Penyedia Akomodasi Wisata Puncak Kian Sadar Lingkungan
Kerawanan bencana di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyadarkan penyedia akomodasi wisata tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi kawasan Puncak yang rawan bencana menyadarkan penyedia akomodasi wisata tentang pentingnya menjaga lingkungan. Berbagai inisiatif pun dilakukan untuk memperbaiki lingkungan dan mencegah bencana.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat, pada 2021 sekurangnya terjadi 16 bencana di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang didominasi bencana longsor. Adapun sepanjang 2020, terjadi 1.338 bencana yang mayoritas merupakan longsor sebanyak 427 kasus.
Terakhir, terjadi banjir bandang di Gunung Mas, Cisarua, yang diakibatkan longsor di anakan Gunung Pangrango, Januari lalu. Banjir tersebut menutup Jalur Puncak, yang tentunya menghambat akses masyarakat.
Bencana banjir tersebut secara tidak langsung berdampak pada tingkat hunian penginapan Royal Safari Garden (RSG) di Jalan Raya Puncak Gadog. ”Walau banjir bandang lokasinya jauh, sekitar 7 kilometer dari lokasi kami, tetap berdampak pada menurunnya tingkat hunian,” kata Dian dari Bagian Humas RSG yang dihubungi pada Rabu (3/2/2021).
Penutupan akses Puncak ikut menambah dampak dari pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang sudah menurunkan tingkat hunian atau okupansi hingga 50 persen. Ancaman bencana yang mungkin kembali muncul selama musim hujan diakui menimbulkan kekhawatiran. Ancaman bencana akan membuat wisatawan takut berwisata.
Menghadapi kondisi tersebut, RSG pun berinisiatif melakukan konservasi lingkungan. Inisiatif tersebut dimulai dari lingkungan mereka dan melibatkan warga sekitar.
”Kami melakukan penghijauan di dalam area RSG agar area kami dikelilingi lebih dari 50 jenis pohon. Kami juga mengajak warga bekerja bakti membersihkan gorong-gorong di depan hotel sampai pengerukan dengan menggunakan loader dari hotel,” katanya.
Ancaman bencana juga membuat Eman Bayu, pengelola Villa Panton Pauh di Cipanas, Cianjur, khawatir pekerjaannya terancam. Bencana ekstrem, seperti banjir bandang yang baru terjadi di kawasan Puncak, dinilai menambah kelesuan aktivitas wisata selama pandemi.
Eman sadar bahwa pembangunan tempat wisata secara besar-besaran tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan justru akan menjadi bumerang. Kejadian longsor yang kerap terjadi di kawasan Puncak, misalnya, sering kali menutup akses wisata yang membuat penginapan atau restoran sepi pengunjung.
”Kesadaran ini memang tergantung pemilik vila. Kan, ada vila yang dibangun di tanah rawan, ada juga yang tidak. Untuk itu, saya dengan komunitas pencinta alam tempat saya bergabung sekarang mencoba menyosialisasikan kepada pemilik vila dan warga untuk menanam pohon di lahan rawan,” katanya.
Eman juga mengatakan, saat ini banyak komunitas pencinta alam dan pelaku wisata yang aktif membuat kegiatan wisata alam berkesadaran. Kesadaran itu diharapkan bisa menjadi solusi agar daya tarik wisata Puncak tidak lagi mendatangkan bencana, tetapi kebaikan untuk pelaku wisata, masyarakat, dan alam.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor Boboy Ruswanto, yang dihubungi terpisah, mengatakan, PHRI senantiasa mengimbau pelaku usaha untuk mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah daerah, termasuk dalam rangka memastikan kelestarian lingkungan.
”Kami pengusaha pasti mengikuti aturan yang diterapkan pemerintah. Tempat usaha, baik hotel maupun restoran, harus mengantongi atau memenuhi syarat perizinan, seperti amdal, izin lingkungan, sampai dengan IMB-nya,” katanya.
Setelah kejadian banjir bandang, Koordinator Informasi Geospasial Tematik Bidang Kebencanaan Badan Informasi Geospasial (BIG) Ferrari Pinem mengatakan, permukiman di wilayah pegunungan, terutama yang terdampak, perlu ditata ulang dengan menguatkan aspek mitigasi.
Dalam keterangan tertulisnya, Ferrari menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor 41 Tahun 2007, wilayah terdampak bencana memiliki peruntukan permukiman yang rendah. Hal itu juga dilihat dari jenis ancaman bencana geologi yang ada, seperti gerakan tanah dan gempa bumi, sehingga perlu diantisipasi.
Posisi kompleks Gunung Mas terletak di subdaerah aliran Sungai Cisampai yang merupakan wilayah tangkapan hujan berbentuk cekungan mangkuk. Curah hujan yang tertangkap di atasnya dialirkan pada satu titik (outlet) dan keluar melewati kompleks Gunung Mas.
”Langkah paling ekstrem bisa saja melakukan relokasi terhadap wilayah yang secara alami sangat berisiko karena berada pada zona yang sangat berbahaya dan sulit untuk dilakukan upaya mitigasinya,” kata Ferrari.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, perusahaan perkebunan dan perhutanan, salah satunya PTPN VIII, bekerja sama dengan BIG dalam pemanfaatan lahan dalam upaya melihat adanya potensi bencana.
”Kami mengimbau, perusahaan seperti Perhutani bekerja sama dengan BIG untuk melihat potensi bencana. Jika wilayah terdeteksi zona merah, kawasan itu jangan ditempati warga atau ditanami teh atau tanaman lainnya, kecuali tanaman vetiver,” kata Ade.