Imbal Hasil Menopang Lelang Surat Utang Negara
Pemerintah diharapkan membelanjakan utang yang diperoleh dengan baik. Menutup tahun ini, pemerintah akan kembali melelang surat utang negara.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menggelar lelang surat utang terakhir untuk tahun ini pada 1 Desember. Realisasi sementara penerbitan surat utang negara sejak awal tahun ini mencapai Rp 1.351,69 triliun.
Realisasi tersebut ditopang penurunan imbal hasil dan porsi kepemilikan asing.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan yang dihubungi pada Minggu (22/11/2020) mengatakan, target indikatif dan maksimal untuk lelang surat utang negara (SUN) terakhir pada tahun ini tidak jauh berbeda dari lelang sebelumnya.
Lelang SUN pada 17 November 2020 menghasilkan Rp 24,6 triliun dari seri SPN03210218, SPN12210812, FR0086, FR0087, FR0080, FR0083, dan FR0076. Penawaran yang masuk untuk lelang ketujuh seri SUN itu sekitar Rp 104,68 triliun. Angka penawaran itu termasuk yang tertinggi sepanjang 2020.
”Keputusan resmi penerbitan SUN terakhir akan diumumkan pada Selasa besok,” kata Deni.
Deni mengatakan, minat investor yang tinggi terhadap SUN diharapkan berlanjut hingga lelang terakhir. Berita keberhasilan uji coba vaksin dan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa waktu terakhir berdampak positif terhadap pasar keuangan global dan domestik. Kedua sentimen positif itu menggerakkan arus modal kembali ke negara-negara berkembang.
Minat investor yang tinggi terhadap SUN diharapkan berlanjut hingga lelang terakhir.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) per 17 November 2020 sebesar Rp 1.351,69 triliun atau sekitar 88,42 persen dari target. Realisasi penerbitan SBN itu termasuk pembelian oleh Bank Indonesia di pasar perdana senilai Rp 48,027 triliun.
Penerbitan SBN didukung penurunan imbal hasil dan kepemilikan asing. Per 17 November 2020, imbal hasil SBN tenor lima tahun sebesar 5,16 persen dan SBN tenor 10 tahun sebesar 6,11 persen. Adapun imbal hasil SBN untuk jangka waktu 15 tahun sebesar 6,66 persen dan SBN tenor 20 tahun sebesar 7,09 persen.
Pada awal tahun 2020, SBN tenor 5 tahun dan 10 tahun sempat di atas 7-8 persen.
Selain itu, ketidakpastian global juga memengaruhi minat investor asing membeli SBN yang diterbitkan Pemerintah Indonesia. Porsi kepemilikan asing dalam SBN domestik merosot, dari kisaran 30-40 persen menjadi 26,19 persen per 17 November 2020.
Kepemilikan asing dalam SBN domestik saat ini sebesar Rp 960,88 triliun.
Dari SUN per 17 November 2020 yang senilai Rp 3.668,39 triliun, bank memiliki 38,76 persen di antaranya atau Rp 1.422,24 triliun. Adapun nonbank memiliki 54,82 persen di antaranya atau Rp 2.011,5 triliun.
Baca juga: Mengelola Utang Nasional
Hati-hati
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, menekankan, pemerintah tetap harus berhati-hati dalam memenuhi kebutuhan anggaran, terutama dari utang. Kehati-hatian tidak hanya dilihat dari jumlah utang, tetapi juga dari biaya utang.
Menurut Akbar, beban utang pemerintah memang lebih ringan karena dibantu Bank Indonesia dan didukung era suku bunga rendah. Namun, masalah yang kini mengemuka justru bukan pembiayaan utang, melainkan penggunaan utang.
Persoalan penggunaan utang ini tecermin dalam realisasi belanja pemerintah yang masih kisaran 60-70 persen.
”Setiap penerbitan SBN atau penarikan pinjaman yang dilakukan pemerintah butuh biaya. Namun, jika pada saat yang sama utang itu tidak mampu dibelanjakan dengan baik, negara akan menanggung biaya yang tidak perlu,” kata Akbar.
Baca juga: Pandemi dan Beban Utang
Khusus utang luar negeri pemerintah, berdasarkan data di laman BI, sebesar 197,374 miliar dollar AS per September 2020 atau sekitar Rp 2.808 triliun.
Menurut jenis utang, utang luar negeri pemerintah yang berupa pinjaman sebesar 57,177 miliar dollar AS dan berupa surat utang sebesar 140,196 miliar dollar AS.
Setiap penerbitan SBN atau penarikan pinjaman yang dilakukan pemerintah butuh biaya.
Sementara menurut sektor ekonomi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor ekonomi dengan utang luar negeri pemerintah terbesar, yakni 46,969 miliar dollar AS.
Posisi utang luar negeri pemerintah, menurut mata uang per September 2020 berupa dollar AS, ialah sebesar 91,809 miliar dollar AS.
Keringanan utang
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai Konferensi Tingkat Tinggi G-20, yang digelar secara virtual, Sabtu (21/11/2020), menyampaikan, sejumlah lembaga internasionaal, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, akan memperpanjang relaksasi cicilan utang (debt service suspension initiative/DSSI) bagi negara berpendapatan rendah.
Baca juga: G-20 Susun Langkah Global Atasi Pandemi
Cicilan utang akan diperpanjang, dari semula sampai dengan akhir tahun ini menjadi pertengahan 2021. Perpanjangan cicilan utang dilakukan agar negara berpendapatan rendah memiliki ruang fiskal yang cukup untuk penanganan Covid-19. Besaran cicilan utang itu senilai 4,9 miliar dollar AS.
”Cicilan senilai 4,9 miliar dollar AS tersebut sudah disepakati untuk ditunda pembayaran utangnya, yaitu dari 46 negara dari 77 negara yang berhak ikut dalam DSSI dan sudah mengajukan permintaan,” kata Sri Mulyani.
Selain itu, tambah Sri Mulyani, Konferensi Tingkat Tinggi G-20 juga akan menyepakati perlakuan utang yang sama di antara negara-negara yang tergabung dalam klub paris ataupun negara-negara di luar klub paris. Klub paris beranggotakan 19 negara terkaya di dunia yang menyediakan fasilitas finansial terkait utang.