Kepemimpinan yang Memberi Arah dalam Perubahan
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk konsisten sebagai bank yang fokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah.
Panta rhei kai uden menei (Semuanya mengalir, tak ada yang tinggal tetap). (Herakleitos, Filsuf asal Yunani, 535-480 SM)
Dalam buku berjudul Strategic Leadership (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2019), Guru Besar Manajemen Prof Dr AB Susanto menuliskan, selalu ada unsur ketidakpastian tentang masa depan dan segala sesuatu senantiasa berubah.
Seperti diingatkan Herakleitos pula, segala sesuatu berubah, yang tetap ialah perubahan itu sendiri. Dalam menghadapi ketidakpastian, peran pemimpin dan strategi yang dipilih sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi. Strategi berisi tentang pilihan.
Ketidakpastian itulah, khususnya bagi rakyat kecil nan miskin, yang dilihat dan dirasakan Raden Bei Aria Wirjaatmadja, Patih Banyumas pada 1895, saat mendirikan bank perkreditan rakyat pertama di negeri ini, Hulp En Spaarbank Der Inlandsche Bestuur Ambtenaren (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi), sebagai cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Aria Wirjaatmadja adalah seorang pemimpin masyarakat. Mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR) merupakan strategi untuk membantu menyejahterakan rakyat. Apalagi, saat itu Nusantara masih dalam masa penjajahan.
Sempat disebut Bank Prijaji, menjadi Volksbank (Bank Rakyat) dan Syomin Ginko (Bank Rakyat), serta dilebur menjadi bagian dari Bank Koperasi, Tani, dan Nelayan (BKTN) serta Bank Negara Indonesia (BNI), Aria Wirjaatmadja dan pimpinan bank yang didirikan, dalam perkembangannya tetap berusaha membawa kembali pada komitmen melayani rakyat Indonesia di mana pun berada.
Meskipun boleh memperhatikan korporasi besar, yang sudah lebih terbiasa dengan urusan perbankan, pimpinan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tetap menempatkan rakyat kecil, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sebagai prioritas. Literasi perbankan harus terus dilakukan, bahkan sampai ke ujung negeri.
Harian Kompas dalam Tajuk Rencana 16 Desember 1995, bertepatan dengan hari ulang tahun (HUT) ke-100 BRI, menuliskan, ”…pada masa Orde Baru, BRI dikenal sebagai bank orang desa dan bank orang tani. Jasanya yang menonjol di mata bangsa adalah tatkala menyalurkan kredit Bimas dan Inmas, kemudian menjadi KUT (Kredit Usaha Tani), tatkala pemerintah berusaha meningkatkan produksi pangan (terutama beras) sehingga Indonesia bisa mencapai swasembada pangan.”
Keputusan itu bukan dibuat oleh pimpinan BRI, melainkan pemerintah. BRI menjadi agen pembangunan. Program swasembada pangan tercapai, tetapi BRI juga menghadapi masalah kredit Bimas dan KUT yang tidak bisa kembali.
Bahkan, BRI juga sempat mengalami kesulitan karena kredit macet dari sejumlah perusahaan besar. Karena harus membangun jaringan kerja ke seluruh pelosok Indonesia dengan biaya yang tentunya besar sekali dan jumlah pegawai yang banyak, BRI tidak pernah menjadi bank nomor satu dari sisi laba dan aset.
Namun, seperti dilaporkan dalam buku berjudul BRI 125 Tahun (1895-2020): Untuk Indonesia BRIlian (2020), aset BRI terus meningkat. Pada 2005 berhasil menjadi bank dengan aset terbesar (bank only) hingga saat ini. Jika dihitung aset secara konsolidasi, sejak 2017, BRI menjadi bank terbesar di Indonesia dalam aset hingga saat ini. Laba BRI juga terus meningkat serta termasuk yang terbesar di Indonesia.
Direktur Utama BRI (1993-2000) Djoko Santoso Moeljono menyebutkan, perjalanan BRI sejak berdiri pada 16 Desember 1895 sampai sekarang tidak bisa dipisahkan dari rakyat kecil. Kedekatan BRI dengan rakyat kecil terlihat dari penyaluran Kupedes, yang sejak dirintis 11 tahun lalu sudah merealisasikan Rp 17 triliun. Uang Kupedes sebesar itu digunakan sekitar 15 juta rakyat kecil.
”Yang amat mengharukan, tingkat bermasalah dari Kupedes hanya 2,1 persen. Karena itu, kami yakin rakyat kecil dapat dipercaya,” kata Djoko (Kompas, 18/12/1995). Djoko adalah Guru Besar Ilmu Perbankan dan penulis sejumlah buku.
Perjalanan BRI sejak berdiri pada 16 Desember 1895 sampai sekarang tidak bisa dipisahkan dari rakyat kecil.
Walaupun tetap menempatkan diri sebagai bank bagi rakyat, terutama orang desa, petani, nelayan, dan pelaku UMKM, termasuk yang berada di daerah terluar, tertinggal, dan terpencil di Tanah Air, pimpinan BRI setidak-tidaknya dalam 25 tahun terakhir, mendorong bank itu menjadi sosok bank nasional yang mengikuti perkembangan zaman.
Modern. Memanfaatkan teknologi terkini, baik teknologi digital, satelit, mahadata, kecerdasan buatan; pelayanan yang bergerak (mobile) yang memanfaatkan teknologi maupun sarana transportasi, seperti kapal ”Teras BRI”, dan nyaris semua bentuk layanan terbaru perbankan, yang memudahkan menjangkau rakyat. Bank bagi rakyat, yang menjadi kebanggaan rakyat. Besar Bersama rakyat.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam buku berjudul Bank BRI Keluar dari Krisis: Dari Restrukturisasi sampai IPO (2005) menuliskan, suatu ketika Bank BRI menyelenggarakan lomba rancangan desain sampul buku Simpedes dan Kupedes. Salah satu desain yang masuk adalah gambar dengan latar belakang gubuk di tengah hamparan hijau sawah yang begitu indah. Di belakangnya ada rimbun pepohonan dan kesejukan alam pegunungan di tatar Parahyangan.
Desain sampul ini bukannya tanpa makna bagi bank yang menjadi pelopor perbankan mikro perdesaan, yang keberhasilannya dikenal dan ditiru di berbagai negara. Namun, desain itu tidak dipilih penentu kebijakan di BRI karena menggambarkan kemiskinan dan kekumuhan. Gubuk dengan atap daun rumbia memberi citra keterbelakangan. Citra seperti ini harus ditinggalkan. Desain sampul yang dipilih adalah yang berlatarbelakang Gedung BRI di Jakarta yang megah dan kokoh.
Tantangan terus berubah
Sejak tahun 1980-an, termasuk saat didera krisis perekonomian pada 1998, 2008, dan tahun 2013, kepemimpinan di BRI sudah memutuskan untuk memperkuat komitmen sebagai bank rakyat, khususnya memperhatikan pelaku UMKM, termasuk di daerah yang selama ini belum terjangkau layanan perbankan.
Bahkan, Dirut BRI (2015-2017) Asmawi Syam dalam peluncuran satelit BRIsat menegaskan komitmen itu dan menyatakan, ”Kalau yang di kota, kami sudah didukung perusahaan telekomunikasi. Kalau yang jauh, kami berdiri sendiri dan itu yang selama ini belum mendapatkan layanan sepadan. Istilah kami, melayani yang belum terlayani. Nah, dengan demikian, satu nusa, satu bahasa, satu bangsa, ditambah dengan satu layanan finansial BRIsat,” (Kompas, 28/10/2016).
Suprajarto, Dirut BRI (2017-2019), menambahkan, BRI terus memperhatikan dan mengembangkan potensi rakyat kecil, khususnya UMKM. ”Kami akan tetap fokus di UMKM dan mikro karena dari dulu tumpuan kami di sana. Kalau kita lihat marginnya masih cukup lumayan meskipun agak dilematis,” katanya (Kompas, 21/4/2017).
BRI terus memperhatikan dan mengembangkan potensi rakyat kecil, khususnya UMKM.
Kondisi dunia terus berubah. Tantangan dunia perbankan juga berubah. BRI yang sejak 2005 sudah mengembangkan digital, bahkan memperkuat digitalisasi, tahun 2020 dilanda krisis akibat pandemi Covid-19, seperti kehidupan masyarakat dunia. Dirut BRI Sunarso saat peringatan 125 tahun BRI, Rabu (16/12/2020), mengakui, krisis yang terjadi tahun ini akibat pandemi, berbeda dari beberapa krisis sebelumnya. Selain karena merata di seluruh dunia (tidak regional), krisis kali ini berdampak signifikan terhadap UMKM. Krisis sebelumnya lebih berdampak terhadap korporasi.
Dengan segmen nasabah BRI yang terdiri dari 80 persen UMKM, dalam krisis ini BRI fokus untuk menyelamatkan mereka. Hingga 11 Desember 2020, BRI telah merestrukturisasi kredit Rp 209,6 triliun kepada 2,9 juta nasabah dengan proporsi (outstanding) 87 persen adalah untuk segmen UMKM
Sunarso, dalam pengantar buku 125 tahun BRI, menambahkan, untuk terus memacu transformasi BRI di tengah perubahan besar dalam praktik bisnis menggunakan layanan digital, manajemen menyusun cetak biru berisi empat tahapan yang harus dilalui, yakni discover untuk menemukan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan ke depan, serta kedua, yakni dream untuk menetapkan visi BRI sebagai The Most Valuable Bank in Southeast Asia dan menjadi Home of The Best Talent.
Tahapan ketiga adalah design untuk menciptakan nilai baru (create values) BRI: digitalisasi dan budaya yang menjadi hal penting dalam transformasi BRI. Tahapan keempat adalah deliver. Tahun 2020 BRI mempercepat transformasi di bidang teknologi digital.
Untuk terus memacu transformasi BRI di tengah perubahan besar dalam praktik bisnis menggunakan layanan digital, manajemen menyusun cetak biru.
Dalam webinar bertajuk ”Geliat Industri Perbankan 2021” pada awal Desember, Sunarso mengatakan, seiring ekspektasi kondisi ekonomi yang masuk dalam tahap pemulihan, penyaluran kredit diproyeksi tumbuh 4-5 persen pada 2021. Proyeksi pertumbuhan itu diyakini berada di atas rata-rata nasional, berkisar 3-3,5 persen. Untuk mencapai target pertumbuhan kredit di atas rata-rata nasional, BRI fokus pada pertumbuhan bisnis di segmen UMKM, yang cepat pulih.
BRI jangan sampai meninggalkan rakyat, seperti dipesankan pendirinya. ”Rakyat bersatu, tak bisa dikalahkan….”