Pembudidaya lobster masih kesulitan memperoleh benih lobster. Pemerintah diminta berpihak kepada budidaya, bukan ekspor benih.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembudidaya lobster masih kesulitan mendapatkan benih lobster meskipun pemerintah telah menghentikan sementara ekspor benih lobster. Kesulitan benih di tingkat pembudidaya berlangsung di tengah evaluasi yang dilakukan pemerintah terkait dengan mekanisme izin budidaya dan ekspor benih bening lobster.
Pembenahan mekanisme perizinan usaha budidaya dan ekspor benih lobster itu menyusul penghentian sementara ekspor benih bening lobster per 26 November 2020. Penghentian sementara ekspor benih merupakan tindak lanjut kasus dugaan suap perizinan usaha budidaya dan ekspor benih lobster yang menyeret, antara lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Andreau Misanta sebagai tersangka. Kasus korupsi ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Abdullah, pembudidaya lobster sekaligus juru bicara Kelompok Usaha Budidaya Andalan Indonesia di Telong-Elong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menuturkan, penghentian sementara ekspor benih lobster tidak berdampak pada kemudahan akses benih di tingkat pembudidaya. Pembudidaya lobster tetap kesulitan memperoleh benih dengan harga terjangkau.
”Kalau ekspor benih lobster ditutup sementara, sepatutnya pasokan benih akan banyak ke pembudidaya. Kenyataannya, penangkapan benih terus berlangsung, tetapi kami kesulitan mendapat benih,” ujarnya, Senin (21/12/2020).
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 4 Mei 2020. Mengacu pada peraturan ini, perbandingan alokasi hasil tangkapan benih yang dibudidayakan dan diekspor adalah 70 : 30.
Abdullah menambahkan, marwah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020 adalah budidaya lobster di dalam negeri. Namun, eksploitasi benih terus berlangsung dan sebagian besar benih itu dipasok untuk tujuan ekspor. Akibatnya, budidaya lobster di dalam negeri terkendala benih.
”Pemerintah perlu mengatur penangkap benih dan pembudidaya sehingga benih dipastikan tersedia untuk budidaya. Perlu keberpihakan terhadap budidaya lobster,” katanya.
Ia menambahkan, pembudidaya lobster saat ini hanya mengandalkan ketersediaan benih yang sudah berwarna kehitaman yang sudah tidak laku diekspor. Harga benih lobster kehitaman itu berkisar Rp 6.000-Rp 7.000 untuk jenis pasir.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengkaji ulang mekanisme izin budidaya dan ekspor benih lobster. Kajian itu di antaranya perihal pengaturan kuota ekspor benih, menghapus tim uji tuntas perizinan usaha perikanan budidaya lobster, serta membenahi mekanisme kargo ekspor benih.
Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah mengkaji ulang mekanisme izin budidaya dan ekspor benih lobster.
Masih dikaji
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini, kajian atas mekanisme izin budidaya dan ekspor benih dilakukan sambil menunggu terbitnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pihaknya kini sedang mengkaji pengaturan kuota ekspor benih lobster. Pengaturan komposisi benih yang dibudidayakan dan diekspor berbanding 70 : 30 dinilai tidak masuk akal karena akan menyebabkan jumlah ekspor benih lobster sangat rendah. Di sisi lain, pembudidaya belum siap menampung benih lobster dalam jumlah besar.
Potensi benih lobster di Indonesia ditaksir sekitar 418 juta ekor per tahun, sedangkan kebutuhan Vietnam terhadap benih lobster asal Indonesia mencapai 50 juta ekor per tahun. Dengan demikian, pasokan benih lobster untuk ekspor akan dibatasi agar tidak melebihi kebutuhan pasar Vietnam sehingga tidak memicu anjloknya harga ekspor benih.
Ia menambahkan, kuota ekspor benih tidak akan dibagi per perusahaan. Pembagian kuota per perusahaan dinilai akan memicu calo ekspor benih. Oleh karena itu, kuota ekspor benih akan ditetapkan setiap bulan dan diberikan kepada perusahaan yang sudah memenuhi seluruh persyaratan ekspor.
”Sepanjang kuota masih ada, ya, sudah izin ekspor kami berikan. Kalau kami berikan kuota per perusahaan dan kuota tidak digunakan, perusahaan itu berpotensi jadi calo ekspor. Kami bisa bermasalah lagi,” kata Zaini.
Kuota ekspor benih akan ditetapkan setiap bulan dan diberikan kepada perusahaan yang sudah memenuhi seluruh persyaratan ekspor.
Sebelumnya, hasil evaluasi dan tinjauan lapangan yang dilakukan pemerintah terhadap eksportir lobster menunjukkan, hanya 8 dari 65 perusahaan eksportir benih lobster yang sudah mematuhi persyaratan ekspor. Sebagian perusahaan dinilai telah melakukan ekspor benih meskipun baru mulai berbudidaya. Budidaya yang dilakukan tidak memenuhi syarat dan terindikasi hanya untuk mengejar ekspor benih. Di sisi lain, pengawasan diakui longgar sehingga banyak perusahaan yang lolos ekspor meskipun tidak memenuhi syarat (Kompas, 19/12/2020).
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin, ekspor benih lobster dipersilakan berjalan sepanjang persyaratan terpenuhi. ”Kita tidak bisa melarang ekspor benih karena izin ekspor sudah dipegang. Akan tetapi, lengkapi dulu prosedur (ekspor). Selain itu, kuota ekspor benih harus dibenahi,” katanya.
Safri menambahkan, ekspor benih lobster harus memperhitungkan budidaya lobster di Indonesia agar tidak kehilangan pasar. Ekspor benih yang berlebih akan membesarkan budidaya lobster Vietnam dan memicu pasar jenuh.
”Budidaya lobster di Indonesia jangan sampai kehilangan pasar karena pemerintah sudah menganjurkan budidaya. Kalau ternyata hasil budiaya tidak diterima pasar, pembudidaya akan bingung,” katanya.