Pemerintah perlu membenahi sisi permintaan masyarakat sebelum Ramadhan-Lebaran 2021. Periode ini menjadi momentum dan puncak belanja dan konsumsi sepanjang tahun guna menopang pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju Indeks Harga Konsumen atau inflasi sepanjang 2020 lebih rendah dibandingkan dengan 2019 akibat tekanan pandemi Covid-19 terhadap permintaan masyarakat. Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat masih rendah. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memulihkan sisi permintaan sebelum Ramadhan-Lebaran 2021 agar dapat mendongkrak konsumsi rumah tangga sebagai tonggak pertumbuhan ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik, Senin (4/1/2021), merilis, inflasi sepanjang 2020 sebesar 1,68 persen. Dalam periode 2011-2020 terakhir, inflasi tersebut merupakan inflasi terendah. Inflasi pada tahun sebelumnya sebesar 2,72 persen.
Berdasarkan komponen, kelompok barang yang mudah bergejolak mengalami inflasi tertinggi sepanjang 2020, yakni sebesar 3,62 persen dengan andil 0,59 persen. Inflasi inti sebesar 1,6 persen dengan andil 1,05 persen. Adapun dari sisi pengeluaran, inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 3,63 persen.
Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, data inflasi itu menunjukkan, pemerintah perlu membenahi sisi permintaan masyarakat sebelum Ramadhan-Lebaran 2021. ”Periode ini menjadi momentum dan puncak belanja dan konsumsi sepanjang tahun sehingga mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi,” katanya saat dihubungi, Senin.
Berly menambahkan, dalam membenahi permintaan melalui daya beli masyarakat, strategi yang digunakan mesti spesifik per sektor usaha serta mengukur dampak pandemi yang tengah dialami. Pembagian sektor antara yang bersifat formal dan informal merupakan bentuk spesifikasi minimal.
Periode ini menjadi momentum dan puncak belanja dan konsumsi sepanjang tahun sehingga mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
Peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai, inflasi sepanjang 2020 menandakan pemerintah perlu strategi yang komprehensif dalam menangani tekanan pandemi pada sisi permintaan. Rendahnya permintaan berkaitan dengan terganggunya daya beli masyarakat, salah satunya karena berkurangnya penghasilan akibat pemutusan hubungan kerja.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh ialah penguatan digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah dapat memberikan informasi pasar kepada UMKM terkait produk-produk yang tengah laris selama pandemi di kanal dalam jaringan.
”Dalam memengaruhi daya beli masyarakat, UMKM memiliki tiga fungsi, yakni menjadi sumber pendapatan, menyerap tenaga kerja, dan menjajakan produk yang dibutuhkan,” kata Latif.
Sementara, berdasarkan pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi bulanan tertinggi, yakni 1,49 persen pada Desember 2020.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menyatakan, salah satu komoditas penyumbang inflasi pada kelompok tersebut ialah cabai rawit dan cabai merah. Sumbangan inflasi cabai merah besar mencapai 0,12 persen sedangkan cabai rawit 0,05 persen.
Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Ainun Najib menyatakan, harga cabai rawit merah sempat menembus Rp 100.000 per kilogram (kg). Harga saat ini tergolong tidak normal. Lonjakan harga ini menandakan perlunya perbaikan tata niaga pangan.
Sementara itu, sebagian warga Jakarta mengurangi belanja bahan pokok pada awal 2021. Hal itu dilakukan sebagai upaya berjaga-jaga dari beberapa bahan pokok yang meningkat sejak akhir tahun lalu.
Sarah (39), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, mendapati harga cabai rawit merah dan keriting Rp 90.000 per kg di Pasar Senen Blok III. Sementara untuk bawang-bawangan Rp 35.000 per kg dan minyak goreng Rp 17.000 per kg.
Pada Desember 2020, harga cabai masih di kisaran Rp 70.000 per kg, sekarang ada yang jual sampai Rp 90.000 per kg. Harga minyak goreng, bawang merah, dan bawang putih juga naik berkisar Rp 3.000-Rp 5.000 per kg.
”Akhirnya, saya mengurangi jumlah belanja. Misalnya, dari rencana beli seperempat kilogram jadi hanya beberapa ons,” kata Sarah, Senin.
Berdasarkan situs Infopangan.jakarta.go.id, harga jenis cabai belakangan meningkat berkisar Rp 70.000Rp 100.000 per kg. Beberapa bahan pokok lain, yakni minyak goreng, bawang-bawangan, juga terpantau naik berkisar Rp 2.000-Rp 7.000 per kg dibandingkan dengan pekan lalu.
Sejumlah pasar di Jakarta tampak tidak menjual tempe pada Senin siang. Hal ini setidaknya terlihat di Pasar Senen dan Pasar Pramuka. Sejumlah pedagang mengaku tidak menjual, sedangkan sebagian lainnya hanya menstok sedikit.
Beni, pedagang di Pasar Pramuka, mengaku hanya mendapat sedikit pasokan dari perajin tempe. Stok itu habis sebelum pukul 10.00. ”Tadi ada tempe, tetapi hanya sedikit. Perajinnya belum sedia banyak,” ujarnya.
Kelangkaan tempe di pasar juga dirasakan pengusaha warung. Ketua Komunitas Warteg Nusantara Mukroni menyampaikan keluhan sejumlah pengusaha yang sulit mendapatkan tempe selama empat hari terakhir. Pada Senin, sebagian pengusaha hanya mendapatkan satu atau dua potong tempe di pasar.
Jumlah itu sangat sedikit apabila membandingkan dengan kebutuhan warung setiap hari. Mukroni merinci, warteg butuh 5-10 tempe mentah untuk masakan setiap hari. (ADITYA DIVERANTA)