Pemerintah Targetkan 15 Juta Kendaraan Listrik pada 2030
Indonesia punya potensi besar untuk mewujudkan penggunaan kendaraan listrik secara masif. Syaratnya, ekosistem kendaraan listrik harus diciptakan lewat industri baterai, insentif pajak, dan manufaktur kendaraan listrik.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan 15 juta kendaraan listrik, terdiri dari 2 juta unit roda empat dan 13 juta unit roda dua, beroperasi di Indonesia pada 2030. Beberapa insentif disiapkan, seperti keringanan pajak atau bebas dikenai biaya parkir di tempat tertentu. Penyediaan pembangkit listrik dari energi terbarukan menjadi bagian penting dalam program ini.
Dalam acara peluncuran secara virtual kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), Kamis (17/12/2020), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, target 15 juta kendaraan listrik pada 2030 dapat menghemat impor bahan bakar minyak (BBM) setara dengan 77.000 barel per hari. Penghematan impor tersebut juga berhasil menghemat devisa senilai 1,8 miliar dollar AS dan menurunkan emisi gas karbon 11,1 juta ton.
”Rencana tersebut akan diperkuat dengan membangun infrastruktur berupa stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di 2.400 titik dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) di 10.000 titik sampai 2025 mendatang,” kata Arifin.
Menurut Arifin, Indonesia punya potensi besar untuk mengembangkan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Selain teknologi kendaraan listrik tidak serumit teknologi kendaraan konvensional berbahan bakar minyak, Indonesia memiliki sumber daya berupa mineral nikel yang merupakan bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Pemerintah juga telah membentuk perusahaan induk industri baterai yang terdiri dari Mind ID, sebuah perusahaan induk tambang BUMN, PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Indonesia memiliki sumber daya mineral nikel yang merupakan bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dalam pidato sambutannya, mengatakan, kebijakan mendorong industri kendaraan listrik di Indonesia diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Ia mengajak semua kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN untuk menjadi pionir penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai.
”Setidaknya, kendaraan listrik dipakai sebagai kendaraan operasional di lingkup instansi masing-masing. Bagi yang belum, saya mengajak seluruh pihak terkait untuk beralih ke kendaraan listrik demi penurunan polusi udara dan pengurangan pemakaian BBM,” ujar Luhut.
Sementara itu, dari sektor swasta, Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan, pihaknya telah mengoperasikan lebih dari 5.000 kendaraan listrik roda dua dan roda empat yang beroperasi di sembilan provinsi, yaitu di Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Banten. Pihaknya juga berkomitmen untuk memperluas pemakaian kendaraan listrik di provinsi di mana Grab beroperasi.
”Untuk mendukung percepatan pemakaian kendaraan listrik, ketersediaan infrastruktur sangat penting, yaitu SPKLU dan SPBKLU, keringanan pajak, ataupun tarif parkir khusus atau gratis bagi kendaraan listrik. Ini sangat penting mendukung terciptanya ekosistem kendaraan listrik yang lebih baik,” kata Ridzki.
Untuk mendukung percepatan pemakaian kendaraan listrik, ketersediaan infrastruktur sangat penting, yaitu SPKLU dan SPBKLU, keringanan pajak, ataupun tarif parkir khusus atau gratis bagi kendaraan listrik.
Sebelumnya, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa, listrik untuk pengisian daya kendaraan listrik sebaiknya dipasok dari pembangkit yang menggunakan energi bersih dan terbarukan. Dengan cara itu, usaha mengurangi pencemaran udara dan ketergantungan terhadap BBM dapat terwujud. Pemerintah harus memperhatikan benar sumber pasokan listrik untuk konteks kendaraan listrik tersebut.
Fabby menambahkan, dengan mayoritas jenis pembangkit listrik di Indonesia adalah yang berbahan bakar batubara (PLTU), faktor emisi di sistem Jawa-Bali sebesar 0,8-0,9 ton karbon dioksida (CO2) per megawatt jam (MWh). Angka faktor emisi diperkirakan meningkat seiring dengan bertambahnya proyek pembangunan PLTU di Indonesia. Dengan demikian, tujuan penggunaan kendaraan listrik belum tercapai sepenuhnya jika PLTU di Indonesia makin banyak yang beroperasi.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Perpres ini telah diundangkan pada 12 Agustus 2019. Aturan itu menyebutkan, percepatan kendaraan berbasis baterai diselenggarakan melalui pengembangan industri baterai dalam negeri, pemberian insentif, penyediaan infrastruktur pengisian listrik, dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk kendaraan berbasis baterai.
Sementara untuk mengurangi pemakaian BBM kotor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan bernomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O. Dalam aturan penggunaan BBM bagi kendaraan roda empat itu, RON minimal yang dipersyaratkan adalah 91. Produk BBM di Indonesia yang memenuhi kriteria itu adalah jenis pertamax dengan RON 92.