Ekonomi Terus Membaik, Prospek Investasi Pasar Modal Cerah
Kinerja pasar modal di Indonesia terus membaik menjelang akhir tahun, mengikuti pergerakan ekonomi ke arah positif. Masyarakat pun masih dapat mengambil keuntungan dari kegiatan investasi di pasar modal.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja pasar modal di Indonesia terus membaik menjelang akhir tahun, mengikuti pergerakan ekonomi yang mulai pulih. Kondisi ini membuat prospek investasi di pasar modal tergolong cerah.
Head of Intermediaries Schroders Indonesia Felita Elizabeth dalam webinar bertajuk ”Mencari Peluang di Tengah Pandemi”, Kamis (3/12/2020), mengatakan, produk pasar modal, seperti saham dan obligasi, masih akan terus menguat setelah mengalami reli kencang sejak November. Ini memberi peluang masyarakat untuk lebih banyak berinvestasi.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada November tercatat naik 9,7 persen secara bulanan. Imbal atau yield surat berharga negara (SBN) sekitar 6 persen.
Masuknya kembali dana investasi asing, yang antara lain dipicu kemenangan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, jadi sentimen positif. Porsi kepemilikan SBN oleh investor asing kembali naik setelah penarikan besar-besaran hampir 7 miliar dollar AS pada April 2020.
”Pasar modal Indonesia juga masih belum melewati titik di awal tahun. Kita proyeksikan di awal tahun depan ada pemulihan ekonomi. Jadi, prospek (untuk menambah portofolio) masih baik sekali,” ujarnya.
Meski demikian, baik manajer investasi maupun investor individu diingatkan untuk mencari emiten atau produk investasi yang berkinerja positif. Beberapa sektor industri yang masih akan bertumbuh atau pulih, menurut dia, masih tidak jauh dari yang memiliki keterkaitan dengan pandemi dan efek pembatasan sosial.
”Dengan terjadinya disrupsi akibat pandemi tahun ini, untuk jangka waktu pendek dan menengah, sektor yang akan diuntungkan tidak jauh dari telekomunikasi dan informasi atau kesehatan. Ke depan, kita berharap perusahaan di sektor tersebut, banyak yang melakukan IPO, jadi menambah ramai pasar modal dan menaikkan capital market,” tuturnya.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi diharapkan memperbaiki sektor industri atau usaha yang terdampak pandemi, seperti sektor ritel, pariwisata, atau properti. Pertumbuhan ekonomi di triwulan VI-2020 diproyeksikan membaik, melihat pertumbuhan di triwulan III yang minus 3,49 persen secara tahunan, membaik dari triwulan I yang minus 5,32 persen.
Sinyal pemulihan ekonomi pascaresesi sudah dirasakan sektor industri pariwisata. Salah satu pemain industri tersebut adalah agen perjalanan daring Tiket.com yang mengaku sudah melihat tren positif permintaan pasar pariwisata menjelang penutup tahun 2020.
Co-Founder dan Chief Marketing Officer Tiket.com Gaery Undarsa, pada kesempatan sama, mengatakan, permintaan masyarakat akan liburan kembali merangkak naik di triwulan III-2020, setelah terpuruk di triwulan II.
”Pada triwulan IV bahkan ada permintaan besar sekali, baik untuk tiket pesawat maupun hotel. Kami bahkan mencatat rekor penjualan hotel terbesar sepanjang sejarah di periode ini. Tentunya, kami tetap menawarkan agar masyarakat bisa berwisata dengan aman dan nyaman,” tuturnya.
Tren tersebut tidak pelak menjadi harapan besar bagi perusahaan teknologi seperti Tiket.com yang sebelumnya sangat terpukul oleh dampak pandemi. Kebutuhan akan berwisata, menurut dia, masih akan tetap tinggi.
”Industri pariwisata selalu bisa pulih setelah bencana besar, baik krisis ekonomi maupun pandemi seperti ini. Indonesia punya potensi wisatawan domestik yang besar karena ini negara kepulauan,” tuturnya.
Bagi pelaku industri properti, stimulus pemulihan ekonomi selama pandemi juga mulai mendorong permintaan properti. Hal ini diakui Head of Investor Relations & Corporate Finance PT Ciputra Development Tbk Aditya Ciputra Sastrawinata.
Sebagai salah satu perusahaan pengembang properti, yang antara lain bermain di produk perumahan, Ciputra Development mengambil keuntungan dari kebijakan penurunan suku bunga. Kebijakan tersebut dinilai positif untuk penjualan rumah level menengah bawah.
”Penurunan suku bunga penting bagi sektor properti kami yang 55 persen penjualan pasarnya didanai KPR (kredit pemilikan rumah),” kata tuturnya.
Efek pandemi yang terasa di bulan April 2020 disebut menurunkan penjualan sampai Rp 154 miliar yang secara nilai merupakan yang terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Namun, sejak April sampai Oktober, mereka mencatat adanya pertumbuhan yang konsisten.
Nilai penjualan seluruh proyek pada tahun 2020, yang awalnya diprediksi turun dari Rp 6,1 triliun ke Rp 4,5 triliun, dikoreksi menjadi Rp 5,5 triliun atau turun hanya 10 persen dari target awal.
Untuk menjaga kinerja selama krisis pandemi, Aditya mengaku perusahaannya banyak belajar dari krisis tahun 1997-1998. Pada masa itu, perusahaan mereka memperbesar utang yang kemudian menyulitkan pemulihan.
”Kini kami pun menjaga kekuatan neraca keuangan, disiplin menjaga leverage (utang), dan menjadi lebih oportunistis, seperti membeli tanah murah untuk kami jual kembali dalam bentuk rumah atau apartemen saat properti kembali booming,” ujarnya.