pengaruh. Kemiskinan kronis akan meningkat lebih tajam di negara-negara yang mengalami konflik bersenjata dan bermasalah dengan perubahan iklim. Isu lingkungan dan perubahan iklim ini akan mendorong lebih dari 132 juta orang lagi ke dalam kemiskinan pada 2030.
Kenaikan jumlah penduduk miskin paling tinggi ada di Asia Selatan, yakni 49,3 juta-56,5 juta orang atau 49-56 persen dari proyeksi kenaikan global pada 2020. Garis kemiskinan di negara berpendapatan menengah tinggi akan menjadi 5,5 dollar AS per hari, sementara di negara berpendapatan menengah rendah 3,2 dollar AS per hari.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki, yang dihubungi pada Rabu (11/11/2020), menuturkan, di tengah pandemi Covid-19, perubahan iklim akan memicu peningkatan angka kemiskinan lebih tinggi dari perkiraan.
Berdasarkan kajian Bappenas, tingkat kemiskinan di Indonesia pada akhir 2020 diperkirakan 9,7-10,2 persen atau 26,2 juta-27,5 juta orang dari jumlah penduduk di Indonesia. Dengan demikian, ada tambahan 3,9 juta penduduk miskin sepanjang tahun ini. Perkiraan Bappenas itu sudah memperhitungkan dampak Covid-19, tetapi belum perubahan iklim.
Menurut Maliki, perubahan iklim umumnya disertai bencana alam. Karena itu, daerah-daerah yang rawan banjir berisiko lebih tinggi angka kemiskinannya. Pemerintah kini bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk memetakan daerah-daerah rentan bencana dengan data kemiskinan.
”Perubahan lingkungan sudah lama menjadi perhatian pemerintah, dan (mitigasinya) berlangsung secara bertahap,” kata Maliki.
Maliki mengatakan, dampak perubahan iklim ke kemiskinan diantisipasi melalui kebijakan perlindungan sosial yang adaptif terhadap perubahan iklim. Perlindungan sosial tidak hanya berupa bantuan kebutuhan pokok atau uang tunai, tetapi infrastruktur untuk mengantisipasi bencana alam yang berpotensi muncul.
Terdampak pandemi
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir, Rabu, potensi kenaikan kemiskinan di Indonesia lebih disebabkan pandemi Covid-19, bukan perubahan iklim. Banyak orang kesulitan berusaha dan bekerja selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Kalau perubahan iklim sebenarnya tidak. Isu utama peningkatan kemiskinan karena PSBB untuk mencegah penyebaran Covid-19,” kata Iskandar.
The Smeru Research Institute pernah menyampaikan, krisis sosial-ekonomi akibat pandemi Covid-19 mesti ditangani secara holistik, mulai dari penentuan sasaran bantuan, penyusunan mekanisme pendataan sasaran, hingga penyaluran bantuan.
Hasil riset SMERU memperkirakan lonjakan kemiskinan berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi ringan hingga berat. Dalam skenario paling ringan, yakni pertumbuhan ekonomi 4,2 persen, angka kemiskinan naik 9,7 persen atau bertambah 1,3 juta orang. Skenario moderat, jika perekonomian tumbuh 2,1 persen, jumlah orang miskin bertambah 3,9 juta orang.
Adapun skenario terburuk, yakni pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 1 persen, orang miskin di Indonesia bertambah 8,45 juta orang atau melonjak 12,4 persen. Dengan skenario paling buruk ini, pada akhir tahun ini jumlah orang miskin bisa sebanyak 33,24 juta orang.
”Riset SMERU itu belum memperhitungkan dampak perubahan iklim,” ujar peneliti senior SMERU Research Institute, Asep Suryahadi.
Menurut Bank Dunia, pandemi Covid-19 menyebabkan tingkat kemiskinan global kembali ke tahun 2017. Kenaikan angka kemiskinan semakin menyulitkan pemerintah di semua negara untuk memperbaiki pendapatan 40 persen penduduk termiskin. Penduduk miskin di negara berpendapatan menengah diproyeksikan 72 juta orang.
Sebelumnya, ekonom yang juga Menteri Keuangan periode 2013-2014, M Chatib Basri, mengingatkan, Indonesia tidak bisa lagi mengesampingkan aspek lingkungan dan perlindungan hak-hak sosial dalam ekonomi. Kedua hal itu kini menjadi pertimbangan para investor global dalam membuat keputusan investasinya.
Investor kini cenderung menghindari pembiayaan proyek-proyek yang dianggap mengganggu atau merusak lingkungan. Oleh karena itu, proyek yang dinilai tidak ramah lingkungan berpotensi semakin sulit mendapatkan pembiayaan. Fakta ini harus menjadi perhatian pemerintah dan dunia usaha.