Kementerian Perhubungan menerbitkan surat edaran tentang bertransportasi pada masa pembatasan kegiatan masyarakat 11-25 Januari 2021. Pengawasan diperlukan agar pelaksanaannya tak sekadar demi menghindari sanksi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO / ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan menerbitkan surat edaran tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang untuk moda transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Tujuannya, mencegah dan memutus penyebaran Covid-19 pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat pada kurun 11-25 Januari 2021.
Ada empat surat edaran yang diterbitkan Kementerian Perhubungan pada 9 Januari 2021 dan merujuk pada Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 1 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19. Selain mencegah penularan virus, aturan dibuat sebagai panduan penerapan protokol pengguna moda transportasi, terutama dari dan ke Pulau Jawa dan Pulau Bali yang jadi sasaran pembatasan.
Pengamat transportasi dan Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang, ketika dihubungi pada Selasa (12/1/2021), menilai, komitmen pengguna dan operator transportasi dibutuhkan dalam menerapkan protokol kesehatan. Semua pihak mesti menyadari bahwa pemenuhan protokol tidak semata untuk menghindari sanksi atas pelanggaran aturan, tetapi demi memutus penyebaran virus.
”Faktanya masih ada masyarakat yang tidak mengetahui esensi penggunaan masker. Ada yang memakai masker sebagai formalitas agar aman dari teguran (petugas) atau sanksi. Mereka tidak peduli masker yang dipakai sesuai anjuran atau tidak,” kata Deddy.
Selain menerapkan 3M, yakni memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan dengan sabun atau penyanitasi tangan, surat edaran Satgas Covid-19 dan Kementerian Perhubungan mewajibkan orang yang bepergian untuk memakai masker dengan benar, yakni menutup hidung dan mulut; memakai masker 3 lapis atau masker medis; serta tidak berbicara satu atau dua arah secara langsung ataupun melalui telepon sepanjang perjalanan dengan moda transportasi darat, laut, udara, dan kereta api.
Menurut Deddy, pengumuman atau peringatan audio secara berkala di dalam sarana transportasi umum dibutuhkan untuk selalu mengingatkan penumpang agar pengguna tidak melanggar aturan. Papan larangan semestinya dipasang agar penumpang tidak berbicara selama perjalanan.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan, Kementerian Perhubungan meminta semua pemangku di sektor transportasi untuk menerapkan protokol ketat guna mencegah penyebaran Covid-19. ”Pelaksanaan surat edaran dapat dievaluasi sewaktu-waktu, menyesuaikan kondisi, dan dinamika yang terjadi di lapangan,” kata Adita.
Kementerian Perhubungan juga meminta semua operator transportasi agar memenuhi semua ketentuan dan memberikan sosialisasi yang memadai kepada masyarakat. Sementara para pengguna moda transportasi untuk mengikuti ketentuan dan menjalankan protokol kesehatan.
Tekan operator
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat Ateng Aryono menyatakan, tanpa pengetatan aturan bertransportasi, tingkat keterisian angkutan umum penumpang harian rata-rata masih 30 persen. Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2020, daya angkut penumpang transportasi rute jarak jauh maksimal 70 persen dari kapasitas tersedia.
Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat, menurut dia, sudah menahan keinginan masyarakat untuk bepergian. Selain itu, preferensi masyarakat untuk menggunakan moda transportasi pribadi selama pandemi juga membuat operator angkutan umum antarkota antarprovinsi gigit jari.
”Namun, kami sebagai penyedia transportasi tetap komitmen untuk menerapkan 3M, termasuk pemeriksaan suhu untuk penumpang dan pengemudi, serta pembersihan perangkat,” kata Ateng.
Deddy Herlambang berharap pemerintah memberikan solusi yang saling menguntungkan bagi penyedia angkutan umum. Apalagi, operator angkutan umum darat, khususnya, sudah kehilangan banyak penumpang karena masyarakat beralih ke kendaraan pribadi ketika banyak jalan tol baru hadir di Pulau Jawa.
Pengawasan penerapan protokol kesehatan secara ketat di terminal, bandara, stasiun, serta di dalam kendaraan dinilai menjadi kunci pengendalian risiko penularan virus. Selain itu, pemerintah diharapkan membantu operator dan pengguna agar mobilitas bisa dilakukan dengan aman, yaitu dengan memudahkan akses tes Covid-19.
”Kalau pemerintah mau mendongkrak perekonomian nasional, tes antigen seharusnya disubsidi atau digratiskan (bagi pengguna angkutan umum). Dengan demikian, ada pergerakan masyarakat dan operator bersemangat lagi,” kata Deddy.
Sejumlah warga berharap tarif tes Covid-19 terjangkau sehingga tidak menambah beban. Adikarya Purnama (36), pekerja konstruksi di Jakarta yang menjadi pengguna bus antarprovinsi, menilai, kewajiban tes usap antigen, seperti yang diterapkan selama musim libur Natal dan Tahun Baru, memberatkan dirinya.
Dengan ongkos naik bus lebih kurang Rp 200.000 sekali jalan, ia perlu mengeluarkan lagi uang senilai setengah harga tiket bus untuk tes Covid-19. ”Bukannya saya enggak mau dites. Saya keberatan dengan biaya tesnya. Kalau bisa disubsidi, jadi lebih murah atau gratis, saya mau saja. Ongkos tes sebesar itu lebih baik saya kasih buat keluarga di kampung,” ujarnya.