Pemerintah berencana mengurangi hari libur panjang dan cuti bersama pada akhir tahun ini untuk menekan penyebaran Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana mengurangi hari libur panjang dan cuti bersama pada akhir tahun ini untuk menekan penyebaran Covid-19. Rencana itu mesti diiringi pengawasan protokol kesehatan dan penegakan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Langkah-langkah itu dapat berdampak pada pengendalianCovid-19 di Indonesia.
Menurut data di laman covid19.go.id, sebanyak 502.110 orang terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia per Senin (23/11/2020). Sejak diumumkan pertama kali di Indonesia pada 2 Maret 2020, sebanyak 16.002 orang meninggal akibat Covid-19 dan 422.386 orang sembuh dari Covid-19.
Presiden Joko Widodo, dalam pengantarnya pada rapat terbatas membahas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, meminta libur panjang akhir tahun dipangkas.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers seusai rapat, menyampaikan, Presiden mengarahkan agar pengurangan hari libur dan cuti bersama pada akhir tahun segera dibahas bersama menteri dan lembaga terkait.
Semula, pemerintah memundurkan cuti bersama Idul Fitri pada 26-29 Mei 2020 ke akhir tahun, yakni 28-31 Desember 2020. Keputusan memundurkan cuti bersama ini karena pandemi Covid-19.
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat, arahan muncul karena tren kenaikan kasus Covid-19 setelah libur panjang. ”Mengingat sebelumnya muncul kluster long weekend yang menunjukkan masih banyak masyarakat yang tidak disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/11/2020).
Agar langkah pengurangan libur panjang dan cuti bersama itu berdampak terhadap pengendalian Covid-19, pemerintah perlu menyiapkan langkah antisipasi. Sebab, ada kemungkinan masyarakat membatalkan rencana bepergian ke luar kota atau ke tempat wisata menjadi bepergian ke pusat perbelanjaan atau fasilitas umum lainnya. Oleh karena itu, pengawasan di tempat-tempat itu mesti diperketat.
Ada kemungkinan masyarakat membatalkan rencana bepergian ke luar kota atau ke tempat wisata menjadi bepergian ke pusat perbelanjaan atau fasilitas umum lainnya.
Yusuf juga menyarankan penegakan sanksi bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.
Di masa pandemi Covid-19, pemerintah mendorong masyarakat untuk menerapkan jaga jarak, mencuci tangan menggunakan sabun, dan mengenakan masker.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam menyambut baik arahan pemerintah mengenai libur panjang akhir tahun. ”Kami melihat ada upaya mengendalikan kasus Covid-19 sebagai prioritas,” ujarnya.
Jumlah hari libur yang dipangkas, kata Bob, dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk menambah produksi dan menigkatkan produktivitas. Tujuannya, memenuhi belanja masyarakat pada akhir tahun.
Sebaliknya, Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran justru menyayangkan pemotongan hari libur panjang pada akhir tahun ini.
”Sebelumnya ada harapan pertumbuhan pada libur akhir tahun setelah sembilan bulan terpukul pandemi,” tuturnya.
Menurut dia, libur panjang akhir tahun bisa tak berdampak pada peningkatan pandemi Covid-19. Syaratnya, pemerintah menguatkan fungsi pengawasan dan penegakan sanksi di tengah masyarakat saat berwisata.
Kami melihat ada upaya mengendalikan kasus Covid-19 sebagai prioritas.
Corporate Communications Manager Pegipegi Busyra Oryza menyatakan, pihaknya mendukung upaya penanganan Covid-19. Sebab, setelah situasi kembali normal, masyarakat dapat bepergian dengan aman dan nyaman.
Hasil riset Pegipegi terhadap 1.490 responden pada 9-16 November 2020, sebanyak 75 persen responden telah merencanakan liburan pada akhir tahun ini. Dari jumlah itu, 45 persen responden berencana berpergian ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi, seperti mobil, dan 30 persen responden memilih keluar kota dengan menggunakan pesawat.
Responden memilih berlibur karena dapat mematuhi protokol kesehatan (66 persen), percaya pada tempat yang akan dikunjungi telah menerapkan protokol kesehatan (65 persen), dan merasa sehat (31 persen). (JUD)